Pada hari Jum'at tanggal 2 Mei 2014 sore sekitar pukul 16.00 saya mendapat kabar bahwa hari Sabtu besok nya kantor diliburkan. Langsung saya mengecheck destinasi jarak pendek yang dapat saya tempuh dalam 24 jam PP dari Denpasar. Dengan perhitungan hari Minggu nya saya sudah bisa istirahat untuk kembali segar beraktivitas pada Senin .
Ranupani atau kerap disebut juga Ranupane, ya sebuah desa yang terkenal dengan danau yang indah di kaki gunung Semeru kali ini yang akan menjadi target saya. Ada 2 jalur menuju sana, yaitu melalui Tumpang dekat Malang , atau melalui Senduro dekat Lumajang. Berhubung saya akan mengambil jalur dari arah selatan : Banyuwangi-Jember-Lumajang maka pilihan jalur Senduro yang saya pilih. Berbekal sedikit informasi mengenai trek Senduro-Ranupane yang sudah diperhalus/ dibeton.Kalkulasi jarak tempuh adalah 800 km dengan waktu yang tersedia 24 jam.
Persiapan motor sih tidak banyak hanya ganti oli dan kebetulan juga siangnya baru saja ganti stang yang bengkok karena jatuh di Purworejo dalam trip ke Jakarta awal April yang lalu.Saat stang baru dipasang , ada perbedaan sekitar 2 cm raiser yang dengan stang yang bengkok.Karena waktu sudah mepet, ya saya pikir trip dekat ini, gak masalah lah. Dan juga kiprok saya baru ganti pakai Tiger punya, yang sebelumnya memakai kiprok nya Vixion. Terlihat perbedaan pengisian mencolok dengan penambahan sekitar 1 Ampere. Bila sebelumnya dengan menggunakan kiprok Vixion, lampu HID nyala. menunjukkan angka 13.8 Ampere dan dengan dirubah pakai kiprok Tiger, sekarang bila jalan , lampu HID nyala, angka 14.8 Ampere ter display jelas.Mantap punya lah..
Sabtu 3 Mei 2014 dinihari pukul 02.00 WITA saat kota Denpasar mulai tertidur pulas, Scorpy yang sudah saya pasang side panniers melesat meninggalkan pusat kota Denpasar. Menjelang kota Tabanan, lalulintas masih terlihat hidup dengan satu dua kendaraan berlalu lalang. Tabanan pun lepas dari pandangan mata.
Sekitar 2.5 jam perjalanan saya tiba di Gilimanuk, yang sepi sekali pagi itu. Dengan membayar tiket ferry Rp.19.000 saya langsung masuk ke perut ferry yang sudah standby. Hanya berselang sekitar 30 menit, ferry pun bertolak ke Ketapang.
Masih pagi. sekitar pukul 06.30 WIB saya mendarat di Ketapang dan langsung menuju SPBU terdekat untuk mengisi BBM.Dengan pikiran supaya tidak mengisi dijalan, tangki sebesar 23 liter itu saya isi full. Dan ini pula lah kesalahan saya yang pada rute berat Senduro-Ranupane cukup merepotkan.
Kota Banyuwangi pagi itu tengah menggeliat bangun, terlihat dengan mulai tampaknya kesibukan aktivitas para pelajar yang berangkat ke sekolah dan pasar mulai ramai. Namun belum terjadi kemacetan.
Setiba di kota Glenmore, atau sekitar 48 km dari Banyuwangi, perut mulai minta diisi dan sepiring nasi pecel cukup memadai menjawab kebutuhan pagi itu.
Usai sarapan dan minum beberapa vitamin serta obat wajib harian yaitu thyrozol 5 mg, karena sejak 5 tahun yang lalu saya terdeteksi mengidap penyakit Thyroid yang mengganggu metabolisme tubuh dan cepat membuat lelah. Sepanjang hidup saya akan tergantung dengan pil thyrozol 5 mg itu yang Alhamdulillah tidak mahal harganya. Dan bersama ini saya tegaskan, bagi penderita penyakit Thyroid seperti saya .jangan berkecil hati, anda masih mampu melakukan aktivitas terberat sekalipun seperti adventure touring yang sering saya lakonin.
