Trip West Coast Discovery a.k.a Sumatrex II ini adalah kelanjutan dari trip 2 (dua) tahun yang lalu.Apabila trip yang lalu mengambil rute jalinteng (jalur lintas tengah) dan kembali ke JKT melalui jalintim (jalur lintas timur) dan start finish dari Jakarta, namun kali ini ada perbedaan sedikit, dimana start dan finish dari Denpasar dan rute berangkat mengambil jalinbar (jalur lintas barat) dan kembali melalui jalinteng ( jalur lintas tengah).
Peta route
Tujuan utama trip saya kali ini adalah guna meng-explore jalur lintas barat yang membentang dari Kotaagung di Lampung bagian barat hingga Padang di Sumatera Barat.Konon , jalur ini masih terbilang sepi.karena masih jarang angkutan umum berupa bus antar kota yang melewati route ini kecuali mobil2 travel dan bila memungkinkan saya kan mengunjungi kebon teh terbesar di dunia yaitu Kebun Teh Kayu Aro.
Kebun Teh Kayu Aro terletak di Sungai
Penuh, Kerinci, Jambi. Kebun teh ini memiliki beberapa keistimewaan.
Pertama, ini adalah kebun teh tertua di Indonesia telah ada sejak masa
penjajahan Belanda pada tahun 1925. Kedua, kebun teh ini adalah yang
tertinggi dan terluas kedua setelah Kebun Teh Darjeeling di India.Luas kebun teh Kayu Aro sekitar 2500 ha
dan terletak di ketinggian 1600 meter dpl. Ketiga, teh di perkebunan ini
merupakan teh ortodox atau teh hitam yang merupakan teh berkualitas
tinggi. Menariknya, pemrosesan daun teh dari kebun masih menggunakan
cara tradisional. Serbuk – serbuk teh tidak menggunakan pewarna maupun
pengawet.Bahkan, untuk menjaga kualitasnya, para pekerja dilarang untuk memakai kosmetik
saat mengolah daun teh tersebut. Oleh sebab itu, tidak heran jika teh
dari sini menjadi teh kegemaran Ratu Belanda dan Ratu Inggris pada
masanya
Perkebunan Teh
Kayu Aro didirikan pada tahun 1925 oleh Namlode Venotchaat Handle
Veringing Amsterdam, sebuah perusahaan milik Belanda. Pada tahun 1959,
kebun teh ini menjadi milik pemerintah RI dengan pengolaan dan
pengawasan di bawah PT Perkebunan Nusantara VI. Sampai saat ini
perusahaan tersebut yang melakukan pemeliharaan, pemetikan, pengolahan,
pengemasan, hingga pengeksporan ke berbagai negara.
Perkebunan Teh Kayu Aro setiap tahunnya mampu menghasilkan 5.500 ton teh hitam. Teh unggulan ini diekspor ke Rusia, Eropa, Asia Tengah, Amerika Serikat, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Pakistan
Perbedaan lain adalah .bila trip yang lalu menggunakan motor matic Suzuki Skywave 125 dan berdua dengan rekan Fauzan . maka kali ini saya kembali ke "khitah" dengan riding sendirian menggunakan Yamaha Scorpio.
Persiapan Scorpy memang dari jauh hari sudah saya lalkukan ,meliputi sistem kelistrikan, dengan mengganti seluruh kabel body dengan yang baru, mengganti spul dinamo dengan yang baru dan merubah langsung menjadi sistem full DC, sehingga angka di voltmeter menunjukkan 15.8 - 16.5 volt dalam keadaan lampu utama nyala. Cukuplah untuk menerjang kegelapan malam pulau Sumatera.
Pada hari Rabu, tanggal 23 Juli 2014, pukul 13.00 ,saya start dari Denpasar menuju Jakarta. Sengaja saya pilih waktu siang hari untuk start, agar tiba di Glimanuk masih sore dan belum banyak pemudik yang akan menyeberang. Biasanya mereka tumplek sehabis buka puasa baru start dari Denpasar. Jadi sekitar pukul 21,00 keatas akan dipastikan panjang antrean nya. Tepat perkiraan saya, tiba di Gilimanuk, pukul 15.30 atau 2,5 jam perjalanan dari Denpasar, antrian di Gilimanuk sepi sekali, sehingga saya langsung naik ke ferry. Lega rasanya terbebas dari antrean panjang yang biasa terjadi dalam masa mudik lebaran.
On board ferry Gilimanuk - Ketapang
Dari Ketapang saya jalan santai saja dengan maksud menyimpan tenaga, karena titik tujuan akhir saya adalah Padang bukan Jakarta. Kota demi kota saya lewati,mulai ada bunyi mesin yang tidak enak dikuping. Setelah saya call mekanik di Denpasar, katanya itu hanya suara tensioner rantai keteng. Tapi tetap saya tidak percaya.Saya kontak Koperasi Yamaha Scorpio di Petamburan Jakarta untuk janjian periksa motor, setiba di Jakarta.
Rest di Mantingan - panniers Badak Hitam 27 liter setia menemani
Es kelapa muda -musafir /tidak berpuasa dulu
Overnite in Rawalo
Sebelum masuk Rajapolah, hari Jum'at pagi, lalin dialihkan masuk kota Tasikmalaya, yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan sekitar 2 jam karena kemacetan yang luar biasa dikota Tasikmalaya. Lepas kemacetan di Tasikmalaya, saya masih dihadang kemacetan di Malangbong dan Nagrek. Alhasil saya masuk kota Bandung sudah sore menjelang malam, yaitu sekitar pukul 18.00. Karena stamina drop , saya memutuskan untuk beristirahat sembari mencari oleh2 dan akan lanjut ke Jakarta selepas magrib.
