Friday, October 3, 2014

Trip to Kawah Ijen 20-21 Sep 2014

Kawah Ijen terletak 42 km dari kota Banyuwangi dan pilihan saya pada weekend yang lalu. Beberapa waktu yang lalu saya pernah mencoba untuk mendaki Kawah Ijen ini namun gagal karena salah timing, yaitu saya mencoba naik dengan start pukul 09.00 dari Paltuding. Setelah itu saya berusaha untuk mencari waktu yang tepat untuk mendaki kawah Ijen ini, namun baru weekend kemaren ini dapat terpenuhi.

Kawah Ijen merupakan salah satu daerah tujuan wisata andalan Jawa Timur.  Tempat wisata ini terletak di perbatasan antara kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso dengan koordinat  8° 3´ 30″ LS dan 114° 14´ 30″ BT.  Kawah Ijen menurut catatan Direktorat Vulkanologi terjadi akibat letusan gunung api Merapi dan Ijen.  Ukuran kawah saat ini 1.160 x 1.160 m pada ketinggian 2.386 m dpl, sedangkan danau kawah berukuran 910 x 600 m pada ketinggian 2.148 m dpl.
Peta Ijen


Jalan menuju kawah Ijen hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 3,2 km dari Pos PHPA Paltuding.  Duapertiga perjalanan ditempuh dengan cukup berat karena cukup menanjak.  Setelah sampai di pos Bunder maka perjalanan tidak terlalu berat karena sudah agak landai medannya.  Perjalanan naik ke kawah bisanya ditempuh 1,5-2 jam.  
Hampir tidak ada persiapan saya dalam memgunjungi obyek wisata yang mulai menggeliat rame ini.
Sabtu pukul 02.00dari Denpasar. Dan tujuan saya sebelum ke Ijen mau muter2 ke Jember dulu.  Sehingga dapat pas sebelum magrib tiba di Paltuding, yaitu base camp area sebelum mendaki ke kawah Ijen.Adapun jadwal pendakian telah ditetapkan diatas jam 00.00 karena apabila dipaksakan mendaki sebelum pukul 00.00 akan resiko kena uap belerang yang dapat membuat nafas menjadi sesak.
Gilimanuk

 Tidak banyak yang dapat saya ceritakan dalam perjalanan selama di Jember selain hanya cuaca yang sangat panas menyengat. Sehingga yang tadinya saya akan mampir ke Tanjung Papuma , namun karena waktu nya sangat pas pas an akhirnya dari Jember saya putuskan untuk menuju Paltuding.
Lunch ayam goreng di Jember
Dari Jember saya memilih jalan terdekat ke Paltuding yaitu melalui kota Bondowoso. Ditengah teriknya matahari siang itu saya , selepas makan siang di kota Jember saya menuju Bondowoso. Sekitar pukul 15.30 saya memasuki kota Bondowoso. Saya ikuti saja petunjuk dari Garmin 60 CSx yang mengarahkan saya melewati alun2 kota Bondowoso. Namun traffic mulai tersendat  dan akhirnya menjelang tiba di alun2 terdapat road-block dari Kepolisian dan traffic flow diarahkan menuju jalan alternatif untuk keluar kota.

Ditengah saya melihat GPS yang sedang re-routing , tiba2 ada motor mendekati dan menyapa saya. "om Tony mau kemana ? " ternyata itu adalah bro Tiyo yang memang adalah warga Bondowoso. Surprised juga saya, tiba2 ada yang mengenali saya pada sebuah kota yang masih  asing bagi saya.Akhirnya saya dipandu melalui jalan2 tikus untuk keluar kota Bondowoso  yang sore itu macet total karena ada event Fun Bike : Surabaya - Banyuwangi yang melewati Bondowoso. Setelah sempat ber-bincang2 sebentar dengan Tiyo dibatas kota Bondowoso, saya langsung melanjutkan perjalanan ke Paltuding.