Tidak lama, saya sudah memasuki kawasan Gumitir. yang dikenal dengan jalan berlikunya. Nikmat sekali pagi itu sudah disuguhkan trek yang nyaman untuk cornering.Silahkan klik video dibawah ini.
Lepas Gumitir, tidak lama saya memasuki kota Jember. Benar saja, baru jalan sekitar 250 km dari Denpasar, bahu saya sudah mulai terasa pegal. disebabkan posisi stang yang beda dengan riding position saya. Beda 2 cm saja dalam hanya jarak 250 km terasa sekali impact nya. Setelah berputar2 dikota Jember akhirnya saya menemukan toko variasi motor yang penjual adaptor stang berukuran 2 cm .persis seperti yang saya kehendaki.
Kira2 satu jam berlalu, stang saya sudah terpasang dan sangat nyaman terasa dalam genggaman saya. Perjalanan lanjut ke Lumajang dengan jarak sekitar 62 km dari Jember. Hari mulai siang dan panas dan saya dalam kondisi 1 jam behind schedule. Throttle gas saya plintir lebih dalam dengan harapan bisa meng-kompensasikan waktu yang hilang untuk urusan stang.
Masuk kota Lumajang , saya mulai mencari arah ke Senduro.Tidak terlalu sulit karena memang sudah ada waypoint nya di GPS Navitel saya. Tiba di kota Senduro saya langsung mampir ke Indomaret guna membeli perbekalan air minum isotonic pencegah dehidrasi dalam rute menuju Ranupane.
Pada awal memasuki petunjuk arah ke Ranupane di tengah kota Senduro, tertulis 29 km , dan jalan pun masih oke. Namun baru berjalan sekitar 5 km semuanya berubah drastis. yang tadinya aspal mulus diselingi sedikit terkelupas, berubah menjadi batu2 kasar. Ada yang batu tanam dan tidak jarang terhampar batu lepas sebesar bola tenis. Kesalahan saya sewaktu mengisi bensin di Banyuwangi. isi full. Jarak tempuh hanya sekitar 210 km ke Senduro , sehingga di tangki motor masih tersisa sekitar 15 liter yang selain cukup berat juga membuat motor menjadi susah di handle karena bensin itu koclak kiri kanan. Sempat terfikir untuk membuang sebagian bensin, dan sisakan sekitar 5 liter saja, tapi niat itu saya urungkan, karena sayang juga.
Tidak ada gaya para adventurer expert, seperti berdiri di footstep atau apapun yang dapat saya praktekkan, melainkan hanya dengan cara konvensional, extra precaution. turun kaki saja dengan speed sangat rendah. Karena batu2 lepas itu setiap saat akan mampu membuat roda depan kehilangan traksi dan berakhir dengan gubrak. Maen aman aja deh, toh gak ada kamera TV yang mengexpose :)
Pada saat motor saya kepater, ban belakang nyangkut disela bebatuan besar, kebetulan lewat seorang anggota Babinsa setempat dengan mengendarai New Vixion dinas bercat hijau. Dengan ramah beliau menyapa dan menawar kan untuk jalan bareng keatas. Namun saya menolak secara halus dan mempersilahkan beliau untuk melanjutkan tugas patroli nya keatas. Let me solved my own problem all by myself. Aquuh rapopo :)
Selang beberapa kilometer saya ketemu jalan aspal agak mulus dan memasuki pintu gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru itu.
Jalan yang disebut sebagai sudah di beton /cor itu ternyata hanya sedikit2 saja. terkadang hanya 100 meter, putus, ketemu batu2 besar. Tercatat ada beberapa kali agak panjang jalan beton nya seperti yang terlihat di video ini.Silahkan klik.
Sepanjang trek menuju Ranupane yang sangat menguras tenaga dan konsentrasi ini ,tidak terbilang berapa kali saya berhenti walau hanya sesaat guna minum dan mengumpulkan tenaga. Yang saya khawatirkan hanya bila motor sempat jatuh, dimana dalam kawasan Taman Nasional ini jarang orang lewat, saya tidak kuat mengangkat nya, Harus melepas side panniers dulu baru kuat saya angkat. Dan itu akan memakan waktu, sehingga saya lebih memilih untuk extra hati2 sekali.