Sekitar pukul 20.00 Jum'at malam itu, saya restart ke Jakarta . Baru saja saya naik ke flyover Pasopati, ban belakang saya sudah kempes, terkena ranjau paku. Saya ber-upaya untuk mencari tukang tambal ban disepanjang Jl,Pasteur yang pada malam itu sudah pada tutup, dan sebagian besar sudah pada mudik. Akhirnya ketemu juga satu2nya tukang tambal ban, yang mana sudah mengantri 3 motor dan 1 mobil yang kena ranjau di posisi yang sama dengan saya kena ranjau tadi.
Flyover Pasopati - Bandung
Pukul 23.00 baru kelar ban ditambal, saya lanjut ke Jakarta. Namun rasa mengantuk yang sangat parah, memaksa saya untuk minggir dan stop di SPBU daerah gunung kapur Cimahi. Menjelang subuh perjalanan saya lanjut dan setiba di Cianjur saya memilih jalur Jonggol, karena menurut informasi via twitter, jalur Puncak dan Sukabumi sudah dipadati pemudik.
Nasib kurang baik masih membuntuti saya, tepat pada sebuah tanjakan di daerah Jonggol,Garmin Etrex 30 saya lepas dari bracket dan terhempas di aspal. LCD pecah. Walau masih ada satu GPS lagi namun Etrex 30 ini sangat reliable. Setelah mengecheck biaya perbaikan yang lumayan mahal, saya lupakan dulu niat untuk memperbaiki nya.
Sabtu, 26 Juli pukul 14.00 , setelah dihadang kemacetan mulai dari Mekarsari hingga Cibubur, saya tiba di rumah di Jakarta.Baru istirahat 1 jam,SMS masuk dari Koperasi Yamaha Scorpio, bro Yunanto, mengabarkan bahwa mekanik sudah ready, Saya langsung meluncur ke Petamburan. Mekanik, sdr Hafid.baru saja mendengar suara mesin, langsung menyimpulkan bahwa itu bukan suara rantai keteng kendor, melainkan jauh lebih serius. Itu adalah suara kruk as. Waduh ? Setelah mesin agak dingin, cover mesin bagian kanan dibuka , terlihat langsung penyebabnya adalah karena ada seal oli yang salah pemasangan nya sehingga flow oli dari oil-pan ke bagian atas tidak normal. Dan itu sudah berjalan hampir setahun , beruntung tidak sempat macet mesin nya. Dan Scorpy pun saya tinggal untuk menjalani proses rawat inap selama 2 hari.
Lebaran ke 2 hari Selasa, tanggal 29 Juli pagi, Scorpy saya ambil dari bengkel,sudah dalam kondisi prima dengan penggantian parts : crankshaft, conrod dan bearing crankshaft. Siang itu masih ada silaturahmi keluarga dirumah saya. Selesai acara, langsung Scorpy saya isi bensin full dan siap untuk melibas Sumatera pada esok hari.
Setelah bersilaturachmi lebaran dengan kerabat di Jakarta, maka moment
yang telah lama saya tunggu tiba juga. Hari Rabu, yang bertepatan pada hari
lebaran ke 3, sejak pukul 13.00 saya sudah sibuk dengan packing barang2.
Tepat pukul 17.00 dengan mengucap Basmallah , Scorpy saya pacu
ke arah Merak. Target saya adalah agar dapat start dari Bakauheni pada
subuh keesokan hari nya, supaya malam nya pukul 21,00 sudah masuk kota
Bengkulu untuk nite stop.
Bersiap start ke Sumatera
Sekitar pukul 19.30 saya memasuki kota Tangerang dan berhenti sejenak untuk makan,dengan pilihan menu adalah sop kaki sapi. Selesai makan perjalanan lanjut ke Merak. Didekat kota Cilegon saya disapa seorang rider mengendarai Yamaha Byson, yang bernama bro Bucek dan pasangan yang tujuan kota Bengkulu. Kami berjalan beriringan menuju Merak, dan sejenak terpisah kala hendak menaiki ferry.
Setelah membayar tiket ferry sebesar Rp.39.000 saya langsung naik ke deck 2 ferry KMP Dharma Rucitra 1 yang masih terlihat baru dan bersih itu. Penumpang pun sudah agak sepi malam itu sehingga saya dapat leluasa memilih tempat istirahat di ferry itu.
Suasana desk ferry yang mewah
Center stage
Passengers seat
Perjalanan ferry ini lumayan cepat, karena Merak - Bakauheni hanya ditempuh dalam waktu 2 jam. Pukul 02.00 saya sudah keluar dari ferry dan langsung mengisi bensin full di SPBU Bakauheni. Setelah beristirahat sejenak sembari ngobrol dengan bro Bucek di Indomaret Bakauheni, saya melanjutkan perjalanan kearah Bandar Lampung. Lumayan ramai traffic malam itu, karena masih dalam suasana lebaran. Ditengah jalan saya berpisah dengan bro Bucek, karena tidak tahan ngantuk dan berhenti sejenak untuk ngopi.
