Sebetulnya blog ini hanya sequel dari perjalanan saya mulai dari tanggal 16 - 29 December yang sudah pernah saya published secara terpisah. Namun karena ini adalah dalam sebuah time frame yang sama ,maka tidak ada salahnya saya gabung untuk memudahkan membacanya secara utuh.Setelah mengalami sedikit polesan, mudah2an blog ini akan lebih menarik untuk dibaca.
Adapun trip ke Kelimutu berjarak 1.942 km ditambah dengan trip ke Tugu Nanas sepanjang 2.144 km sehingga totalnya menjadi 4.086 km yang saya tempuh selama 13 hari, termasuk istirahat 3 hari in-between , di Denpasar.
Adapun trip ke Kelimutu berjarak 1.942 km ditambah dengan trip ke Tugu Nanas sepanjang 2.144 km sehingga totalnya menjadi 4.086 km yang saya tempuh selama 13 hari, termasuk istirahat 3 hari in-between , di Denpasar.
Pada awalnya kesempatan day-off dan cuti bulan December ini akan saya
pergunakan untuk riding ke pulau Sumba. Namun dengan kondisi cuaca yang
sudah memasuki musim hujan dan jadwal ferry yang hanya tersedia 2 kali
dalam seminggu yang rawan akan penundaan jadwal karena musim hujan
sehingga saya mengalihkan destinasi ke pulau Flores lagi tujuan utama
adalah Taman Nasional Kelimutu yang memang belum sempat saya kunjungi
saat ke Larantuka tahun lalu.Adapun untuk jarak tempuh trip ini adalah
1.900 an km..Dengan waktu start Senin tanggal 16 December 2013 dan
finish di Denpasar lagi tanggal 21 December 2013.
Peta Bali,Lombok,NTB,NTT
Taman Nasional Kelimutu terletak di Flores, Indonesia. Taman nasional ini terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung dengan Gunung Kelibara (1.731 m) sebagai puncak tertinggi. Gunung Kelimutu, terdapat danau Danau tiga warna yang juga merupakan tempat dari Taman Nasional Kelimutu.
Di dalam Taman Nasional Kelimutu, terdapat arboretum, hutan kecil seluas 4,5 hektar yang mewakili koleksi keanekaragaman flora di daerah tersebut. Di sana terdapat 78 jenis pohon yang dikelompokkan ke dalam 36 suku. Beberapa koleksi flora yang merupakan endemik Kelimutu adalah uta onga (Begonia kelimutuensis), turuwara (Rhododendron renschianum), dan arngoni (Vaccinium varingiaefolium).
Argoni yang berbunga kecil putih dan akan berubah menjadi hitam ketika
matang, diyakini masyarakat setempat sebagai makanan para dewa.
|
Bro Yudie dikawal 3 personil VOID tiba di Denpasar |
Kali ini saya tidak sendiri, karena ada bro Yudie dari Banjarnegara yang
menyatakan minat untuk ikutan trip saya ini,Sesuai rencana, pada
H-1 bro Yudie sudah tiba di Denpasar dengan dikawal oleh 3 orang rekan bikers dari komunitas Versys Indonesia atau VOID yaitu : bro Alfian (Malang) , bro Riza ( Malang) dan bro Andi (Surabaya).Yudie mengendarai Kawasaki Versys 650 dan sangat
antusias untuk menjelajahi Indonesia bagian Timur ini.
Persiapan saya untuk menempuh trip ke Kelimutu ini tidak begitu banyak,
hanya service biasa dan guna mengantisipasi medan yang kasar,sepasang
box Givi E33 saya lengserkan dan berganti dengan pannier alumunium
ukuran 30 liter buatan bro Alfian dari Malang.Pada H-1,pannier langsung
dibawa by hand carried oleh bro Alfian guna langsung di-installed
di Scorpy. Alasan pemilihan pannier ini, karena memang bahan dasarnya
lebih kuat,dengan memakai plat almu 3 mm.
Fitting pannier |
Hari itu, Senin 16 December 2013, pukul 11.00, fitting pannier selesai
dan masih tersedia waktu panjang untuk finalization persiapan trip. ETD
trip ini saya set pukul 16,00. Namun pada hari itu, ,mulai pukul 15.00
hujan deras mengguyur Denpasar dan tidak memperlihatkan tanda2 akan
berhenti menjelang magrib tiba.Akhirnya, pada pukul 19.30 kami putuskan
untuk segera start karena waktu yang mengikat ke section2 berikutnya.
Ditengah lebatnya hujan yang mengguyur Denpasar motor kami pacu ke arah
Padang Bai dengan menyempatkan untuk berhenti sejenak di daerah Ketewel
untuk makan malam pada RM Padang.Tidak lama kemudian, kamipun tiba di
pelabuhan Padang Bai dan saya langsung membeli tiket ferry seharga
Rp.112.000. Namun berbeda dengan partner saya, Yudie yang digiring ke
loket berbeda, yang belakangan saya ketahui karena untuk motor yang
diatas 500 cc tarip ferry nya berbeda yaitu hampir 2 kali lipat. Big
bike ..big expenses ..ha ha ha
Singkat kata, kedua motor kami sudah terparkir rapi dalam perut ferry
dan kami naik ke deck penumpang.Karena ingin meng-efisienkan waktu
istirahat, maka kami menyewa kasur extra utk tiduran seharga
Rp.35.000/ea dan waktu penyeberangan sekitar 5 jam itu kami pergunakan
sebaik-baiknya untuk tidur.
Diatas ferry Padang Bai - Lembar |
Sekitar pukul 03.00 Selasa dinihari, ferry merapat di pelabuhan Lembar
dan kami langsung gas ke arah pelabuhan Kayangan dengan berjarak 93 km
diujung timur Lombok. Memasuki desa Sukit ,sebelum Masbagik , azan subuh
berkumandang dan kamipun menepi ke sebuah masjid guna menunaikan sholat
subuh.
Selesai subuh perjalanan kami lanjutkan ke sisa rute menuju pelabuhan
Kayangan untuk menyeberang ke Poto Tano. Tiket penyeberangan seharga
Rp.53.000 ternyata berlaku sama dengan tiket nya Yudie, karena kebetulan
petugas disana tidak mengecheck kendaraan Yudie.Lumayan lah..he he he..
Tidak sampai 2 jam,Selasa tanggal 17 December pagi pukul 08,30 kami
sudah merapat dipelabuhan Poto Tano dan langsung mampir ke warung di
pelabuhan guna mengisi perbekalan air minum yang sangat dibutuhkan guna
mengantisipasi kemungkinan terjadinya dehidrasi oleh karena sengatan
panas nya mentari di bumi Sumbawa.
Poto Tano didepan mata |
Setelah selesai dengan persiapan perbekalan minum, kamipun meninggalkan
Poto Tano dibawah cuaca pagi yang tidak langsung terik itu..Kira2 baru
jalan 30 menit , hujan mulai gerimis dan berangsur lebat membasahi bumi
dan memaksa kali untuk menepi di sebuah SPBU di kota Alas yang berjarak
18 km dari Poto Tano. Kesempatan ini kami pergunakan untuk menyiapkan rain-gear dan sekedar "ritual WC" dipagi hari di SPBU tersebut.
Morning break di SPBU Alas |
Sejenak kemudian perjalanan kami lanjutkan menuju arah kota Sumbawa
Besar dengan sangat ber-hati2 karena jalan yang licin yang terdiri dari
aspal tambal sulam.Kondisi aspal seperti ini sangat terasa licin pada
ban dual purpose langsiran Swallow type SB 117 ini. Proceed with extra precaution adalah sebuah langkah aman buat saya jalankan pada pagi hari itu.Dan tentu nya tidak lupa sedikit mengurangi tekanan angin ban dari 30 (front)/35 (rear) menjadi 25 (front) /30 (rear).
Memasuki kota Sumbawa Besar, hujan telah berhenti dan berganti dengan
terik matahari yang mulai menyengat.Kami hentikan langkah sejenak pada
sebuah warung kecil, guna mendinginkan suhu tubuh dengan meminum cold isotonic drinks.