Kian lama angka petunjuk jarak ke Ranupane di GPS saya berubah ,dari kepala dua menjadi kepala satu dan akhirnya tinggal 1 digit. Semangat saya mulai terpompa kembali ketika angka yang satu digit itu pun mulai mengecil dari 9 akhirnya tinggal 3 km. Jalan pun pada 3 km terakhir sebelum Ranupane berubah menjadi aspal agak mulus walau hanya selebar 2 meter efektif lebar aspal nya. Saya plintir gas makin dalam dan lambat2 terlihat lah desa Ranupane. Sebelum memasuki desa itu, ada pintu masuk dikiri jalan bagi pendaki yang akan menaklukkan gunung tertinggi di pulau Jawa itu. Indah sekali desa dikaki gunung ini.
Tidak jauh dari lokasi pintu masuk pendakian , saya tiba di pusat desa dimana terdapat kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Setelah berbincang dengan salah seorang staff piket disitu saya mendapatkan gambaran yang utuh mengenai Taman Nasional tersebut termasuk semua akses menuju /keluar dari Ranupane. Saya memutuskan untuk exit dari Ranupane melalui rute ke desa Tumpang yang konon selain lebih bersahabat juga lebih menarik panorama nya karena akan melewati lokasi desa Jemplang yang terkenal dengan view Teletubbies nya . Beliau menawarkan saya untuk masuk ketepi danau Ranupane yang berjarak sekitar 300 meter dari Kantor itu, namun karena motor harus ditinggal ,niat saya urungkan.
Satelah mengabadikan view sekitar Kantor Taman Nasional, perut semakin lapar karena sudah pukul 14.00 siang dan kebetulan ada warung bakso yang tengah ramai dikunjungi para pecinta alam yang selesai camping di Ranupane. Karena sudah 4 bulan jalur pendakian Semeru ditutup dan segera akan dibuka rencana nya tanggal 5 Mei ini. Langsung saya ayunkan langkah ke warung tersebut dan memesan seporsi bakso + lontong. Ini adalah the highest level bakso I ever eat, karena dimakan dalam posisi ketinggian 2043 mdpl. Lumayan kenyang dan mendung pun semakin berat. Setelah makan, saya mampir ketoko souvenir Mahameru disebelah warung bakso.Sempat saya sambar 2 pcs kaos kenang2an bermotif pendakian Semeru yang kebetulan hanya tersedia ukuran besar untuk si kembar dirumah.
Benar saja , belum 1 km saya pacu Scorpy, butir2an air sudah mulai membasahi visor helm dan memaksa saya untuk menepi dan memasang perabotan hujan alias rain-gear seperti jas hujan dan mengganti sepatu dengan AP Boots. Hujan semakin lebat dan jalur mendaki dari Ranupane semakin licin. Beberapa kali motor slip dan kepater. It's real one of the hell story anyway.Sempat terlintas saat itu bahwa saya harus mengambil short-course riding under severe condition. Tapi lebih baik learning by doing aja kan ? Sesuai kemampuan fisik dan usia.
Saat memasuki Jemplang, terlihatlah pemandangan yang sungguh indah, yang kerap disebut padang Teletubbies itu.
Setelah puas mengambil foto pada spot menarik itu perjalanan saya lanjutkan menuju arah desa Tumpang. Selain mengandalkan petunjuk yang jelas dari GPS, papan petunjuk arahpun sangat lengkap pada jalan menuju desa Tumpang yang di dominasi oleh jalan menurun. Dari desa Tumpang , Scorpy saya arahkan menuju Turen, yang berada dijalur selatan.Azan magrib baru saja selesai berkumandang ketika saya tiba di Turen.
Karena sudah banyak tekor di waktu, perjalanan lanjut saja sampai tiba di Pasirian. Banyak rumah makan yang buka malam itu ,namun saya akan mencoba menu makan baru yaitu tanpa nasi. Saya hanya makan roti sepotong + jeruk 2 pcs dan sari kacang ijo. Karena biasanya tiap kali riding, malam nya setelah makan nasi .langsung kantuk yang hebat menyerang.