Keluar kota Bandar Lampung, kearah Pringsewu sejauh 35 km matahari sudah mulai menampakkan sinarnya.Pemandangan kampung yang bersih dan teratur rapih. Jajaran rumah dengan halaman masing2 rata2 ditumbuhi dengan tanaman buah2an,menyiratkan penduduk nya cukup damai dan sejahtera. Lalin mulai dipenuhi dengan warga setempat yang ingin kepasar pagi itu. Sesekali saya berpapasan dengan jongen lokal yang mengendarai motor mereka dengan ugal2an pada jalan yang sangat mulus. Rata2 motor yang dikendarai adalah Yamaha New Vixion atau Suzuki Satria FU.
Tak lama kemudian saya memasuki kota Pringsewu yang mana adalah kota transmigrasi tertua di propinsi Lampung.Dikota ini pula terdapat sebuah Museum Transmigrasi yang terletak tidak jauh dari jalan utama kota ini.
Dari Pringsewu perjalanan saya lanjutkan ke Kota Agung sejauh 58 km dengan melewati desa Gisting yang mulai terasa adem cuacanya. Dari kejauhan nampak gunung Tanggamus menjulang tinggi.Berbagai tanaman kembang menghiasi setiap rumah penduduk didesa Gisting ini seakan memanjakan mata kita yang se-hari2 telah terkontaminasi dengan pemandangan yang sangat membosankan yaitu kendaraan yang padat dan hiruk pikuk kota. Ada secercah kedamaian yang terpancar saat kita melintasi desa ini.
Dari Gisting jalan mulai menurun terus dan berkelok dengan kontur dikanan jalan tebing batu cadas serta disisi kiri jalan menganga jurang yang siap untuk merenggut nyawa bila kita tidak ber-hati2. Namun jalan yang ekstrim ini terbayar dengan pemandangan indah dari Teluk Semaka, yang seakan memanggil saya untuk mampir santai sejenak. Dengan waktu yang ketat, terpaksa dengan berat hati panggilan itu saya abaikan dan lanjut terus ke Kotaagung.
Lepas Kotaagung saya disambut oleh keindahan pantai Terbaya yang tentunya masih jauh lagi untuk mencapai kota berikut, yaitu Krui.Hamparan sawah pada sisi jalan dengan background Bukit Barisan sungguh merupakan ciptaan Nya yang sungguh mempesona. Tidak lepas2 nya saya mengucap Subhanallah sepanjang rute ini. Salah satu manfaat dari longtrip ini tentunya kita dapat merasakan langsung keindahan ciptaan Nya yang akan membuat kita akan selalu mengingat pada Sang Pencipta.
Hutan lindung pertamaTN Bukit Barisan Selatan
View west coast Sumatera
Lunch break
Tidak lama kemudian cuaca berubah lagi menjadi terik dan panas ketika memasuki kota Wonosobo, yang mana kota dengan nama yang sama di Jateng mempunyai iklim cuaca yang berbanding terbalik.Untung terdapat sebuah Alfa Mart di Wonosobo ini guna keperluan saya untuk memperoleh refreshment berupa Porcari Sweat untuk mencegah dehidrasi.
Wonosobo
Menjelang Krui, magrib menyongsong malam ,dan pemandangan sunset yang sungguh menawan pun menambah indahnya sore itu. Walau suasana agak sepi, namun sesekali ada juga mobil2 pribadi pemudik yang melintas.
Sunset dekat Krui
Malam itu ada pemadaman listrik PLN di Krui, sehingga malam pun terasa semakin pekat. Ketika saya mampir pada salah satu toko Indomaret yang buka, mereka menggunakan genset untuk supply listrik toko. Setelah meneruskan perjalanan sekitar 140 km saya tiba kesebuah kota yang agak ramai ,setelah sebelum nya saya menjalani rute gelap pekat pada Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang lumayan panjang. Waspada penuh saya ketika melewati hutan dengan jalan berliku yang tidak ada traffic sama sekali itu.
Kota ini bernama Bintuhan, ibukota Kabupaten Kaur dan waktu telah menunjukkan pukul 21.00 sehingga mata sudah mulai terasa berat, saatnya saya untuk mencari tempat beristirahat. Dengan kata lain, target saya gagal untuk mencapai Bengkulu malam itu karena masih tersisa jarak 227 km lagi.Hal ini disebabkan riding pace saya tidak seperti biasanya, agak lambat dikarenakan menjaga kondisi mesin yang baru saja mengalami penggatian parts jeroan dah khawatir ada masalah lain, saya hanya maintained max 6000 RPM saja.
Hotel Zalfa menjadi pilihan saya malam itu. Dengan tarif Rp.125.000/malam tanpa AC, hotel itu tergolong bersih, dan yang paling penting motor dapat diparkir dengan aman. Tepatnya diparkir di lobby. Betul sekali, di lobby hotelnya :)
Parkir motor di lobby hotel
Malam itu saya ketemu dengan seorang rider dari Pagaralam,Sumsel yang Vixion nya parkir disebelah Scorpy. Dia mengundang saya untuk berkunjung ke Pagaralam, yang belakangan saya ketahui bahwa disana banyak wisata alam, seperti kebon teh, air terjun dan gua megalitic. Okey brother, one day I'll be there.