Selepas kota Sumbawa Besar cuaca cukup cerah dan cenderung panas yang
harus kami lewati.Setelah berjalan 97 km dari kota Sumbawa Besar pada
pukul 12,30 kami tiba dikota Empang.Karena perut sudah mulai terasa
lapar dan kami pun berhenti pada sebuah warung untuk makan siang.Menu
ayam goreng pada siang itu terasa mantap sekali diperut.
Makan siang di Empang |
Tanpa ber-lama2 selepas makan siang motor kembali kami gas menuju Sape,
dengan target tiba di Sape sebelum magrib, untuk segera beristirahat
malam ini di Sape.Lepas kota Empang, menjelang kota Kwangko ,jalan
berliku menyambut kami. Sepanjang lebih kurang 46 km jalan berliku itu
kami nikmati.Sebelum memasuki jalan berliku, Yudie memasang video camera
pada helm nya.
Berhenti sejenak,utk mengaktipkan video-cam |
Setelah video-cam aktip kamipun mulai menikmati track yang full twisty
serta hotmix mulus itu hingga mencapai kota Banggo.Ditengah perjalanan
hujan lebat kembali mengguyur dan kamipun tidak dapat mengembangkan
kecepatan secara maksimal.Kira2 1 km selepas kota Banggo ada sebuah SPBU
dan kami pun mampir untuk refueling dan beristirahat sejenak, setelah diguyur hujan lebat.
Rehat sejenak di SPBU-Banggo |
Basah setelah diguyur hujan lebat |
Dari Banggo perjalanan lanjut sekitar 16 km ke kota Dompu dan lanjut
lagi 58 km ke kota Bima.Berhubung hari semakin senja, pantai indah kota
Bima hanya kami nikmati sembari jalan saja supaya masuk target sebelum
magrib tiba di Sape.
Dari Bima kami berjalan menempuh jalan berliku sepanjang 49 km, yang
pada 15 km terakhir adalah berupa jalan menurun dan twisty. Seolah tidak
sabar untuk mencapai Sape secepatnya. pada trek menurun ini kecepatan
motor saya tingkatkan secara maksimal. Tanpa terasa jarum kilometer
menyentuh angka 100-110 km pada jalanan menurun dan berliku itu ,yang
membawa kenikmatan tersendiri bagi saya. hingga akhirnya kami tiba
disebuah SPBU di Sape.Moment refueling pun kami pergunakan dengan
perhitungan setibanya di Labuan Bajo tidak perlu repot mencari pom
bensin lagi. Jam menunjukkan pukul 17.30 saat itu dan Yudie saya liat
tengah berbincang dengan seorang local biker yang menggunakan Suzuki
Inazuma. Akhirnya kami mendapatkan surprised-news dari beliau, bahwa
malam ini ada ferry yang menyeberang ke Labuan Bajo.Senang sekali
rasanya hati saya, karena kami tidak perlu lagi overnite di Sape untuk
menunggu ferry yang keesokan pagi untuk menuju Labuan Bajo.Rupanya
sekarang sudah ada 2 kali sehari pelayanan ferry dari Sape ke Labuan
Bajo atau pun sebaliknya.Yaitu setiap pukul 09.00 pagi dan pukul 19.00
malam harinya.
Dari SPBU Sape,langsung kami menuju loket penjualan tiket ferry. Saya
membayar Rp.148.000 untuk penyeberangan dan lagi2 Yudie mendapatkan
tarif berbeda, yaitu hampir 2 kali lipat..he he..
Langsung saja motor kami masukkan ke ferry dan kamipun langsung menaiki
deck penumpang.Penuh sesak dikelas Ekonomi, memaksa kami untuk bergeser
ke kelas VIP dengan menambahkan Rp.30.000/orang untuk dapat duduk di
ruang ber AC itu. Gak apa2 lah, karena memang kami butuh istirahat yang
cukup guna perjalanan sepanjang 445 km lagi dari Labuan Bajo ke desa
Moni, dikaki Kelimutu.Setelah menyantap satu2 nya main course yang
tersedia di ferry,yatu indomie dikantin,maka kamipun terlelap tidur
karena tenaga yang cukup terkuras seharian mulai dari Poto Tano hingga
Sape sepanjang 388 km.
Posisi motor dalam ferry Sape - Labuan Bajo |
Hari Rabu tanggal 18 December pukul 02.30 dinihari ferry merapat di
pelabuhan Labuan Bajo.Kami langsung keluar dan saat itu telah
menunjukkan pukul 03.00 pagi.Saya menawarkan ke Yudie apakah akan
menanti terang dulu di Labuan Bajo, atau mau langsung gas ke Ende ?
Ternyata Yudie memilih untuk gas langsung, dan sangat cocok sekali
dengan apa yang ada dalam pikiran saya.
Labuan Bajo arrival @ 03.00 AM |
Dini hari itu suasana di Labuan Bajo masih sangat lengang dan kami pun
langsung mengarahkan kendaraan ke kota Ruteng dengan jarak 120 km.
Setelah jalan beberapa km kami mulai dihadang oleh jalan berliku yang
makin lama makin ekstrim. Short cornering yang diselingi hairpin dan
dibumbui dengan sedikit kabut menjadikan trek Labuan Bajo - Ruteng ini saya
nilai trek ter-ekstrim di Flores.Tanpa bantuan 2 spotlight cree LED
yang super terang + 2 spotlight luxeon, rasanya mustahil saya dapat
riding pede didepan karena akan sangat sulit untuk meraba tikungan2 yang
sangat gelap, mayoritas berupa hairpin dan dihiasi oleh beberapa negative camber.
Di trek ini pula lah saya terjatuh pada tahun lalu saat arah pulang
dari Larantuka pada jam 02,00 pagi. Semakin mendekati Ruteng cuaca
dingin semakin menusuk terasa. Memang Ruteng berada pada dataran tinggi.
Sekitar pukul 06.00 kami tiba di Ruteng dan sempat berputar-putar di
pusat kota guna mencari makanan untuk sarapan pada pagi itu. Ternyata
belum ada tukang jualan makanan pagi itu di Ruteng. Kami sempat
beristirahat pada sebuah SPBU di kota Ruteng itu yang tengah dipenuhi
oleh kendaraan yang menunggu buka nya SPBU tersebut.
Ruteng merupakan sebuah kota yang ada
di Pulau Flores yang cukup berkembang. Kota Ruteng berada di kaki
Gunung Anak Ranaka dan memiliki potensi wisata yang cantik dan menarik.
Penduduk Ruteng umumnya merupakan orang Manggarai yang terkenal ramah
namun pemalu dengan pakaiannya yang khas, sarung hitam. Kota yang
dikelilingi oleh persawahan ini membuat hawanya terasa tenang dan sangat
cocok untuk liburan. Ruteng mendapat julukan sebagai Kota Seribu Gereja
karena banyaknya gereja yang ada di sana. Selain itu, Ruteng juga
disebut sebagai “Negeri di Awan” karena lokasinya berada di dataran
yang cukup tinggi.
Beristirahat di SPBU Ruteng |
Tidak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Ende.Setelah
berjalan 41 km dari Ruteng kami memasuki desa Borong dan pada desa
tersebut terlihat sebuah RM Padang. Yes, cocok lah untuk tempat sarapan
pagi itu.
Sarapan dengan masakan Padang |
Setelah selesai sarapan, perjalanan kami lanjutkan menuju Aimere,sebuah
ibukota kecamatan yang terletak dipinggir pantai .Udara khas pesisir
yang panas mulai terasa menyengat pagi itu, Kami langsung melanjutkan
lagi menutu kota berikut yaitu Bajawa yang berjarak 37 km di utara kota
Aimere.
Jalan dari Aimere ke Bajawa yang di dominasi oleh tanjakan2 terjal dan
dibumbui oleh tikungan2 hairpin yang sangat menguras tenaga guna
menempatkan motor pada posisi jalur yang benar dalam setiap keluar dari
tikungan.Sungguh jarak yang 37 km tersebut terasa lama dan akhirnya pada
pukul 09.30 pagi itu kami memasuki kota Bajawa. Udara sejuk kota
Bajawa
yang terletak pada dataran tinggi tersebut seolah mengusir panas nya
sinar matahari pagi itu.
