Monday, January 13, 2014

Dari Kelimutu ke Tugu Nanas # Balada 5 pulau

Sebetulnya blog ini hanya sequel dari perjalanan saya mulai dari tanggal 16 - 29 December yang sudah pernah saya published secara terpisah. Namun karena ini adalah dalam sebuah time frame yang sama ,maka tidak ada salahnya saya gabung untuk memudahkan membacanya secara utuh.Setelah mengalami sedikit polesan, mudah2an blog ini akan lebih menarik untuk dibaca.

Adapun trip ke Kelimutu berjarak 1.942 km ditambah dengan trip ke Tugu Nanas sepanjang 2.144 km sehingga totalnya menjadi 4.086 km yang saya tempuh selama 13 hari, termasuk istirahat 3 hari in-between , di Denpasar.


Pada awalnya kesempatan day-off dan cuti bulan December ini akan saya pergunakan untuk riding ke pulau Sumba. Namun dengan kondisi cuaca yang sudah memasuki musim hujan dan jadwal ferry yang hanya tersedia 2 kali dalam seminggu yang rawan akan penundaan jadwal karena musim hujan sehingga saya mengalihkan destinasi ke pulau Flores lagi tujuan utama adalah Taman Nasional Kelimutu yang memang belum sempat saya kunjungi saat ke Larantuka tahun lalu.Adapun untuk jarak tempuh trip ini adalah 1.900 an km..Dengan waktu start Senin tanggal 16 December 2013 dan finish di Denpasar lagi tanggal 21 December 2013.


Peta Bali,Lombok,NTB,NTT


Taman Nasional Kelimutu terletak di Flores, Indonesia. Taman nasional ini terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung dengan Gunung Kelibara (1.731 m) sebagai puncak tertinggi. Gunung Kelimutu, terdapat danau Danau tiga warna yang juga merupakan tempat dari Taman Nasional Kelimutu.
Di dalam Taman Nasional Kelimutu, terdapat arboretum, hutan kecil seluas 4,5 hektar yang mewakili koleksi keanekaragaman flora di daerah tersebut. Di sana terdapat 78 jenis pohon yang dikelompokkan ke dalam 36 suku. Beberapa koleksi flora yang merupakan endemik Kelimutu adalah uta onga (Begonia kelimutuensis), turuwara (Rhododendron renschianum), dan arngoni (Vaccinium varingiaefolium). Argoni yang berbunga kecil putih dan akan berubah menjadi hitam ketika matang, diyakini masyarakat setempat sebagai makanan para dewa.
Bro Yudie dikawal 3 personil VOID tiba di Denpasar


Kali ini saya tidak sendiri, karena ada bro Yudie dari Banjarnegara yang menyatakan minat untuk ikutan trip saya ini,Sesuai rencana, pada H-1 bro Yudie sudah tiba di Denpasar dengan dikawal oleh 3 orang rekan  bikers dari komunitas Versys Indonesia atau VOID yaitu : bro Alfian (Malang) , bro Riza ( Malang) dan bro Andi (Surabaya).Yudie mengendarai Kawasaki Versys 650 dan sangat antusias untuk menjelajahi Indonesia bagian Timur ini.

Persiapan saya untuk menempuh trip ke Kelimutu ini tidak begitu banyak, hanya service biasa dan guna mengantisipasi medan yang kasar,sepasang box Givi E33 saya lengserkan dan berganti dengan pannier alumunium ukuran 30 liter buatan bro Alfian dari Malang.Pada H-1,pannier langsung dibawa by hand carried oleh bro Alfian guna langsung di-installed di Scorpy. Alasan pemilihan pannier ini, karena memang bahan dasarnya lebih kuat,dengan memakai plat almu 3 mm.
Fitting pannier
Hari itu, Senin 16 December 2013, pukul 11.00, fitting pannier selesai dan masih tersedia waktu panjang untuk finalization persiapan trip. ETD trip ini saya set pukul 16,00. Namun pada hari itu, ,mulai pukul 15.00 hujan deras mengguyur Denpasar dan tidak memperlihatkan tanda2 akan berhenti menjelang magrib tiba.Akhirnya, pada pukul 19.30 kami putuskan untuk segera start karena waktu yang mengikat ke section2 berikutnya.