Jum'at, tanggal 1 August 2014, saya agak telat start dari hotel Zalfa, yaitu pukul 07.00, karena temen dari Pagaralam ini masih ngajak ngobrol dari pukul 06.00 paginya disaat saya sudah bersiap start.
Restart dari Bintuhan
Start pagi itu dengan tujuan berikut adalah kota Manna dengan jarak 70 km, Berharap untuk dapat menemukan tempat sarapan disana, karena pagi itu di Bintuhan belum ada warung makan yang buka. Masih dalam kota Bintuhan,mata saya tertuju kesebuah taman yang terdapat sebuah patung yang menarik,Thema patung itu adalah "the spirit of enterpreunership"
The statue
Tidak berlama-lama ditaman ini saya melanjutkan perjalanan ke kota Manna. Akhirnya di Manna saya menemukan RM Padang untuk sarapan. Usai sarapan perjalanan saya lanjutkan menuju ke kota Bengkulu dengan jarak 157 km. Cuaca semakin panas, sehingga memaksa saya untuk sering berhenti.
Padang Guci / antara Bintuhan - Manna
Sekitar jam 11.30 saya memasuki kota Tais , dan berhubung saat untuk sholat Jum'at tiba saya segera menepi pada sebuah masjid kecil yang tidak terlalu ramai. Mungkin karena masih suasana lebaran, sehingga jamaah hanya memenuhi separuh dari masjid itu.
Jum'atan di Tais
Relatif sepi
Pukul 15.30 saya memasuki kota Bengkulu dan sempat mampir ke bengkel motor untuk mengganti seal oli yang agak rembes dari sisi kiri blok mesin.Tidak lupa saya melakukan refueling untuk melanjutkan perjalanan perjalanan ke kota Padang.
Target berikut adalah kota Muko-Muko dengan jarak 272 km lagi. Melihat jarak rasanya agak mustahil untuk saya paksakan tiba malam ini juga. Tapi saya berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai kota Muko-Muko. Menjelang Ketahun,pemandangan pantai nya cukup indah walaupun ada bagian ruas jalan yang longsor parah yaitu di Desa Urai, Kecamatan Batik Nau, Kabupaten Bengkulu Utara.Hingga saat ini masih banyak ruas jalan di
Bengkulu dalam kondisi memprihatinkan. Tercatat, sekitar 83 persen atau
sepanjang 1.236 kilometer dari total jalan milik provinsi sebanyak
1.560 kilometer mengalami kondisi rusak ringan dan parah seperti foto dibawah, longsor parah dimana hanya menyisakan lebar badan jalan 2 meter saja dan menganga longsoran sedalam 10 meter disisi jalan.
Pantai di Ketahun
Pantai yang indah
Longsor parah
Sejenak saya beristirahat di Ketahun dan sore pun menjelang magrib.Sunset akan tiba dan semakin ramai suasana di pantai yang dipenuhi oleh remaja2 yang sekedar ingin mengabadikan senja itu dalam suasana libur lebaran juga.
Menjelang sunset
Perjalanan saya lanjutkan dan jalan berliku menghiasi perjalanan malam itu.Dan semakin gelap karena jarak antara desa agak berjauhan. Kemudian saya pun memasuki hutan karet yang sangat gelap pekat, Otomatis kewaspadaan saya tingkatkan, mengingat informasi bahwa disekitar hutan karet itu sering terjadi pencegatan alias curanmor. Ditengah saya konsen memperhatikan sisi jalan. kalau2 ada pergerakan yang mencurigakan, eeh malahan ada beberapa pasang kaki "manusia" ukuran tingginya sekitar 2 meter, berwarna hitam pating sliwer disisi kiri kanan jalan dan sesekali menyeberang diiringi bau2 amis aneh gitu. He he he..rame nih penampakan, tapi justru membuat hati saya tenang. Karena biasanya di lokasi "angker" yang suka ada penampakan begitu, kawanan begal jarang beraksi. Saling menghormati wilayah kayak nya :)
Perjalanan saya lanjutkan dan akhirnya sekitar pukul 22,00 saya tiba di desa Pasar Ipuh. Awalnya saya kira sudah dekat ke Muko-Muko, ternyata setelah saya recheck di GPS, masih 100 km lagi. Segera saya mengisi perut dengan makan nasi goreng dekat pasar di Pasar Ipuh dan memutuskan untuk overnite saja, guna menghindari hal2 yang tidak diinginkan.
Losmen di Ipuh
Losmen Damai yang sangat sederhana di Ipuh ini bertarif Rp,80.000/ malam ditambah dengan extra charge Rp,20.000 untuk kipas angin. Lumayan lah saya dapat mandi beristirahat dan men charge gadget + video camera. Keesokan pagi nya, ba'da subuh saya check out dan langsung mencari tempat sarapan terdekat. Alhamdulillah ketemu sebuah warung dan saya pilih menu soto Padang pagi itu. Walau rasa nya kurang mantap, setidaknya saya bisa mengisi perut dan minum obat wajib saya yaitu thyrozol 5 mg untuk penyakit thyroid saya. Praktis seumur hidup saya akan tergantung dengan obat ini.
Early breakfast in Pasar Ipuh town.