Bajawa
adalah ibu kota Kabupaten Ngada sekaligus ibu kota Kecamatan Bajawa.
Dikelilingi bukit-bukit yang hijau dengan hawa yang sejuk, sehingga
sangat cocok sebagai tempat singgahan/peristirahatan untuk merencanakan
perjalanan ke berbagai Obyek Wisata yang tersebar di wilayah
Kabupaten Ngada seperti Taman Wisata Alam 17 Puiau Riung, Permandian Air Panas Mengeruda, Pantai Pasir Ena Bhara Aimere, Kampung Tua : Bela, Bena, Nage, Wogo, Gurusina, serta situs prasejarah Olabula, dan Event Budaya insidental (Pembangunan Rumah Adat, Ngadhu, Bhaga, Peo, Para dan lain-lain), demikian pula dengan berbagai upacara bugaya seperti Reba (budaya tahun baru), Etu (budaya Tinju tradisional), Caci (budaya tarung dengan mengunakan cambuk dan perisai terbuat dari kulit kerbau).
Disini saya melihat referensi lokasi SPBU, dan memang ada beberapa SPBU
terdapat pada GPS saya. Setelah menanyakan kepada penduduk setempat ,
mengenai kondisi SPBU tersebut saya dapatkan informasi bahwa pagi itu
BBM langka sehingga antrean panjang pada setiap SPBU menjelang kota
Ende.
Demi efisiensi tenaga agar tidak mengantri pada SPBU tersebut, kami
memutuskan untuk membeli bensin secara eceran di Bajawa itu. Penjual
bensin eceran yang akrab dipanggil dengan nama mama Elisabeth itu menjual bensin dalam jerigen berisi 7 liter seharga Rp.70.000..Wow..apa boleh buat daripada ngantre.
Mama Elisabeth |
Selesai mengisi bensin dan setelah berbasa basi sejenak dengan mama
Elisabeth, kami lanjut dengan tujuan kota Ende yaitu kota terbesar di
Flores. Jarak antara Bajawa ke Ende adalah 84 km dan sebagian sejak dari
Bajawa melewati kota dengan hawa sejuk seperti : Mataloko,Boawae dan
Ngada
Kebetulan hari itu adalah hari Rabu yang merupakan hari pasar di kota Boawae sehingga terasa kepadatan kota itu yang hanya sekali dalam seminggu. Boawae berhawa sejuk dan pemandangan sekitar yang serba hijau.
Ada obyek wisata yang tak sempat kami kunjungi,yaitu desa Bena. Terletak di Kabupaten Ngada sekitar 18 km di selatan pusat
kota Bajawa beberapa desa yang menyatu menjadi kawasan Desa Bena masih
mempertahankan sisi tradisionalnya di tengah gempuran globalisasi yang menerpa Flores.
Sisi tradisional dari desa ini sungguh langsung terlihat dari cerminan bangun-bangun rumah yang ada di desa ini. Dengan memiliki atap yang terbuat dari rumbia-ijuk serta berdinding kayu yang jauh dari sentuhan modernisasi. Sungguh sebuah obyek wisata yang berharga yang terpaksa kami skip dikarenakan terbatasnya waktu.
Rumah di Bena memang unik.Kerangkanya terbuat dari bambu, atap dari bahan alang-alang, dan tidak menggunakan paku sama sekali .Semuanya diikat dengan ijuk yang dibentuk menjadi tali. Semua bahan nya dari alam. Ini prinsip masyarakat desa Bena yang senantiasa menjaga keseimbangan alam, sehingga kontur bukit tempat mereka tinggal dibiarkan begitu saja, berbentuk seperti perahu yang melambangkan semangat kerja sama, kerja keras, dan gotong royong.
Lepas kota Ngada jalan mulai menurun menuju Ende hawa panas pun mulai terasa menyengat karena Ende terletak dikawasan pesisir pantai. Ada sedikit ruas
jalan yang dalam perbaikan. Karena panasnya cuaca kami sempat berhenti
beberapa kali guna sekedar mengumpulkan tenaga dengan jalan banyak meminum minuman isotonic agar terhindar dari gejala dehidrasi.
Kebetulan hari itu adalah hari Rabu yang merupakan hari pasar di kota Boawae sehingga terasa kepadatan kota itu yang hanya sekali dalam seminggu. Boawae berhawa sejuk dan pemandangan sekitar yang serba hijau.
Rabu - adalah hari pasar di Boawae |
Pasar hewan Boawae - hanya pada hari Rabu |
Rumah adat desa Bena |
Sisi tradisional dari desa ini sungguh langsung terlihat dari cerminan bangun-bangun rumah yang ada di desa ini. Dengan memiliki atap yang terbuat dari rumbia-ijuk serta berdinding kayu yang jauh dari sentuhan modernisasi. Sungguh sebuah obyek wisata yang berharga yang terpaksa kami skip dikarenakan terbatasnya waktu.
Rumah di Bena memang unik.Kerangkanya terbuat dari bambu, atap dari bahan alang-alang, dan tidak menggunakan paku sama sekali .Semuanya diikat dengan ijuk yang dibentuk menjadi tali. Semua bahan nya dari alam. Ini prinsip masyarakat desa Bena yang senantiasa menjaga keseimbangan alam, sehingga kontur bukit tempat mereka tinggal dibiarkan begitu saja, berbentuk seperti perahu yang melambangkan semangat kerja sama, kerja keras, dan gotong royong.
Desa Bena - Ngada |
Panas semakin menyengat dan kami semakin dekat ke bibir pantai dengan
jalan berliku menuju kota Ende. Sekitar 15 km sebelum kota Ende, kami
melihat ada spot view pantai yang bagus dan berhenti sejenak untuk
sekedar mengambil foto dokumentasi perjalanan.
Tidak tahan berlama-lama dipantai ini karena panas yang sangat terik
pada pukul 13.00 siang itu, perjalanan kami lanjutkan ke kota Ende
dengan target utama untuk mengisi perut. Untuk kedua kali nya, pilihan
tetap jauh ke RM Padang yang pasti cocok selera.
Ende adalah nama sebuah Kabupaten di pulau Flores yang masih berada didalam wilayah Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur).
Letaknya adalah ditengah daratan Flores. Ende juga adalah nama Ibukota Kabupaten Ende.
Jika kita melakukan perjalanan darat dari bagian Timur pulau Flores semisal dari Maumere atau Larantuka menuju bagian
Barat lainnya pulau Flores seperti Bajawa maupun Ruteng, maka kita harus melalui Kota Ende Ini.
Di kota ini pula Bung Karno menjalani masa pengasingan oleh kolonial Belanda selama empat tahun (1934-1938).Bung Karno diasingkan sejak 14 Januari 1934 bersama istrinya, Inggit Garnasih, mertuanya, Ibu Amsih dan anak angkatnya, Ratna Juami; serta guru anak angkatnya, Asmara Hadi.
Dalam berbagai catatan yang mengupas tentang masa pengasingan Bung Karno di Ende, Pulau Flores, NTT, salah satu yang paling diminati masyarakat adalah buku berjudul "Bung Karno, Ilham dari Flores untuk Nusantara".
Buku ini menceritakan perenungan Bung Karno di bawah sebuah pohon sukun bercabang lima yang melahirkan gagasan lima butir Pancasila. Kelima butir Pancasila secara resmi diumumkan Bung Karno pada 1 Juni 1945 di depan sidang Dokoritsu Zyumbi Tyoosakai.
Di kota ini pula Bung Karno menjalani masa pengasingan oleh kolonial Belanda selama empat tahun (1934-1938).Bung Karno diasingkan sejak 14 Januari 1934 bersama istrinya, Inggit Garnasih, mertuanya, Ibu Amsih dan anak angkatnya, Ratna Juami; serta guru anak angkatnya, Asmara Hadi.
Dalam berbagai catatan yang mengupas tentang masa pengasingan Bung Karno di Ende, Pulau Flores, NTT, salah satu yang paling diminati masyarakat adalah buku berjudul "Bung Karno, Ilham dari Flores untuk Nusantara".