Luar biasa, setelah riding 2 jam dari Pasirian tidak ada gejala mengantuk sama sekali dan malahan konsentrasi semakin meningkat. Ini yang telah lama saya cari, anti ngantuk.Dan menu ini akan terus saya pertahankan bila long trip.
Menjelang masuk kota Jember ada 2 motor Honda Tiger yang masing2 berboncengan mulai menguntit saya.Sempat saya agak curiga, namun akhirnya mereka menyapa saya dengan ramah dan mengajak untuk kumpul ke tempat kopdar mereka di alun2 kota Jember. Karena tujuan pulang masih jauh ajakan itu saya tolak secara halus dan sebagai gantinya mereka berdua membuka jalan saya disaat traffic ramai di jantung kota Jember,yang sangat padat pada malam Minggu itu.
Setelah Jember, satu persatu kota Mayang,Sempalan,Kalibaru dan Genteng saya lewati yang akhirnya saya tiba di Ketapang pukul 01.30 Minggu dinihari. Tidak lama menunggu, ferry pun bertolak mengantarkan saya menuju Gilimanuk.
Sisa jarak 133 km dari Gilimanuk - Denpasar saya lahap dengan santai tanpa ada rasa kantuk menyerang. Mantap kali lah pulak menu saya yang baru itu.
Pukul 05,00 Minggu subuh saya tiba di Denpasar dengan total jarak di GPS 810 km dan total waktu 27 jam, yang artinya meleset 3 jam dan 10 km dari rencana semula. I'm back in one piece.Setelah sholat subuh saya mencoba untuk langsung tidur , namun mata sulit dipejamkan karena masih terbayang nikmat nya dimalam gelap tadi cornering sendiri di daerah Pronojiwo dan Piket Nol. Wonderful bin ajiib..
Nikmat nya solo trip memang sulit untuk diceritakan dengan kata2...words could not expressed how much it means to me..
Sampai jumpa dalam cerita trip saya berikut.Salam adventure..
Peta lokasi Ranupane |
Sabtu 3 Mei 2014 dinihari pukul 02.00 WITA saat kota Denpasar mulai tertidur pulas, Scorpy yang sudah saya pasang side panniers melesat meninggalkan pusat kota Denpasar. Menjelang kota Tabanan, lalulintas masih terlihat hidup dengan satu dua kendaraan berlalu lalang. Tabanan pun lepas dari pandangan mata.
Sekitar 2.5 jam perjalanan saya tiba di Gilimanuk, yang sepi sekali pagi itu. Dengan membayar tiket ferry Rp.19.000 saya langsung masuk ke perut ferry yang sudah standby. Hanya berselang sekitar 30 menit, ferry pun bertolak ke Ketapang.
Masih pagi. sekitar pukul 06.30 WIB saya mendarat di Ketapang dan langsung menuju SPBU terdekat untuk mengisi BBM.Dengan pikiran supaya tidak mengisi dijalan, tangki sebesar 23 liter itu saya isi full. Dan ini pula lah kesalahan saya yang pada rute berat Senduro-Ranupane cukup merepotkan.
Kota Banyuwangi pagi itu tengah menggeliat bangun, terlihat dengan mulai tampaknya kesibukan aktivitas para pelajar yang berangkat ke sekolah dan pasar mulai ramai. Namun belum terjadi kemacetan.
Setiba di kota Glenmore, atau sekitar 48 km dari Banyuwangi, perut mulai minta diisi dan sepiring nasi pecel cukup memadai menjawab kebutuhan pagi itu.
Nasi pecel di Glenmore |
Tidak lama, saya sudah memasuki kawasan Gumitir. yang dikenal dengan jalan berlikunya. Nikmat sekali pagi itu sudah disuguhkan trek yang nyaman untuk cornering.Silahkan klik video dibawah ini.
Kira2 satu jam berlalu, stang saya sudah terpasang dan sangat nyaman terasa dalam genggaman saya. Perjalanan lanjut ke Lumajang dengan jarak sekitar 62 km dari Jember. Hari mulai siang dan panas dan saya dalam kondisi 1 jam behind schedule. Throttle gas saya plintir lebih dalam dengan harapan bisa meng-kompensasikan waktu yang hilang untuk urusan stang.