Cerah sekali cuaca sore itu sehingga tidak terasa saya sudah memasuki kawasan perkebunan karet, sengon yang terletak sebelum  Paltuding. Dan malam pun menjemput senja pada posisi sekitar 3 km sebelum Paltuding.
Menjelang malam dekat Paltuding

Sunset di Paltuding
Tepat 5 menit sebelum azan magrib saya tiba di desa Paltuding. Ramai sekali sore itu di Paltuding. Dekat kantor /loket ,masuk Kawah Ijen terdapat sebuah  camping ground yang dipenuhi oleh tenda2 pengunjung yang akan mendaki malam itu. Riuh sekali suasana di tenda2 itu oleh canda tawa para remaja2 yang sedang mengelilingi sebuah api unggun.Dan dari sebuah tenda terdengar lagu Strawberry Fields nya The Beatles. Sejenak ingatan saya melayang ke tahun 1975 dengan kejadian yang sangat mirip sekali yaitu saat saya berada di Cibodas, camping sembari menunggu timing untuk naik ke puncak Gn.Pangrango. Dan itu sudah hampir 40 tahun yang lalu. Sungguh sebuah dejavu.

Setelah puas menikmati riuhnya suasana di camping ground, saya mencari sebuah warung untuk sekedar mengisi perut dan mencoba untuk mengechek email2 yang masuk. Namun , sial sekali tidak terdapat satupun signal HP yang berfungsi. Serasa berada dalam dunia lain saja, rasa nya. Untuk obyek wisata yang sudah mendunia karena blue fire nya seperti Kawah Ijen ini.sarana komunikasi seperti sinyal HP yang memadai harusnya bukan lagi masalah. Perlu perhatian yang lebih serius dari pihak pemerintah, apabila obyek wisata Kawah Ijen ini ingin lebih dicintai dunia.

Dan setelah ber-tanya2 dengan ibu warung, saya dapat informasi, bahwa ada sinyal Telkomsel, namun harus masuk sedikit ke tengah semak2 diarea pendakian arah ke Kawah Ijen. Apa boleh buat, selain untuk mengecheck email saya juga perlu untuk menelpon ke rumah. Gelap sekali , jalan setapak menanjak saya selusuri dan akhirnya setelah berjalan sekitar 30 menit saya menemukan signal Telkomsel.

Setelah menelpon kerumah, dan mengecheck email2 yang masuk, saya turun dengan setengah berlari ke base camp dibawah. Setiba di base camp, suasana semakin ramai karena mulai berdatangan  wisatawan domestik serta mancanegara dan juga para backpacker yang sudah tidak sabar untuk menyaksikan keindahan blue fire yang berada dibibir kawah Ijen. Sempat saya bertanya keibu warung tentang tarif pemandu wisata yang dapat mengantar hingga pucak Kawah Ijen dan saya dapatkan keterangan bahwa tarifnya adalah Rp.150.000. Wah lumayan mahal juga, walau setelah saya coba tawar, turun menjadi Rp.100.000. Saya coba hidupkan GPS Garmin saya, dengan maksud sekedar membuat waypoint menuju puncak Kawah Ijen. Ternyata,  single track menuju puncak nya sudah terdapat dalam preloaded map nya Garmin. Alhamdulillah, ngirit ongkos bayar guide cepek ceng.

Tidak kurang sekitar 50an turis dari mancanegara yang di dominasi oleh turis2 Belanda, Perancis dan Jerman tengah ngeriung di warung2 yang ada disekitar base camp sembari menanti saat yang tepat untuk memulai pendakian.

Mulai pukul 24.00, pintu pendakian ke Kawah Ijen telah dibuka oleh petugas, dan para wisatawan pun secara bergantian mulai berjalan mendaki ke arah Kawah Ijen. Setelah mempersiapkan barang2 yang akan saya bawa dan logistik beupa biskuit dan beberapa botol Aqua ukuran kecil kedalam ransel, maka tepat pukul 02.00 dini hari saya putus kan untuk mulai mendaki.

Ready to climb

Pada awal pendakian, kemiringan trek nya belum begitu terasa terjal.Perlahan tapi pasti saya ayunkan langkah  dan setelah berjalan sekitar 600 meter betis dan paha mulai terasa keras. Maklum, sudah hampir 40 tahun sudah tidak terlatih lagi untuk mendaki gunung. Ini juga saya mendaki, tanpa persiapan fisik sama sekali, bahkan stretching pun tidak saya lakukan sebelum memulai pendakian. Ditambah lagi dengan penyakit thyroid yang sudah 5 tahun lebih menggerogoti saya membuat pendakian malam itu mulai berat. Tapi semangat saya yang extravaganza jualah yang mampu menggerakkan langkah demi langkah kaki saya menuju puncak Kawah Ijen.