Di warung ini saya berjumpa dengan seorang rider dari Padang dengan mengendarai Mio Soul. Dia akan menuju Bengkulu untuk liburan. Dia cerita, sudah hampir kena pepet oleh kawanan begal di Lubuk Pinang atau sebelum Muko-Muko kalo dari arah Padang. Beruntung dia bisa mengambil posisi diantara dua mobil trepel (maksudnya mobil travel, disebutkan dalam logat Minang). Dan akhirnya, karena dia panik, gak jauh dari lokasi pencegatan dari begal itu dia terjatuh karena aspal yang berpasir. Untungnya dia tidak cedera, hanya handle rem belakang nya patah. Singkat kata saya pamit untuk melanjutkan perjalanan.
Masih gelap, dan saya sudah memakai dengan armoured jacket yang anti senjata tajam, sekedar menjaga diri dari sabetan sajam para kawanan begal. Jaket ini saya buat custom di Jakarta, dan karena memang full armoured sampe ke leher,jadi terasa agak berat dipake nya, lebih kurang 4 kg beratnya, Namun saya hanya memakai jaket ini hanya pada lokasi2 rawan tertentu dan tidak lama2, karena pegel juga.
Full metal jacket
Pede dengan full metal jacket, walau masih gelap saya gas terus, sembari berakrobat menghindari lobang2 yang menghiasi rute dari Ipuh ke Muko-Muko sepanjang 100 km itu. Thanks untuk sepasang lampu cree 18 watt dengan driver 60 watt yang terpasang di crashbar, yang sangat membantu menerangi jalan yang berlobang.
Menjelang masuk kota Muko-Muko, terbentang sebuah pantai yang sebagian sudah terkena abrasi pantai sehingga dipasang penyangga beton agar pantai tidak cepat tergerus ombak Samudera Hindia yang ganas.
Pantai dekat Muko - Muko
Hari sudah panas ketika saya masuk kota Muko-Muko. Secara geografis Kabupaten Mukomuko terletak pada 101o01’15,1”–101o51’29,6” Bujur Timur dan pada 02o16’32,0” - 03o07’46,0” Lintang Selatan. Suhu udara kota Mukomuko berkisar antara 21,10 C sampai dengan 34,60 C dengan curah hujan rata-rata 151,2 mm.Sepi sekali kota ini, dan saya hanya ride thru saja, tidak menyempatkan untuk berkeliling kota nya. Sangat prihatin saya melihat keadaan lapangan terbang nya yang sudah abandoned itu..
Bandara Muko-Muko
Dari Muko-Muko, perjalanan saya lanjutkan keperbatasan propinsi Bengkulu dan propinsi Sumbar, yang berjarak 33 km. Makin semangat saya karena tidak lama lagi akan memasuki propinsi Sumbar dan explorasi westcoast akan berakhir di kota Padang. Terik matahari tidak saya hiraukan, dan hanya konsen untuk secepatnya masuk Sumbar. Ada agenda awal juga untuk mengunjungi perkebunan teh Kayu Aro yang terletah dekat kota Sungai Penuh. Sebuah perkebunan teh yang terbesar di dunia. Oke, let see deh.
Tidak terasa, saya sudah memasuki tapal batas propinsi Sumatera Barat, yang sangat sepi sekali lalin nya pagi itu, sekitar pukul 10.00 saya memasuki tapal batas tanah Tuah Sakato. Dunsanak,ambo tibo ko....
Scorpy ditapal batas Sumbar-west coast approached
Tidak jauh memasuki wilayah Sumbar, pada sebuah pasar saya melihat orang berjualan sate Padang dengan gerobak dorong. Hmm..this is my first chance to taste the original sate Padang. Saya langsung menepi dan pesan satu porsi. Memang, beda sekali dengan yang dijual di Jakarta atau Denpasar. This one is genuine taste.
The genuine taste of Sate Padang
Perjalanan saya lanjutkan dan tak jauh dari pasar tadi saya mampir ke SPBU untuk mengisi bensin agak dapat melaju 700 km lagi. Di SPBU itu saya berjumpa dengan 2 orang rider dari Komunitas Jupiter MX Tapan. Kebetulan, karena Tapan adalah T junction untuk menuju Sungai Penuh untuk mencapai perkebunan teh kayu Aro. Mereka menjelaskan bahwa dari Tapan ke Sungai Penuh itu ditempuh dalam waktu 3 jam, walau jaraknya hanya 64 km, karena jalan nya rusak berat. Kemudian dari Sungai Penuh ke Kayu Aro ditempuh dalam waktu 2 jam. Artinya total 10 jam untuk balik ke Tapan (main road) atau bisa juga dari Kayu Aro diteruskan ke Muara Labuh lanjut Alahan Panjang - Lubuk Selasih dan Padang. Ini kurang lebih bisa mencapai waktu 10 jam. Setelah saya pertimbangkan masak2, saya putuskan untuk skip dulu obyek Kayu Aro dan saya akan selusuri terus pantai barat hingga kota Padang.
T Junction di Tapan
Dari Tapan saya lanjutkan ke Balai Salasa dengan jarak 63 km. Panas semakin menyengat dan perut makin lapar sehingga harus segera untuk mendapatkan supply. Gulai ikan nila nya memang lezat pada rumah makan ini. Taste of Padang food..
Lunch time
Selesai makan siang perjalanan lanjut ke arah Painan dengan jarak 70 km dengan melewati daerah Pesisir Selatan. Pada sebuah tempat, di Batang Kapas saya liat banyak mobil2 dengan plat B berhenti pada sebuah warung makan. Terdorong rasa ingin tahu, saya menepi untuk memarkir Scorpy, ternyata warung itu menjual pinukuik, sejenis apem yang manis khas Batang Kapas. Saya ikut mengantri, untuk membeli 10 pcs. Ternyata harganya hanya Rp.1000/pcs. Rasa nya lezat.