Masuk kota Lumajang , saya mulai mencari arah ke Senduro.Tidak terlalu sulit karena memang sudah ada waypoint nya di GPS Navitel saya. Tiba di kota Senduro saya langsung mampir ke Indomaret guna membeli perbekalan air minum isotonic pencegah dehidrasi dalam rute menuju Ranupane.
Pada awal memasuki petunjuk arah ke Ranupane di tengah kota Senduro, tertulis 29 km , dan jalan pun masih oke. Namun baru berjalan sekitar 5 km semuanya berubah drastis. yang tadinya aspal mulus diselingi sedikit terkelupas, berubah menjadi batu2 kasar. Ada yang batu tanam dan tidak jarang terhampar batu lepas sebesar bola tenis. Kesalahan saya sewaktu mengisi bensin di Banyuwangi. isi full. Jarak tempuh hanya sekitar 210 km ke Senduro , sehingga di tangki motor masih tersisa sekitar 15 liter yang selain cukup berat juga membuat motor menjadi susah di handle karena bensin itu koclak kiri kanan. Sempat terfikir untuk membuang sebagian bensin, dan sisakan sekitar 5 liter saja, tapi niat itu saya urungkan, karena sayang juga.
Tidak ada gaya para adventurer expert, seperti berdiri di footstep atau apapun yang dapat saya praktekkan, melainkan hanya dengan cara konvensional, extra precaution. turun kaki saja dengan speed sangat rendah. Karena batu2 lepas itu setiap saat akan mampu membuat roda depan kehilangan traksi dan berakhir dengan gubrak. Maen aman aja deh, toh gak ada kamera TV yang mengexpose :)
Pada saat motor saya kepater, ban belakang nyangkut disela bebatuan besar, kebetulan lewat seorang anggota Babinsa setempat dengan mengendarai New Vixion dinas bercat hijau. Dengan ramah beliau menyapa dan menawar kan untuk jalan bareng keatas. Namun saya menolak secara halus dan mempersilahkan beliau untuk melanjutkan tugas patroli nya keatas. Let me solved my own problem all by myself. Aquuh rapopo :)
Selang beberapa kilometer saya ketemu jalan aspal agak mulus dan memasuki pintu gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru itu.
Jalan yang disebut sebagai sudah di beton /cor itu ternyata hanya sedikit2 saja. terkadang hanya 100 meter, putus, ketemu batu2 besar. Tercatat ada beberapa kali agak panjang jalan beton nya seperti yang terlihat di video ini.Silahkan klik.
Kian lama angka petunjuk jarak ke Ranupane di GPS saya berubah ,dari kepala dua menjadi kepala satu dan akhirnya tinggal 1 digit. Semangat saya mulai terpompa kembali ketika angka yang satu digit itu pun mulai mengecil dari 9 akhirnya tinggal 3 km. Jalan pun pada 3 km terakhir sebelum Ranupane berubah menjadi aspal agak mulus walau hanya selebar 2 meter efektif lebar aspal nya. Saya plintir gas makin dalam dan lambat2 terlihat lah desa Ranupane. Sebelum memasuki desa itu, ada pintu masuk dikiri jalan bagi pendaki yang akan menaklukkan gunung tertinggi di pulau Jawa itu. Indah sekali desa dikaki gunung ini.
Terlihat sebelah kiri .jalan setapak jalur pendakian gunung Semeru |
Tidak jauh dari lokasi pintu masuk pendakian , saya tiba di pusat desa dimana terdapat kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Setelah berbincang dengan salah seorang staff piket disitu saya mendapatkan gambaran yang utuh mengenai Taman Nasional tersebut termasuk semua akses menuju /keluar dari Ranupane. Saya memutuskan untuk exit dari Ranupane melalui rute ke desa Tumpang yang konon selain lebih bersahabat juga lebih menarik panorama nya karena akan melewati lokasi desa Jemplang yang terkenal dengan view Teletubbies nya . Beliau menawarkan saya untuk masuk ketepi danau Ranupane yang berjarak sekitar 300 meter dari Kantor itu, namun karena motor harus ditinggal ,niat saya urungkan.