Ditengah lebatnya hujan yang mengguyur Denpasar motor kami pacu ke arah Padang Bai dengan menyempatkan untuk berhenti sejenak di daerah Ketewel untuk makan malam pada  RM Padang.Tidak lama kemudian, kamipun tiba di pelabuhan Padang Bai dan saya langsung membeli tiket ferry seharga Rp.112.000. Namun berbeda dengan partner saya, Yudie yang digiring ke loket berbeda, yang belakangan saya ketahui karena untuk motor yang diatas 500 cc tarip ferry nya berbeda yaitu hampir 2 kali lipat. Big bike ..big expenses ..ha ha ha

Singkat kata, kedua motor kami sudah terparkir rapi dalam perut ferry dan kami naik ke deck penumpang.Karena ingin meng-efisienkan waktu istirahat, maka kami menyewa kasur extra utk tiduran seharga Rp.35.000/ea dan waktu penyeberangan sekitar 5 jam itu kami pergunakan sebaik-baiknya untuk tidur.
Diatas ferry Padang Bai - Lembar

Sekitar pukul 03.00 Selasa dinihari, ferry merapat di pelabuhan Lembar dan kami langsung gas ke arah pelabuhan Kayangan dengan berjarak 93 km diujung timur Lombok. Memasuki desa Sukit ,sebelum Masbagik , azan subuh berkumandang dan kamipun menepi ke sebuah masjid guna menunaikan sholat subuh.

Selesai subuh perjalanan kami lanjutkan ke sisa rute menuju pelabuhan Kayangan untuk menyeberang ke Poto Tano. Tiket penyeberangan seharga Rp.53.000 ternyata berlaku sama dengan tiket nya Yudie, karena kebetulan petugas disana tidak mengecheck kendaraan Yudie.Lumayan lah..he he he..

Tidak sampai 2 jam,Selasa tanggal 17 December pagi pukul 08,30 kami sudah merapat dipelabuhan Poto Tano dan langsung mampir ke warung di pelabuhan guna mengisi perbekalan air minum yang sangat dibutuhkan guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya dehidrasi oleh karena sengatan panas nya mentari di bumi Sumbawa.
Poto Tano didepan mata

Setelah selesai dengan persiapan perbekalan minum, kamipun meninggalkan Poto Tano dibawah cuaca pagi yang tidak langsung terik itu..Kira2 baru jalan 30 menit , hujan mulai gerimis dan berangsur lebat membasahi bumi dan memaksa kali untuk menepi di sebuah SPBU di kota Alas yang berjarak 18 km dari Poto Tano. Kesempatan ini kami pergunakan untuk menyiapkan rain-gear dan sekedar "ritual WC" dipagi hari di SPBU tersebut.
Morning break di SPBU Alas

Sejenak kemudian perjalanan kami lanjutkan menuju arah kota Sumbawa Besar dengan sangat ber-hati2 karena jalan yang licin yang terdiri dari aspal tambal sulam.Kondisi aspal seperti ini sangat terasa licin pada ban dual purpose langsiran Swallow type SB 117 ini. Proceed with extra precaution adalah sebuah langkah aman buat saya jalankan pada pagi hari itu.Dan tentu nya tidak lupa sedikit mengurangi tekanan angin ban dari 30 (front)/35 (rear) menjadi 25 (front) /30 (rear).

Memasuki kota Sumbawa Besar, hujan telah berhenti dan berganti dengan terik matahari yang mulai menyengat.Kami hentikan langkah sejenak pada sebuah warung kecil, guna mendinginkan suhu tubuh dengan meminum cold isotonic drinks.

Selepas kota Sumbawa Besar cuaca cukup cerah dan cenderung panas yang harus kami lewati.Setelah berjalan 97 km dari kota Sumbawa Besar pada pukul 12,30 kami tiba dikota Empang.Karena perut sudah mulai terasa lapar dan kami pun berhenti pada sebuah warung untuk makan siang.Menu ayam goreng pada siang itu terasa mantap sekali diperut.
Makan siang di Empang
Tanpa ber-lama2 selepas makan siang motor kembali kami gas menuju Sape, dengan target tiba di Sape sebelum magrib, untuk segera beristirahat malam ini di Sape.Lepas kota Empang, menjelang kota Kwangko ,jalan berliku menyambut kami. Sepanjang lebih kurang 46 km jalan berliku itu kami nikmati.Sebelum memasuki jalan berliku, Yudie memasang video camera pada helm nya.
Berhenti sejenak,utk mengaktipkan video-cam
Setelah video-cam aktip kamipun mulai menikmati track yang full twisty serta hotmix mulus itu hingga mencapai kota Banggo.Ditengah perjalanan hujan lebat kembali mengguyur dan kamipun tidak dapat mengembangkan kecepatan secara maksimal.Kira2 1 km selepas kota Banggo ada sebuah SPBU dan kami pun mampir untuk refueling dan beristirahat sejenak, setelah diguyur hujan lebat.