Sesekali saya berhenti untuk mengumpulkan nafas dan minum aqua yang saya bawa di ransel. Memang, malam itu cukup ramai orang2 yang mendaki ke kawah Ijen. Sehingga walau saya berangkat sendiri. tidak terasa sepi. Setiba di km 1.45, mendadak angin kencang sekali menyapu jalan setapak yang kami jalani,seraya menerbangkan debu dan pasir, sehingga tiba-tiba saya merasa "buta" karena mata yang terkena badai - pasir. Saya dan beberapa pendaki yang lain langsung mengambil posisi berlindung di cekungan lereng tebing, guna menghindari dari badai pasir dan patahan ranting2 yang relatif besar yang dapat menghantam wajah/kepala kita.

Langkah demi langkah saya ayunkan dan trek pun semakin terjal hingga mencapai Pondok Bunder. Badai pasir kencang yang datang berulang, kali memaksa saya dan beberapa pendaki lain nya untuk berlindung di sisi tebing. Dengan susah payah, saya tiba di Pondok Bunder, yang merupakan check point terakhir menjelang pucak Kawah Ijen. Di warung ini sudah penuh sesak oleh para pendaki yang tengah berlindung dari terpaan badai pasir.

Melihat jarun jam yang terasa berputar cepat, dan tanpa saya sadari sudah menunjukkan pukul 03.30.Saya putuskan untuk meninggalkan Pondok Bunder dan ditengah kencang nya angin yang membawa pasir, saya confident melangkah menuju puncak Kawah Ijen, demi melihat blue fire itu.

Sekitar pukul 04.15 saya sudah tiba dibibir kawah Ijen dan dari kejauhan terlihat blue fire yang sudah menyihir perhatian dunia, karena merupakan fenomena langka.Saya coba mengambil foto nya, namun berhubung camera saya tidak dilengkapi zoom yang memadai, maka hasil foto nya kurang bagus dibandingkan pandangan mata saya saat itu. Saya coba juga untuk mencari referensi foto2 blue fire itu hasil dari camera yang lebih canggih hasil reportase dari mancanegara, dan hasil nya sungguh menakjubkan.
Blue fire dari kejauhan

Lebih jelas lagi blue fire nya
Courtesy of Olivier Grunewald
Sesaat saya terpana melihat keindaan alam ini, dan tanpa terasa, fajarpun mulai menyingsing. Ceria sekali suasana dipuncak Kawah Ijen  pagi hari itu. Para pengunjung seakan berebutan untuk mencari lokasi terbaik guna berfoto bersama , maupun sekedar selfie.

Puas menikmati keindahan Kawah Ijen, segera saya melangkah turun untuk segera kembali ke base camp. Dalam perjalanan turun tampak tegak dengan megahnya Gn.Meranti disela-sela jalan setapak.
Jalan setapak turun
Gn.Meranti
Tidak lama berjalan menuruni jalan setapak, saya tiba kembali di check point Warung Bundar, yang pagi itu penuh sesak oleh para pengunjung yang baru turun untuk sarapan.
Relaxing di Pondok Bunder
Coffee time
Wajah ceria dan menyantap pop mie
Souvenir khas  Kawah Ijen di Pondok Bunder
Ketika turun dari Pondok Bunder, saya sering berpapasan dengan pengunjung yang baru saja mulai mendaki. Tidak kurang, ada sekitar 15 orang lansia dari mancanegara, masih gagah melangkah naik,walau sudah ditopang dengan tongkat. Rupanya memang blue fire Kawah Ijen sudah menyihir dunia. Tidak begitu lama saya sudah tiba kembali di base camp Paltuding. Setelah memasukkan barang/ ransel ke panniers, segera saya tinggalkan Paltuding.

Jalan berliku menurun menuju Banyuwangi sangatlah menyenangkan pada pagi hari itu. Setiba di Banyuwangi saya sempatkan sarapan soto ketupat kikil nya yang nikmat. Dari Banyuwangi saya langsung menuju Ketapang untuk langsung menyeberang ke Gilimanuk.

Sekitar pukul 15.00 WITA, hari Minggu tanggal 21 September 2014  saya tiba kembali di Denpasar. Sungguh sebuah trip singkat yang sangat berkesan. See U next trip guys...