Kantor Taman Nasional |
Petunjuk rute |
Satelah mengabadikan view sekitar Kantor Taman Nasional, perut semakin lapar karena sudah pukul 14.00 siang dan kebetulan ada warung bakso yang tengah ramai dikunjungi para pecinta alam yang selesai camping di Ranupane. Karena sudah 4 bulan jalur pendakian Semeru ditutup dan segera akan dibuka rencana nya tanggal 5 Mei ini. Langsung saya ayunkan langkah ke warung tersebut dan memesan seporsi bakso + lontong. Ini adalah the highest level bakso I ever eat, karena dimakan dalam posisi ketinggian 2043 mdpl. Lumayan kenyang dan mendung pun semakin berat. Setelah makan, saya mampir ketoko souvenir Mahameru disebelah warung bakso.Sempat saya sambar 2 pcs kaos kenang2an bermotif pendakian Semeru yang kebetulan hanya tersedia ukuran besar untuk si kembar dirumah.
Warung bakso di Ranupane |
Bakso high level - 2043 mdpl |
Benar saja , belum 1 km saya pacu Scorpy, butir2an air sudah mulai membasahi visor helm dan memaksa saya untuk menepi dan memasang perabotan hujan alias rain-gear seperti jas hujan dan mengganti sepatu dengan AP Boots. Hujan semakin lebat dan jalur mendaki dari Ranupane semakin licin. Beberapa kali motor slip dan kepater. It's real one of the hell story anyway.Sempat terlintas saat itu bahwa saya harus mengambil short-course riding under severe condition. Tapi lebih baik learning by doing aja kan ? Sesuai kemampuan fisik dan usia.
Saat memasuki Jemplang, terlihatlah pemandangan yang sungguh indah, yang kerap disebut padang Teletubbies itu.
Masuk kawasan Jemplang |
Padang Teletubies |
Created by nature |
I'm standing high |
Speechless |
Karena sudah banyak tekor di waktu, perjalanan lanjut saja sampai tiba di Pasirian. Banyak rumah makan yang buka malam itu ,namun saya akan mencoba menu makan baru yaitu tanpa nasi. Saya hanya makan roti sepotong + jeruk 2 pcs dan sari kacang ijo. Karena biasanya tiap kali riding, malam nya setelah makan nasi .langsung kantuk yang hebat menyerang.
Luar biasa, setelah riding 2 jam dari Pasirian tidak ada gejala mengantuk sama sekali dan malahan konsentrasi semakin meningkat. Ini yang telah lama saya cari, anti ngantuk.Dan menu ini akan terus saya pertahankan bila long trip.
Menjelang masuk kota Jember ada 2 motor Honda Tiger yang masing2 berboncengan mulai menguntit saya.Sempat saya agak curiga, namun akhirnya mereka menyapa saya dengan ramah dan mengajak untuk kumpul ke tempat kopdar mereka di alun2 kota Jember. Karena tujuan pulang masih jauh ajakan itu saya tolak secara halus dan sebagai gantinya mereka berdua membuka jalan saya disaat traffic ramai di jantung kota Jember,yang sangat padat pada malam Minggu itu.
Setelah Jember, satu persatu kota Mayang,Sempalan,Kalibaru dan Genteng saya lewati yang akhirnya saya tiba di Ketapang pukul 01.30 Minggu dinihari. Tidak lama menunggu, ferry pun bertolak mengantarkan saya menuju Gilimanuk.
Merapat di Ketapang |
Pukul 05,00 Minggu subuh saya tiba di Denpasar dengan total jarak di GPS 810 km dan total waktu 27 jam, yang artinya meleset 3 jam dan 10 km dari rencana semula. I'm back in one piece.Setelah sholat subuh saya mencoba untuk langsung tidur , namun mata sulit dipejamkan karena masih terbayang nikmat nya dimalam gelap tadi cornering sendiri di daerah Pronojiwo dan Piket Nol. Wonderful bin ajiib..
Nikmat nya solo trip memang sulit untuk diceritakan dengan kata2...words could not expressed how much it means to me..
Sampai jumpa dalam cerita trip saya berikut.Salam adventure..