Buku ini menceritakan perenungan Bung Karno di bawah sebuah pohon sukun bercabang lima yang melahirkan gagasan lima butir Pancasila. Kelima butir Pancasila secara resmi diumumkan Bung Karno pada 1 Juni 1945 di depan sidang Dokoritsu Zyumbi Tyoosakai.
RM Ampera - Ende |
Selesai makan siang kami sempat membuat beberapa alternatif rencana
kedepan. Rencana pertama adalah langsung menuju Taman Nasional Kelimutu
yang masih berjarak 70 km dari Ende dengan resiko tiba dilokasi paling
cepat pukul 16.00 dan berhubung siang itu Ende mulai diguyur hujan lebat
maka resikonya danau akan ditutupi kabut.Sehingga tidak dapat maksimal
melihat keindahan danau tersebut.Ditambah lagi ada informasi longsor
parah pada km.17 antara Ende - Moni.
Pilihan kedua adalah, jalan santai langsung ke desa Moni untuk langsung
beristirahat, baru esok subuh naik ke danau Kelimutu untuk melihat
sunrise ,yang hanya berjarak 14 km dari Moni, Dan di Moni cukup banyak
tercapat homestay untuk menginap. Dan kami pun sepakat untuk
mengambil pilihan kedua ini.
Setelah mengisi bensin pada SPBU yang ada di kota Ende, ditengah lebat nya hujan motor kami pacu menuju desa Moni. Benar saja , setiba di Km 17, longsor parah masih dalam pengerjaan alat2 berat dengat sistem buka-tutup jalan. Beruntung pada saat kami lewat traffic lengang karena hujan lebat. Kira2 seminggu sebelum ini ada berita meyeramkan dilokasi longsor ini ,dimana ada pengendara motor yang nekad jalan walau sudah di stop oleh petugas disana dan saat melintasi lokasi longsor, tiba2 batu besar menggelinding dari atas tebing dan mendorong pengendara motor tersebut hingga masuk kedalam jurang yang puluhan meter dalam nya disisi kanan jalan,hingga pengendara motor tersebut tewas seketika.
Setelah mengisi bensin pada SPBU yang ada di kota Ende, ditengah lebat nya hujan motor kami pacu menuju desa Moni. Benar saja , setiba di Km 17, longsor parah masih dalam pengerjaan alat2 berat dengat sistem buka-tutup jalan. Beruntung pada saat kami lewat traffic lengang karena hujan lebat. Kira2 seminggu sebelum ini ada berita meyeramkan dilokasi longsor ini ,dimana ada pengendara motor yang nekad jalan walau sudah di stop oleh petugas disana dan saat melintasi lokasi longsor, tiba2 batu besar menggelinding dari atas tebing dan mendorong pengendara motor tersebut hingga masuk kedalam jurang yang puluhan meter dalam nya disisi kanan jalan,hingga pengendara motor tersebut tewas seketika.
Sekitar pukul 16.00 Rabu tanggal 18 December 2013 , kami tiba di desa
Moni.Ditengah gerimis hujan akhirnya kami menemukan sebuah homestay
dengan harga diskon yaitu Rp.200.000 dari original price nya Rp.300.000.
Dan bagus nya lagi homestay Hidayah ini dilengkapi dengan shower
dan air panas. Penting ,karena cuaca di Moni cukup dingin yang bila
tanpa air panas membuat kita enggan untuk mandi.
Moni adalah sebuah desa yang cantik dengan udara pegunungan yang sejuk
dan tempat yang menyenangkan untuk berjalan-jalan. Desa ini merupakan
pintu gerbang bagi wisatawan yang akan menuju ke Kelimutu. Wilayah desa
Moni yang berada dijalur jalan Ende-Maumere merupakan pusat dari wilayah
Lio yang meliputi kawasan mulai dari Timur Ende hingga ke Wolowaru.
Beberapa desa di sekitar Moni merupakan sentra kerajinan kain tenun ikat
antara lain di desa Wolowaru yang berada di jalan raya yang menuju ke
Maumere. Desa yang terletak sekitar 13 km di Tenggara Moni ini dapat
menjadi titik awal perjalanan menuju ke beberapa desa lainnya yang juga
menjadi sentra kerajinan tenun ikat seperti Jopu, Wolojita dan Nggela.
Homestay Hidayah - Moni |
Parkir di homestay Hidayah - Moni |
Setelah menurunkan barang2 kami pun langsung beristirahat di homestay
yang bersih dan asri itu.Mandi dengan air panas yang tersedia sangat
terasa nyaman dan berguna untuk recovery stamina.
Menu makan malam itu adalah nasi goreng special yang kami pesan di
warung yang masih kepunyaan pemilik homestay. Porsi yang besar dan cita
rasa lumayan enak membuat rasa kantuk mulai mengganggu. Setelah
me-charge semua gadget mulai dari HP, BB dan GPS maka saya pun terlelap,
setelah menyetel alarm pukul 03.30.
Seperti biasa, alarm HP menyentak pada pukul 03,30 dengan ringtone "Land of Confusion
" nya Genesis saya terbangun dan mempersiapkan diri untuk jalan ke
Taman Nasional Kelimutu pada pukul 04,30 guna menyaksikan keindahan sunrise di Kelimutu.
Pukul 04.30 kami telah siap jalan ke Taman Nasional Kelimutu dan meninggalkan barang di homestay karena jatah breakfast baru
tersedia paling cepat pukul 06.00. Tanpa sarapan dulu, home stay kami
tinggalkan dan mulai mendaki jalan berliku ke area parkiran Taman
Nasional. Melewati jalan basah sisa hujan lebat tadi malam dan terdapat
genangan2 lumpur, bro Yudie sempat tergelincir pada sebuah kubangan
lumpur, Namun untungnya tidak mengalami cedera serius, dan perjalanan
lanjut ditengah gelapnya pagi itu.
Setiba di pintu gerbang masuk kami membayar tiket masuk dan sempat
ditanya apakah membawa kamera ? Saya mengerti akan pertanyaan itu dan
saya jawab hanya kamera yang ada di HP saja.
Tiket masuk Taman Nasional Kelimutu |
Sekitar pukul 05.00 pagi kami telah tiba di parkiran Taman Nasional Kelimutu dan
harus dilanjutkan dengan menaiki tangga menuju lokasi bibir kawah danau.
Setelah tiba di sisi danau, pemandangan sangat memukau membentang
dibawah sana yang tidak dapat saya deskipsi kan secara detail , hanya
foto2 berikut saja yang akan bercerita...
Gunung Kelimutu adalah Gunung yang
memiliki tinggi 1.640 meter di atas permukaan laut, memiliki tiga buah
kepundan di puncaknya yang disebut Danau Kelimutu. Ketiga danau
Kelimutu ini memiliki warna air yang berbeda-beda dan berubah tiap saat.
Dan warna merah menjadi hijau tua kemudian merah hati. Kadang menjadi
warna cokelat kehitaman dan biru.
Gunung Kelimutu meletus terakhir pada 1886 dan meninggalkan tiga kawah berbentuk danau yang airnya berwarna merah (tiuw ata polo), biru (tiwu ko'o fai nuwa muri), dan putih (tiwu ata bupu). Ketiga warna ini mulai berubah sejak 1969 saat meletusnya Gunung Iya di Ende, dan perubahan warna itu pernah serupa.
Menurut
kepercayaan masyarakat setempat, danau dengan air warna merah
merupakan tempat berkumpulnya para arwah orang jahat. Danau biru untuk
para pemuda-pemudi, dan danau putih untuk orang tua. Para arwah
diyakini akan bermukim di ketiga danau itu sesuai status sosialnya.
Di kaki anak tangga ke bibir danau |
Waiting for sunrise |
Here come the sun |
Two tones lake |
Spot utk melihat danau ke 3 diatas sana |
Stairway to heaven |
Danau ke 3 masih diselubungi kabut |
Inscribed stone-high on the hill |
Me and the icon of Flores |
Me and my big brother :) |
On top of Taman Nasional Kelimutu |
Di area puncak ini ada yang berjualan pop mie dan coffee mix yang
lumayan untuk sekedar ganjal perut pagi hari itu. Setelah puas menikmati
keindahan Taman Nasional dari ketinggian, maka kami pun bergerak turun
ke arah parkiran motor untuk pulang ke tempat penginapan.