Pinukuik sedang dimasak
Terkenal di Sumbar
Lepas dari Batang Kapas, saya memasuki kota Painan pada pukul 16.00, dan mampir ke sebuah tempat servis motor untuk mengganti oli Scorpy. Cuaca mendung berat pertanda akan segera turun hujan lebat. Sepanjang jalan dari mulai Tapan hingga Painan, disisi jalan dipenuhi oleh orang berjualan durian. Iseng saya nanya, ternyata harganya hanya Rp,10.000 dengan ukuran agak besar. Wow..sangat menggoda, namun sayangnya saya sudah memutuskan sejak hampir 2 tahun yang lalu quit duren. Duren Pesisir Selatan ini terkenal lezat dan manis.Aaah..sudah lah.. :)
T Junction dekat Painan
Ganti oli di Painan
Setelah selasai ganti oli saya meluncur menuju kota Padang ditengah guyuran hujan pada senja itu. Jarak Painan ke Padang 80 km itu, yang awalnya lancar, makin mendekati kota Padang terasa semakin padat. Apalagi menjelang masuk kota Padang, pas lagi sunset, sehingga sepanjang pantai nya dipenuhi pada pemudik yang ingin mengabadikan sunset yang cukup indah.
Sunset dekat Padang
Memasuki kota Padang saya mulai coba googling di Tab saya, lokasi tempat penjual oleh2.Akhirnya saya temukan juga namanya pusat oleh2 Christine Hakim yang terletak di Jl.Nipah, Padang. Tidak sulit saya temukan alamat tersebut dan setiba disitu, waah, padat dan ramai sekali oleh pemudik2 yang ingin bawa oleh2 pulang ke kota asal masing2 yang sebagian besar di dominasi oleh mobil2 dengan plat B.
Toko oleh-olehChristine Hakim ini mungkin sudah tidak asing lagi di telinga sebagian orang. karena ini merupakan toko oleh-oleh yang terkenal di Padang. Tokonya luas dan jenis oleh-oleh yang dijual sangat lengkap. ada
aneka keripik khas Padang, rendang telur, rendang paru, kacang tojin,
kacang balado, serundeng, aneka kerupuk, dll. Toko oleh-oleh ini rapi
dan bersih,aneka keripiknya tertata dengan rapi.Selain itu, disini juga
disediakan tester sehingga kita bisa mencoba dahulu sebelum memutuskan
untuk membeli.
Padat di toko oleh2 Christine hakim
Aneka rendang
Setelah memilih beberapa macam oleh2, saya langsung berangkat meninggalkan kota Padang. Sehingga, bila dihitung,maximal hanya satu jam saja saya menginjakkan kaki di kota Padang itu. Memang terkesan aneh, setelah riding 2 hari, tiba diujung destinasi, hanya beli oleh2, langsung cabut ke Jakarta. Dare to be different, brother !
Ditengah perjalanan keluar kota Padang, saya berhenti di warung sate padang pinggir jalan untuk mengisi perut.
Sate Padang
Kali ini saya pilih rute dari Padang langsung ke Solok via Sitinjau Laut, sejauh 61 km. Namun tanjakan nya sangatlah terjal dan apabila siang hari, kita dapat melihat laut dengan pemandangan yang menakjubkan. Rute ini jauh lebih pendek dibanding apabila saya mengambil rute lewat Padang Panjang dan Singkarak menuju Solok yang berjarak 126 km dan belum lagi resiko macet total disepanjang tepi danau Singkarak, yang apabila musim lebaran ini akan sangat padat dipenuhi pemudik.
Arah ke Sitinjau Laut via Indarung
Kota Padang diliat dari Sitinjau Laut
Perjalanan saya lanjutkan menuju Solok yang malam itu cukup lancar sejak titik teratas dari tanjakan panjang Sitinjau Laut dan terus menurun. Target saya adalah untuk beristirahat di Sawah Lunto yang hanya berjarak 25 km dari Solok.
Kota Solok terkenal dengan beras nya yang berkwalitas serta wangi dan sederetan kuliner yang enak, antara lain adalah dendeng batokok yang sangat
gurih dan nikmat.Sejarah masakan khas Solok itu
berawal dari nama tokok yang berarti pukul dalam bahasa Minang-nya,
dimana cara memasak makanan dendeng batokok adalah dengan dipukul-pukul
hingga bahan tersebut menjadi halus. Sehingga banyak masyarakat Solok menyebutnya dengan sebutan batokok ditambah dengan dendeng
yang berbahan daging sapi.
Untuk proses pembuatannya, daging sapi
yang telah di iris menjadi tipis-tipis sekitar 1-2 cm kemudian
dipukul-pukul dengan menggunakan alat yang disebut cobek, hal tersebut
dilakukan agar daging sapi tersebut menjadi lembut dan tidak kenyal.
Selanjutnya daging tersebut dimasak dengan menggunakan berbagai macam
bumbu dapur, seperti; cabai hijau, cabai merah, kunyit, santan dan
garam.
Pemilihan daging sapi yang baik untuk
masakan dendeng batokok adalah pada bagian paha atas atau bagian dekat
ekor, karena dapat memberikan cita rasa yang nikmat dan tidak terlalu
keras.