Berhubung saat perginya masih gelap jadi pas perjalanan pulang belum
lengkap rasanya bila tidak berfoto di pintu masuk Taman Nasional
Kelimutu ini.
Tiba di homestay , kami segera packing barang2 untuk bersiap meninggalkan Moni dan langsung sarapan sehat yang sudah tersedia.
Pancake with assorted fruits |
Selesai sarapan kami berpamitan dengan pemilik homestay dan memacu motor
kearah kota Ende. Suasana pagi itu cukup cerah ,motor saya gas dengan
speed yang konstan antara 60 - 80 km /jam dan tanpa terasa kota Ende
sudah ada didepan mata. Saya menyempatkan untuk mengganti oli Scorpy dan
langsung kami menuju RM Ampera, dimana kami makan siang kemaren.
Setelah makan siang, pada pukul 13.30 Kamis siang itu, tanpa membuang
waktu kami langsung berangkat meninggalkan kota Ende. Sebelum keluar
kota, sempat kami mampir di bekas rumah pengasingan Bung Karno semasa
jaman perjuangan kemerdekaan dulu. Rumah itu telah selesai dipugar namun
sayangnya penjaga nya lagi keluar makan siang, sehingga kami tidak
dapat masuk.
Rumah pengasingan BK di Ende |
I was there |
Selesai sekedar berfoto di situs bersejarah ini, perjalanan kami
lanjutkan menuju kota berikut yaitu Bajawa. Menjelang Detusoko, gerimis
yang semakin lebat mulai mengguyur bumi Flores. Memasuki kota Boawae
hujan lebat sudah tidak tertahan kan sehingga kami berkendara dengan extra precaution.
Menjelang kota Bajawa, kabut tebal dan hujan lebat bercampur menjadi
satu membuat visibility sangat terbatas dan perjalanan lanjut terus ke
kota Aimere, Jarak Bajawa - Aimere yang pada saat perginya kami tempuh
dalam keadaan kering dan cerah ,kali ini dalam perjalanan pulang
kondisinya seakan berbalik 100 %. Cuaca hujan lebat dan berkabut serta mulai gelap.
Menjelang magrib kami memasuki kota Aimere dan hujan pun tinggal gerimis
ringan.Sempat kami berhenti pada sebuah warung di Aimere untuk sekedar
membeli cemilan dan beristirahat.Setelah beristirahat sekitar 30 menit perjalanan kami lanjutkan ke arah
kota Ruteng. Cuaca mulai gelap dan hujan gerimis setia menemani. Sekitar sejam perjalanan kami tiba di kota Borong, dan mampir kembali ke
RM Padang tempat kami sarapan kemaren pagi untuk makan malam, Sebelum
itu kami sempat refueling dulu di SPBU kota Borong ini yang kebetulan sepi malam itu.
Selesai makan malam langsung kami gas lagi menuju Ruteng yang berjarak
41 km dengan jalan sempit yang twisty dan di guyur hujan yang lumayan
lebat. Malam semakin gelap dan menjelang Ruteng udara dingin semakin
terasa menembus walau sudah badan sudah dilapisi jaket dan jas hujan.Sekitar sejam kemudian, kota Ruteng sudah didepan mata.Malam yang basah
oleh hujan yang tak kunjung berhenti itu membuat suasana Ruteng
cenderung lengang.
Menyingkat waktu, langsung kami gas menuju Labuan Bajo dengan jarak 120
km dan stamina yang telah terkuras membuat mata mulai berat dan gerak
semakin lamban. Secara bergantian saya dan Yudie mengambil posisi
didepan , guna mengatasi rasa kantuk yang semakin berat.
Pukul 23.30 lampu kota Labuan Bajo sudah didepan mata dan kami langsung
menuju daerah pelabuhan , yaitu pusat warung-warung seafood, guna mencicipi ikan bakar dengan bumbu khas
Flores yang sangat bercita rasa tinggi itu.
Labuan Bajo adalah sebuah pelabuhan kecil yang cantik di ujung paling barat pulau Flores dan merupakan pintu masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK) dan keajaiban pulau Flores
lainnya. Saat matahari terbenam, Labuan Bajo menawarkan pemandangan
spektakuler ketika pulau-pulau kecil yang menghadap ke siluet pelabuhan
secara dramatis menciptakan efek yang ajaib, seajaib apa, Anda harus
datang dan menyaksikannya secara langsung.
Sunset at Labuan Bajo |
Letak Labuan Bajo ini langsung berhadapan dengan Taman Nasional Komodo (TNK). Keberadaan Labuan Bajo yang merupakan gerbang dari Taman Nasional Komodo
memberikan keuntungan tersendiri bagi penggerakan ekonomi wilayah
setempat. Selain sebagai pintu gerbang dari masuknya Taman Nasional
Komodo, Labuan Bajo sendiri memang memiliki kondisi alam yang indah
sehingga sangat layak untuk di jadikan tempat singgah, tempat istirahat
dan liburan para wisatawan. Sebelum mengunjungi Taman Nasional Komodo
yang terkenal di dunia, karena keberadaan hewan purba yang masih hidup
dan lestari sampai saat ini yaitu Komodo.
Labuan Bajo ini adalah sebuah kota yang dikelilingi oleh banyak
pulau yang indah di sekitarnya. Dengan di hiasai oleh hamparan pasir
putih dan laut yang biru bersih yang mengelilingi pulau tersebut,
diantara banyak pulau yang terkenal dan banyak di kunjungi adalah Pulau
Rinca, Pulau Sabolo, Pulau Bidadari, Pulau Selayar Besar & Kecil,
serta Pulau Komodo yang paling banyak di kunjungi wisatawan. Snorkeling
dan diving adalah salah satu diantara kegiatan yang sering di nikmati
oleh para pengunjung saat ke labuan Bajo. Species terumbu karang juga
masih terjaga dengan baik di kawasan ini sanagat mempesona setiap
wisatawan.
Sejak menjadi ibukota dari kabupaten Manggarai Barat, sebuah kabupaten
hasil pemekaran dari Manggarai pada tahun 2003. Labuan Bajo
memeperlihatkan peningkatan kemajuan daerah yang sangat signifikan
daerah ini maju dengan pesat. Pengunjung pun banyak berdatangan karena
di dukung oleh sarana dan prasarana yang cukup memadai.
ikan bakar di Labuan Bajo |
Tempat makan seafood di Labuan Bajo |
Selesai makan kami mencari penginapan untuk sekedar meluruskan badan dan
membereskan pakaian yang basah karena guyuran hujan tanpa henti
sepanjang jalan. Sulit juga mencari penginapan yang ekonomis pada tengah
malam itu. Akhirnya dapat juga Bajo Beach Hotel yang hanya berjarak 300
meter dari pelabuhan dengan tarif Rp.300.000 - non negotiable malam
itu. Lumayan lah untuk dapat melepas penat di hotel yang berpendingin
udara malam itu.
Tidak lama, paling hanya sekitar 2,5 jam saya berbaring sudah masuk
waktu subuh, Dan setelah merapikan barang, pukul 06.30 kami sudah berada
di loket ferry pelabuhan Labuan Bajo. Tidak begitu rame pagi itu dan
setelah membayar tiket sebesar Rp,148.000 kami pun memasuk kan motor
buru2 ke lambung ferry guna mendapatkan tempat yang strategis untuk
melanjutkan porsi tidur yang masih minim tadi malam.
Bajo Beach Hotel - Labuan Bajo |
I left my heart in Labuan Bajo |
Sesaat sebelum menaiki ferry |
Adios Flores... |
Pukul 09,30 ferry pun berangkat meninggalkan Labuan Bajo yang exotic
itu. Berhubung rasa kantuk berat sudah menyerang tanpa sadar saya
tertidur di kursi ferry yang lumayan untuk melepas penat.Penyeberangan Labuan Bajo - Sape atau sebaliknya adalah penyeberangan terpanjang dalam perjalanan menjelajah 5 pulau ini. Lama penyeberangan adalah sekitar 6 atau 7 jam.
Ferry Lab.Bajo - Sape |
Pukul 15.00 ferry merapat di pelabuhan Sape, kami turun dan langsung
menuju SPBU terdekat dari pelabuhan untuk refueling. Langsung saja gas
menuju kota Bima yang sore itu sangat bersahabat cuacanya. Tidak lupa
kami sempatkan mampir di pantai yang cukup indah di kota Bima itu.
Bima merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang beribukota Mataram. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak
antara 115'45 - 119-10 BT dan antara 8 5 - 9 5 LS. Wilayah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, di selatan dengan Samudera Hindia, di timur
dengan Selat Sepadan di barat dengan Selat Lombok. Luas wilayah
keseluruhan adalah 49.32,19 km2 yang terdiri atas daratan 20.153,07 km2 dan lautan 29.159,04 km2.
Bima juga merupakan kawasan lintas utama menghubungkan beberapa pulau di Indonesia
seperti Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur baik melalui darat maupun
laut. Disamping itu Bima juga tidak dikenal sebagai salah satu daerah di
Indonesia yang memproduksi garam dan bawang merah. Dua Komoditas ini
tidak hanya untuk kebutuhan masyarakat lokal saja namun juga untuk
memenuhi kebutuhan pasar di provinsi lainnya di Indonesia setiap tahun
antara lain, Kalimatan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur, dll.
Dan
tempat-tempat pariwisata yang ada di Kota Bima terdiri dari : Asi
Mbojo,Pantai Lawata,Pantai Ule ,Wadu Mbolo,Pantai Ni’u,Amahami.
Pantai di Bima |
Lepas dari pantai ini ,matahari mulai menampakkan kelelahan untuk
menyinari bumi dan mulai gelap ketika melewati kota Dompu. Jalan berliku
dan hotmix yang mulus membawa kami memasuki kota Banggo. Dan memang
perut sudah waktunya untuk diisi maka langsung saya arahkan menuju RM
Bundo Kanduang langganan saya di Banggo itu, satu2 nya warung nasi Padang yang bercat warna pink dikota Banggo.Selesai makan si uni
warung menginformasikan bahwa dalam waktu dekat warung ini akan pindah
kedekat SDN Manggelewa atau sekitar 500 meter dari sini. Dan warung baru
itu sudah sepenuhnya mereka miliki hasil dari berjualan di tempat
sekarang ini. Alhamdulillah ada peningkatan dalam taraf hidup mereka.
RM Bundo Kanduang |
Dalam gelapnya malam, kami melanjutkan perjalanan lagi dengan tujuan berikut adalah kota
Sumbawa Besar dengan jarak 167 km. Perut kenyang dan riding dalam
kegelapan malam, musuh utama nya hanya : ngantuk :).Guna mengatasi hal
tersebut irama riding saya tingkatkan dengan speed yang lebih tinggi
karena jalanan mulus yang sangat mendukung dan traffic yang aman karena
sepi. Bergantian kami leading untuk mengusir rasa kantuk yang makin lama
makin mengganggu. Sekitar pukul 01.30 kami tiba pada sebuah SPBU di
dekat ring road kota Sumbawa Besar yang sering saya gunakan untuk
istirahat. Matras saya gelar dan langsung kami tidur sekitar 2 jam an. Lumayan lah sempat sleep-sleep chicken juga...:)
Kabupaten Sumbawa adalah sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Sumbawa Besar. Kabupaten ini terletak di sebagian besar bagian barat Pulau Sumbawa. Batas-batas wilayahnya adalah: Laut Flores dan Teluk Saleh di utara, Kabupaten Dompu di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Sumbawa Barat di barat. Kabupaten Sumbawa memiliki luas wilayah 8.493 km².
Sekitar pukul 03.30 dini hari perjalanan kami lanjut kan dengan sesekali berhenti
ngopi di warung karena rasa kantuk belum sepenuhnya sirna.
Ngopi mengusir rasa ngantuk |
Poto Tano, pelabuhan ini terletak di desa Poto Tano kecamatan Poto Tano
di kabupaten Sumbawa Barat, dan masiih masuk dalam wilayah propinsi Nusa
Tenggara Barat, fungsi utama pelabuhan ini adalah sebagai pintu masuk
ke wilayah pulau Sumbawa dari arah barat (dari pulau Lombok). Dari
pelabuhan Kahyangan Lombok membutuhkan waktu sekitar 90-120 menit
melewati selat Alas (selat yang memisahkan pulau Lombok dan pulau
Sumbawa). .
Masuk Poto Tano |
Pagi yang indah di Poto Tano |
Ngantri masuk ferry ke Kayangan - Lombok |
Selamat tinggal Sumbawa |
Sekitar 1,5 jam kemudian ferry sudah merapat di pelabuhan Kayangan dan
langsung motor kami pacu ke arah kota Mataram.
Pelabuhan Kayangan adalah salah satu pintu masuk pulau Lombok
lewat jalur laut. Pelabuhan ini terletak di desa Kayangan, Labuhan
Lombok, Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Pelabuhan ini melayani
penyebrangan antara pulau Lombok dengan pulau Sumbawa.
Kira2 90 menit kemudian
kami tiba di Mataram dan langsung mencari sarapan. Ketemu nasi tempong ,
yang mengobat selera setelah ber-hari2 di perjalanan ketemu nya nasi Fadang terus. Perjalanan lanjut ke pelabuhan Lembar dan sekitar 2 km
sebelum pelabuhan hujan sangat lebat mengguyur bumi Lombok.
Pelabuhan
Lembar di bagian Barat Pulau Lombok,yang melayani penyeberangan dengan ferry ke pelabuhan Padang Bai di Bali,
pulang pergi. Berangkat setiap 2,5 jam, 24 jam sehari, kecuali
jika dalam kondisi cuaca buruk dan perjalanan diantara ke dua
pelabuhan tersebut memakan waktu 4 sampai 5 jam.
Setelah menunggu sekitar satu jam, pukul 10.00 ferry berangkat
meninggalkan pelabuhan Lembar menuju Padang Bai - Bali. 4 jam pelayaran
terasa lama sekali karena saya sudah tidak sabar untuk tiba di Bali.
Pukul 14.30 ferry touchdown di Padang Bai dan langsung kami bergegas menuju Denpasar. Yudie ada business appointment malam ini dan saya akan menggunakan waktu untuk beristirahat.
Sabtu tanggal 21 Desember sore pukul 15.30, dengan mengucap syukur
alhamdulillah kami tiba dengan selamat di Denpasar. Total jarak tempuh
adalah 1.942 km. Dan pannier yang saya gunakan sepanjang jalan itu
sangatlah membanggakan. Tidak ada setetes pun air yang masuk /rembes
apalagi cracked. Fully recommended lah pokok nya :) . Thanks untuk bro
Alfian yang sudah mempersiapkan pannier ini secara maksimal.
Sore itu setelah drop Yudie di homestay terdekat, saya membongkar barang dan memisahkan baju2 kotor untuk segera di laundry saya pun langsung beristirahat.
Keesokannya hari Minggu tanggal 22 December 2013 saya pergunakan untuk drop baju2 kotor ke laundry dan santai ngobrol2 aja seharian dengan bro Yudie.
Senin pagi tanggal 23 December saya dapat informasi bahwa kantor diliburkan pada hari Jum'at tanggal 27 December karena hari kejepit,menyusul libur Natal hari Rabu dan Kamis tanggal 25-26 December.
Setelah
mempertimbangkan bahwa daripada stay/cicing/ngeringkel di Denpasar
selama seminggu dalam keadaan libur pulak alangkah lebih baiknya kalo
nyambung riding ke pulau Jawa. Tidak ada persiapan , hanya sekedar ganti
oli motor, menyetel posisi panniers dan re-packing lagi barang2 saya pun sudah ready untuk
riding.
Selasa
pagi tanggal 24 December 2013 ,setelah drop bro Yudie ke bandara Ngurah
Rai, karena dia pulang ke Banjarnegara dengan menggunakan pesawat via
Yogyakarta, maka saya sudah bersiap untuk start ke pulau Jawa. Sehingga trip saya di akhir tahun 2013 ini akan meliputi 5 pulau yaitu : Bali,Lombok,Sumbawa,Flores dan Jawa...