Sebenarnya kuliner dendeng batokok khas Solok ini sekilas seperti perpaduan antara daging sapi yang sangat
gurih dengan saos balado yang sangat pedas, sehingga akan sangat nikmat
memakannya di siang hari. Jika anda berada di daerah Solok dan
sekitarnya, sempatkanlah untuk menikmati kuliner dendeng batokok dengan
rasanya yang khas dan lezat sekali.
Heading to Solok
Memasuki kota Sawahlunto sekitar pukul 01,00 tengah malam, sudah memasuki hari Minggu dinihari,rasa kantuk sudah tidak tertahankan dan saya langsung menepi pada sebuah SPBU a.k.a Hotel Pertamina...
Welcome to the Hotel Pertamina..such a lovely place....Ya, malam ini saya memutuskan untuk spending my time di SPBU ini. Cool, isn't it ?
Setelah waktu subuh berlalu, Scorpy kembali saya pacu ke arah jalur lintas tengah Sumatera menuju kota berikut adalah Sungai Dareh sejauh 125 km dari Sawahlunto. Pagi itu terasa dingin sekali karena saya memperoleh bonus berupa hujan lebat. Dengan full rain gear, lintasan jalinteng Sumatera saya terabas terus. Jalan cukup licin, mengharuskan saya riding dengan extra precaution. Setelah sekitar 30 km diterpa hujan lebat, saya coba untuk mengembalikan suhu tubuh dengan menepi, bataduah didepan sebuah pasar swalayan, Hujan masih saja membasahi bumi Tuah Sakato..
Ducting from sudden summer rain
Setelah hujan agak reda, perjalanan saya lanjutkan menuju Sungai Dareh. Namun saya baru ingat bahwa saya belum sarapan, pantesan litak bana raso nyo..
Dan tidak lama . saya menemukan sebuah warung kecil, untuk ritual sarapan. memasuki warung, saya langsung senang melihat di etalase makanan terdisplay rendang hitam khas itu, Terbayang nikmatnya sarapan pagi itu, " Tolong nasi jo randang nyo uni" seraya saya placing order. langsung terhidang didepan mata sepiring nasi dengan sepotong rendang berukuran besar, Wow, it's so extravaganza, in my thought. Namun ketika saya mencoba gigit, eh ternyata daging nya melawan dan terasa sangat alot. Ternyata itu daging kerbau yang mungkin sudah senior alias brondong tua.Ha ha ha...Tapi karena lapar sekali pagi itu, setelah melalui perjuangan sengit, kalah juga daging itu dan masuk kedalam perut saya.
Rendang asli Padang menggoda
Tidak ber-lama2 , setelah sarapan perjalanan saya lanjutkan dengan target, sebelum magrib saya sudah tiba di Lubuk Linggau, guna menghindari daerah rawan di Muara Rupit, sebelum Lubuk Linggau. Tak lama kemudian kota Sungai Dareh sudah didepan mata dan perjalanan terus saya lanjutkan. Tiba di perbatasan Sumbar, sejenak saya berhenti untuk minum dan beristirahat.
Salamek tinggal Ranah Minang
Dari perbatasan perjalanan terus berlanjut dan suasana traffic dalam suasana lebaran ini terasa cukup ramai.Pada pukul 13.00 siang saya memasuki kota Muaro Bungo. Kebetulan ada RM Bundo Kanduang yang pada siang itu sangat penuh sesak oleh para pemudik dan warga setempat yang makan siang disana.
Rendang dan sayur pakis
Nikmat sekali saya menyantap rendang hitam yang khas itu ditemani dengan sayur pakis. Setelah beristirahat sekitar 15 menit setelah makan siang m kembali Scorpy saya kebut, guna mengejar target overnite di Lubuk Linggau. Masuk kota Bangko, saya sempatkan untuk refueling sekedar antisipasi kehabisan bensin ketika melintasi ruas rawan di Muara Rupit.
Baru berjalan sekitar 3 km keluar dari kota Bangko, Scorpy kena sebuah lobang dan mendadak rantai putus dan mesin motor mati. Nah, ini dia yang membuat saya bingung, kenapa mesin ikutan mati tiba2 ? . Saya coba start dan tidak bisa sama sekali. Kondisi diluar kota yang tidak ada seorangpun yang bisa saya minta pertolongan. Mau dorong motor kembali ke Bangko, lumayan sekitar 3 km yang kontur jalan nya turun-naik secara ekstrim. Bo siauw juga nih, pikir saya. Tiba2 melintas sebuah motor Satria FU dan ketika saya stop, ternyata dia berhenti. Saya minta tolong di stut ke lokasi bengkel terdekat, Dia bersedia, dan Scorpy pun di stut ( kalo bahasa setempat : di step) ke sebuah bengkel yang terletak ditengah kota Bangko.
Stuck on Lintas Sumatera
Sepanjang perjalanan menuju bengkel saya ngobrol dan ternyata dia bernama Benny dari Komunitas Suzuki Satria FU. Setiba di bengkel, di check, rantai yang lepas disambung kembali , serta di start.Alhamdulillah tokcer. Sebab tadi sewaktu mesin mati, di coba start, seperti bunyi mesin macet/ jam begitu. Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada bro Benny yang sudah bermurah hari untuk stut Scorpy sampai ke bengkel.