Trip
saya awali pada pukul 10.30 pagi ditengah gerimis nya kota Denpasar. Tidak
ada target waktu, destinasi yang specific membuat trip saya ini sangat
berbeda pace nya dengan trip2 yang terdahulu. I just riding free as the
birds....
Pukul
13.00 WITA saya tiba di Gilimanuk dan terlihat kendaraan yang turun
dari ferry dari Ketapang mulai terlihat padat. Mungkin karena sudah
mendekati akhir tahun dan banyak wisatawan domestik yang akan melepas
tahun 2013 di pulau Dewata ini. Saya menyempatkan untuk makan siang di
Gilimanuk ini pada sebuah rumah makan Jawa Timur.
Ketapang |
Tanpa terasa, kota Situbondo sudah terlewati dan hari mulai gelap. Setiba di Paiton perut sudah tidak bisa diajak kompromi lagi dan terpaksa saya menepi pada sebuah rumah makan Padang, Selesai beristirahat sekitar 30 menit perjalanan saya lanjutkan menuju kota Surabaya dengan melewati kota-kota Probolinggo - Pasuruan - Bangil dan Sidoarjo.
Dinner at Paiton |
Menjelang tengah malam saya memasuki kota Surabaya yang mulai terlihat sepi. Dengan menyusuri Jalan Darmo dan mengarah ke kota Gresik via Tambak Langon dengan full-santai saya gas Scorpy.
Refueling - menjelang Surabaya |
The silent city - Lamongan @ 03.25 AM |
Pukul 07.00 saya memasuki kota Tuban dan berjalan perlahan sembari mencari tempat untuk sarapan.
Masuk kota Tuban |
Landmark kota Tuban |
Setelah sarapan bubur ayam di Tuban,perjalanan saya lanjutkan menuju Semarang.Menjelang kota Pati, kemacetan mulai terasa disebabkan jalan yang bergelombang parah sehingga kendaraan2 besar seperti bus dan truk gandengan berjalan dengan sangat perlahan.
Menjelang siang saya memasuki kota Pati dan matahari terasa sangat menyengat , panas khas Pantura. Perjalanan saya lanjutkan hingga memasuki kota Juwana dan rasa lapar yang sangat membuat saya berhenti pada RM Gading Asri untuk menyantap makan siang. Ayam goreng beserta lalapan menjadi pilihan saya siang itu.
Ayam goreng |
Sejam berlalu, pukul 15.00 saya berkemas dan Scorpy saya pacu kembali kearah kota Semarang yang berjarak 67 km. Dan menjelang magrib ,pukul 17.45 saya tiba di Kaliwungu atau tepatnya menjelang kota Kendal. Setelah membeli softdrinks di Indomaret sejenak saya rehat menanti lewatnya waktu magrib.
Lewat magrib perjalanan saya lanjutkan menuju arah Pekalongan. Setelah melewati Alas Roban saya berhenti untuk makan malam dan beristirahat kembali. Semakin terasa kepenatan dan saya membutuhkan lebih sering waktu beristirahat. Namun dengan tidak ada nya target destinasi tertentu membuat perjalanan saya kali ini terasa santai tanpa dikejar target waktu.
Satu jam kemudian, sekitar pukul 20.00 perjalanan lanjut menuju Pekalongan.Jalur pantura malam itu sangat padat dengan gaya ugal2an mengemudi para sopir bus malam yang sering memaksa saya minggir hingga masuk ke "gravel-bed" guna menghindari disenggol dari belakang atau dari depan.Tidak heran bila jalur Pantura ini kerap disebut sebagai jalur tengkorak atau "the killling field".
Tiba di kota Comal, atau sekitar 10 km dari kota Pekalongan ke arah Cirebon saya menemukan sebuah SPBU yang sangat nyaman dan bersih, serta dipenuhi oleh kendaraan yang sedang beristirahat. Langsung Scorpy saya parkir. Gelar matras dan alangkah nikmatnya rebahan di "Pertamina Cottage" malam itu.Cukup panjang waktu istirahat saya di kota Comal itu. Terbangun saya sekitar pukul 02.00 dinihari dan setelah mencuci muka perjalanan saya lanjutkan lagi ke arah kota Cirebon yang masih berjarak 123 km dari kota Comal.
Stop and go riding yang sering sehingga memasuki kota Brebes hari sudah mulai terang, Saya berhenti di alun2 kota Brebes untuk melanjutkan ritual "nyabu" dipagi hari. Cukup nikmat "sabu"yang saya peroleh pagi itu membuat stamina saya kembali pulih dan siap untuk melanjutkan Nowhere Trip ini.
Nyabu di alun2 kota Brebes |
Dipasar Jatiwangi pagi itu sangat padat oleh ada nya pasar tumpah membuat kemacetan total hampir 2 km. Dengan sabar saya ikuti antrean kendaraan pagi itu. Akhirnya sekitar 45 menit berlalu saya lolos juga dari kemacetan itu dan mulai menemui jalan berliku menuju kota Kadipaten. Setelah Kadipaten saya masuk Tomo dan jalanan dari Tomo menuju Sumedang yang saat lebaran saya lewati mulus sekali sudah berani tampil beda dengan menambahkan hiasan2 berupa ornamen lobang2 yang cukup dalam yang memaksa saya untuk berakrobat zig zag menghindari "jebakan Batman" dipagi itu.
Jarak antara Kadipaten ke Sumedang yang hanya 37 km itu tidak dapat ditempuh dengan kecepatan maksimal. Lobang dan jalan bergelombang selain membuat antrean panjang kendaraan menjelang masuk kota Sumedang. Dari kota Sumedang saya mengambil arah Rancakalong yang tembus ke Tugu Nanas di Jalan Cagak, Subang. Sebagian jalan tembus tersebut sudah lebih mulus ketimbang saya lewati ketika lebaran kemaren.Terlihat lapisan hotmix baru dengan garis tengah jalan yang masih baru.
10 km menuju Jalan Cagak |
Tugu Nanas |
Dari Kelimutu ke Tugu Nanas
Ambil tebu buang seruas
Walau jalan berliku dan panas
Namun qolbu terasa puas
(Management Qolbu - Edisi ADV riders)
Dari
Tugu Nanas perjalanan saya lanjutkan menuju arah Lembang dengan
melewati kawasan wisata Ciater dan Tangkuban Perahu. Diluar perhitungan
saya, jalan macet total sejak pintu masuk Tangkuban Perahu dan niatan
menuju Lembang pun saya urungkan dan saya berputar arah menuju Sumedang
lagi.
Entrance gate Tangkuban Perahu |
Kembali menuju arah
Sumedang dengan jalan yang sama yaitu Rancakalong dengan speed yang
lebih rendah karena memang stamina mulai drop lagi setelah terkuras pada
saat macet total saat akan menuju Lembang.
Setiba
di Sumedang saya lanjut kembali kearah Kadipaten lanjut Majalengka
terus ke Cikijing dan Kuningan. Jalan berliku dari Cikijing hingga Waduk
Darma - Kuningan menjadi hiburan tersendiri bagi saya sore itu. Dari
Kuningan langsung saya menuju Cirebon.
Masuk
kota Cirebon, hari sudah gelap dan saya pun mencari makan malam yaitu
nasi jamblang khas Cirebon. Berhubung masih agak ramai saya pergunakan
kesempatan untuk mengitari kota Cirebon. Malam itu saya mulai merasa
kelelahan oleh karena jika diurut lagi memang waktu istirahat saya
sangat kurang dalam beberapa hari ini. Untuk mencari hotel sudah terasa
malas karena capek sehingga Pertamina Cottage cabang by-pass Cirebon adalah pilihan terbaik malam itu. Kembali, matras saya gelar di emperan SPBU dan sayapun tertidur lelap.
Saya
tersentak mendengar suara kendaraan yang mulai rame memasuki SPBU
tersebut, dan ternyata hari sudah mulai terang. Saya liat jam tangan
saya sudah menunjukkan "Friday" dated 27 December 2013.Yang
berarti dalam maximal 2 hari lagi yaitu pada hari Minggu tanggal 29
December saya harus sudah tiba di Denpasar untuk mulai kerja pada hari
Senin tanggal 30 December 2013.