Tidak lama kemudian, perjalanan saya lanjutkan menuju Sarolangun. Tiba disitu waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 sore. Dan target untuk overnite di Lubuk Linggau ternyata meleset, karena masih harus menempuh 135 km lagi dari Sarolangun. Saya coba menghampiri sebuah posko mudik polisi yang berada ditengah kota Sarolangun untuk mengkonfirmasi kondisi keamanan dijalan. Malahan jawaban nya kurang meyakinkan, karena dari 3 orang anggota piket, ada yang menyarankan untuk saya membuka helm ketika masuk daerah rawan Muara Rupit, supaya dikira orang dekat sana. Lha "kotak suara" yang saya bawa sebanyak 3 set
piye ? Terus no plat motor B ne kepribhen ? Sampeyan ngawur ae, pak pol :) Ada lagi tteman nya menanyakan : motor ini bisa lari diatas 100 km ? karena biasanya sampe didaerah rawah gitu, bapak akan dikejar ama motor2 sejenis Vixion. Wow, saya mau dijadikan umpan lenci (kelinci) kayak kalo balapan anjing Greyhound gitu ? Nehi lah pak, terlalu tinggi resikonya buat saya, kecuali jalan nya twisty, berani saya, mau dikejar 10 motor begal juga. Lha iki jalan ne lempeng pisan..ya matek saya , pasti kena lah ..wk wk wk
Muara Rupitadalah salah satu daerah yang terletak pada Jalur Lintas Tengah Sumatera
dan biasanya pemudik akan melalui jalur ini. Memang dari dulu daerah
ini di sebut dan di klaim sebagai daerah paling rawan kejahatan pada jalur Lintas Sumatera terutama
untuk para pengendara mobil , ataupun motor. Berbagai cara pun
dilakukan oleh para penjahat seperti menghadang pada kendaraan secara
langsung (direct ambush) , memasang ranjau paku, memasang penghalang pohon yang di
tebang ke arah jalan (barikade) dan sebagainya.Kalau anda berjalan dari Utara atau
tepatnya dari Jambi maka TKP ini
setelah Singkut dan bila anda berjalan dari selatan berada setelah Lubuk Linggau.
Maka disini saya menghimbau untuk para pengendara motor maupun mobil
untuk selalu waspada bila anda melalui daerah ini baik siang ataupun
malam. Kalau anda berkendara di malam hari sebaiknya urungkan niat anda
untuk melalui daerah ini apa bila tak ada jaminan seperti membawa
senjata atau teman. Jangankan sebuah mobil pribadi bus pun mereka tak
segan segan menghadang, makanya untuk para sopir bus sebagian besar
sudah mengetahui akan kerawanan daerahMuara Rupit ini.
Tips Aman :
Jangan berkendara di atas jam 19.00 malam Untuk penendara motor bila kiranya sudah petang menjelang magrib Ini akan beresiko besar sekali.
Untuk mobil hindari berkendara pada tengah malam, kecuali anda
membawa banyak orang atau beberapa mobil/ konvoi, sebaiknya carilah
mobil untuk melintas bersama sama.
Untuk para pengemudi motor bila anda berkendara di siang hari
Sebaiknya jangan memakai helm, baju rapi, atau tas yang sepertinya
mereka bisa menebak bahwa anda bukan penduduk setempat. Maksud saya
jangan gunakan helm adalah agar mereka mengira anda adalah penduduk
sekitar. Saran ini saya dapatkan dari polisi petugas posko mudik.
Hindari berhenti dimanapun itu, baik di warung, di jalan dsb selagi
anda di daerah ini, karena mereka ada dimana mana. Kebanyakan di pinggir
jalan ada yang menjajakan oleh oleh seperti durian, dukuh,manggis dan
sebagainya, tetap jangan sampai anda membelinya.
Untuk anda yang terkena ranjau hindari berhenti langsung dengan
mengecek, apa bila anda sudah tau berada di daerah itu dan ban kempes
silahkan tancap gas saja melaju dengan kencang dan hati hati ingat
jangan sampai berhenti.
Pastikan anda mempunyai mental yang kuat untuk melawan bila sudah kepepet. Bagi pengendara motor, self-defence devices seperti : armoured jacket,taser gun atau electric stunt gun akan sangat berguna guna melindungi diri. Terlebih bagi yang senang riding seorang diri.
Parked safely in Hotel Nafiti
Akhirnya saya putuskan untuk overnite di Sarolangun saja. Setelah sejenak mencari penginapan, saya menemukan Hotel Nafiti yang cukup baik dan bersih dengan tarif Rp.100.000 / malam tanpa AC. Saya langsung check-in dan langsung keluar mencari makan malam serta cemilan.
Hotel Nafiti
Doorway in Hotel Nafiti
Such a messy room
Setelah beristirahat dengan cukup malam itu, maka pada hari Senin tanggal 4 Agustus subuh saya langsung start menuju Lubuk Linggau. Kota Sarolangun seakan masih tertidur ketika subuh itu saya melintas di tengah kota. Sepi sekali...
Bersiap start didepan hotel Nafiti
Menjelang kota Muara Rupit yang rawan itu saya sempatkan berhenti untuk meng-capture sunrise.Agak riskan saya berhenti ditempat sepi di daerah ini. Tapi rasa kagum saya terhadap keindahan sunrise nya mengalahkan rasa takut saya.