Sambil sarapan roti yang saya beli di mini market
SPBU tersebut saya mencoba untuk merencanakan rute jalan pulang.
Pilihan saya masih akan tetap mengambil rute sebagian Pantura hingga
Semarang, baru turun ke Salatiga dan lanjut dengan jalur selatan.
Pukul
10.00 pagi saya tinggalkan kota Cirebon dan menjelang kota Brebes saya
berhenti untuk Jum'atan. Selesai Jum'atan saya mencari makan siang
didekat masjid, Ketemu sate Meranggi, dan pilihan saya adalah sate
daging sapi nya.
Sate Meranggi |
Selesai makan siang saya mampir kesebuah bengkel kecil untuk mengganti oli Scorpy supaya fresh kembali kinerja mesin nya.
Ganti oli |
Setelah ganti oli,
iseng saya coba untuk menghitung jarak tempuh yang sudah saya lalui
sejak tanggal 16 December yaitu saat start menuju ke Kelimutu dan connected
dengan trip di pulau Jawa ini. Angka yang saya peroleh adalah : 1.942
km + jarak Denpasar - Lembang - Cirebon - Brebes (1.091 km) yaitu 3.033
km. Wow...lumayan juga yah :)
Siang
itu hujan turun deras dan setelah ganti oli, saya tidak memaksa untuk
jalan, hanya menunggu hujan agak reda. Hampir pukul 18.00 baru hujan
reda dan perjalanan saya lanjutkan lagi menuju kota Semarang. Lewat
kota Tegal, belum lama start perut kembali lapar, dan saya langsung
mencari rumah makan.
Makan di Tegal |
Menu sop iga sapi nya pas sekali guna mengatasi dingin dan sebagian jaket basah diguyur sisa hujan dari Brebes.
Sop iga sapi |
Kelar makan malam
perjalanan lanjut lagi kearah Semarang.Setelah berjalan 69 km tibalah
saya di kota Weleri dengan rasa kantuk tingkat dewa. Seperti biasa, saya
mampir ke Pertamina Cottage untuk memilih "suite" yang pas :)
"You
can check-in anytime.you like .but you can just always
leave"...."welcome to the Hotel Pertamina....such a lovely place...such a
lovely place..."
Dan saya pun tertidur lelap di matras setelah merapikan posisi parkir motor dan mengamankan barang2 berharga didalam pannier yang terkunci rapat.
Another
morning has broken...dan sudah tiba dihari Sabtu tanggal 28 December
2013. Scorpy saya pacu memasuki kota Semarang dan mengarah ke Ungaran.
Masih sepi di Gombel dan menjelang Ungaran terjadi kemacetan akibat
jalan beton yang masih separoh jadi. Pagi tiba dan saat sarapan pun
menanti. Soto ayam. menu pilihan menggiurkan di pagi itu.
Soto ayam Pak No |
Selesai sarapan
soto ayam perjalanan saya lanjutkan kearah kota Salatiga, Hawa sejuk
mulai terasa saat mulai menanjak dari Gombel hingga Ungaran.Keluar
Ungaran tiba saya dikota Bawen yang berjarak 17 km dari Semarang. Lanjut
ke kota Salatiga yang hanya 10 km dari Bawen.
Masuk Salatiga |
Depan Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga |
Downtown Salatiga |
Dari Salatiga saya
mengambil shorcut ke kota Sragen via Karanggede dan Gemolong.
Keuntungan menggunakan jalur ini adalah guna menghindari kemacetan
dikota Boyolali dan Solo.
Shortcut ke Sragen via Karanggede dan Gemolong |
Short break di Karanggede |
Sekitar pukul 13.00
saya tiba dikota Sragen dan kembali memilih makanan padang untuk makan
siang. Sangat panas cuaca ketika saya tinggalkan kota Sragen menuju
Mantingan yang berjarak 17 km dari Sragen Dan tidak lama,sekitar pukul
14.20 saya pun sudah berada di propinsi paling ujung di pulau Jawa.
Welcome to Jatim |
Dari Mantingan
perjalanan saya lanjutkan ke kota Ngawi dengan jarak 35 km. Dari Ngawi
perjalanan terus ke Caruban dengan jarak 35 km. Di Caruban karena panas
sangat menyengat sehingga sayapun mampir di Indomaret untuk cooling down.
Lanjut
dari Caruban 29 km menuju Nganjuk. Mulai masuk kota Nganjuk, matahari
menampak kan kelelahan nya dalam menyinari bumi. Saya bergeser 25 km ke
kota Kertosono.Kemudian jalan 17 km memasuki kota Jombang. Hari mulai
sore dan ketika masuk Mojokerto, haripun gelap, Saya sempatkan refueling di Mojokerto. And the journey goes on...
Dari
Mojokerto perjalanan saya lanjutkan ke Mojosari dan Gempol. Keluar kota
Gempol dan Bangil kondisi traffic berubah drastis menjadi sangat macet.
Puncaknya setiba di Pasuruan, kendaraan terhenti total. Selidik punya
selidik, ternyata tengah terjadi accident yang sangat serius di kota
Tongas yang mengakibatkan korban tewas 18 orang, penumpang pick
up yang terdiri atas ibu2 yang baru pulang melayat. Adapun mobil pick up
yang naas itu memuat 32 penumpang dan memaksa menyusul kendaraan
didepan nya dan berakhir dengan tabrakan frontal dengan truk tangki.
Tidak kurang dari 5 jam saya berhenti di SPBU menunggu jalan dibuka
kembali.
Setelah
jalan dibuka,, perjalanan saya lanjutkan menuju kota Probolinggo dan
lanjut ke Situbondo. Dari Situbondo lanjut ke Ketapang. Sangat ngantuk
sekali rasanya dalam perjalanan menuju Ketapang dini hari itu. Kopi
adalah salah satu cara pengusir rasa itu.
Sahabat setia |
Pukul
07.00 pagi pada hari Minggu tanggal 29 December 2013 saya tiba di
Ketapang dan langsung menuju loket ferry untuk segera menyeberang ke
Gilimanuk.
Loket ferry Ketapang |
Sail back home |
Pukul 09.00 WITA
saya tiba di Gilimanuk dan bergegas menuju Denpasar sebelum rute
tersebut menjadi rame. Cuaca cerah dan cukup panas membuat waktu tempuh
saya menjadi 3 jam ke Denpasar.
Pukul
12.00, hari Minggu tanggal 29 December 2013 saya masuk kota Denpasar
dan alhamdulilah selamat tiba dirumah. Setelah saya parkir motor dan
saya segera melihat catatan perjalanan, Total jarak yang saya tempuh
sejak start dari Denpasar tanggal 24 December yang lalu adalah 2.144 km.
Dan bila dijumlahkan dengan jarak tempuh sebelumnya yaitu dari Denpasar
ke Moni/Ende pp sejauh 1.942 km maka total jarak tempuh keseluruhan
saya sejak tanggal 16 - 29 December 2013 menjadi 4.086 km.
Tidak kalah pentingnya adalah kondisi panniers setelah dibawa jalan 4.086 km dengan berbagai kondisi kontur
jalan serta perubahan cuaca yang ekstrim,tidak ada sedikitpun keluhan,
baik berupa kebocoran, rembes dan lain2 yang mungkin saja dialami
pemakai produk pannier lokal lain nya. Sekali lagi saya ucapkan terima
kasih kepada bro Alfian yang sudah secara presisi dalam mempersiapkan pannier ini. Atas dasar hasil yang sangat memuaskan ini saya berencana akan memesan top box alumunium ukuran 25 liter kepada bro Alfian guna melengkapi fungsi sepasang panniers ini.
Mudah2an
jarak tempuh yang cukup memadai ini dapat menjadikan modal dasar dalam
cara mengatur stamina menuju Km O nanti. Amien YRA.
Sampai berjumpa pada cerita trip saya berikutnya.
Wassalam.
Cerita menarik. Terima kasih sudah diajak jalan meski hanya membaca tulisan ini. Jadi pingin keliling Indonesia, lalu pulang membawa gambar dan menghasilkan buku. Salam kenal dari Jogja.
ReplyDeletesegehhh mantappp om
ReplyDelete