Rehat sejenak di SPBU-Banggo
Basah setelah diguyur hujan lebat
Dari Banggo perjalanan lanjut sekitar 16 km ke kota Dompu dan lanjut lagi 58 km ke kota Bima.Berhubung hari semakin senja, pantai indah kota Bima hanya kami nikmati sembari jalan saja supaya masuk target sebelum magrib tiba di Sape.

Dari Bima kami berjalan menempuh jalan berliku sepanjang 49 km, yang pada 15 km terakhir adalah berupa jalan menurun dan twisty. Seolah tidak sabar untuk mencapai Sape secepatnya. pada trek menurun ini kecepatan motor saya tingkatkan secara maksimal. Tanpa terasa jarum kilometer menyentuh angka 100-110 km pada jalanan menurun dan berliku itu ,yang membawa kenikmatan tersendiri bagi saya. hingga akhirnya kami tiba disebuah SPBU di Sape.Moment refueling pun kami pergunakan dengan perhitungan setibanya di Labuan Bajo tidak perlu repot mencari pom bensin lagi. Jam menunjukkan pukul 17.30 saat itu dan Yudie saya liat tengah berbincang dengan seorang local biker yang menggunakan Suzuki Inazuma. Akhirnya kami mendapatkan surprised-news dari beliau, bahwa malam ini ada ferry yang menyeberang ke Labuan Bajo.Senang sekali rasanya hati saya, karena kami tidak perlu lagi overnite di Sape untuk menunggu ferry yang keesokan pagi untuk menuju Labuan Bajo.Rupanya sekarang sudah ada 2 kali sehari pelayanan ferry dari Sape ke Labuan Bajo atau pun sebaliknya.Yaitu setiap pukul 09.00 pagi dan pukul 19.00 malam harinya.

Dari SPBU Sape,langsung kami menuju loket penjualan tiket ferry. Saya membayar Rp.148.000 untuk penyeberangan dan lagi2 Yudie mendapatkan tarif berbeda, yaitu hampir 2 kali lipat..he he..

Langsung saja motor kami masukkan ke ferry dan kamipun langsung menaiki deck penumpang.Penuh sesak dikelas Ekonomi, memaksa kami untuk bergeser ke kelas VIP dengan menambahkan Rp.30.000/orang untuk dapat duduk di ruang ber AC itu. Gak apa2 lah, karena memang kami butuh istirahat yang cukup guna perjalanan sepanjang 445 km lagi  dari Labuan Bajo ke desa Moni, dikaki Kelimutu.Setelah menyantap satu2 nya main course yang tersedia di ferry,yatu indomie dikantin,maka kamipun terlelap tidur karena tenaga yang cukup terkuras seharian mulai dari Poto Tano hingga Sape sepanjang 388 km.
Posisi motor  dalam ferry Sape - Labuan Bajo
Hari Rabu tanggal 18 December pukul 02.30 dinihari ferry merapat di pelabuhan Labuan Bajo.Kami langsung keluar dan saat itu telah menunjukkan pukul 03.00 pagi.Saya menawarkan ke Yudie apakah akan menanti terang dulu di Labuan Bajo, atau mau langsung gas ke Ende ? Ternyata Yudie memilih untuk gas langsung, dan sangat cocok sekali dengan apa yang ada dalam pikiran saya.
Labuan Bajo arrival @ 03.00 AM
Dini hari  itu suasana di Labuan Bajo masih sangat lengang dan kami pun langsung mengarahkan kendaraan ke kota Ruteng dengan jarak 120 km. Setelah jalan beberapa km kami mulai dihadang oleh jalan berliku yang makin lama makin ekstrim. Short cornering yang diselingi hairpin dan dibumbui dengan sedikit kabut menjadikan trek Labuan Bajo - Ruteng ini saya nilai trek ter-ekstrim di Flores.Tanpa bantuan 2 spotlight cree LED yang super terang + 2 spotlight luxeon, rasanya mustahil saya dapat riding pede didepan karena akan sangat sulit untuk meraba tikungan2 yang sangat gelap, mayoritas berupa hairpin dan dihiasi oleh beberapa negative camber. Di trek ini pula lah saya terjatuh pada tahun lalu saat arah pulang dari Larantuka pada jam 02,00 pagi. Semakin mendekati Ruteng cuaca dingin semakin menusuk terasa. Memang Ruteng berada pada dataran tinggi.

Sekitar pukul 06.00 kami tiba di Ruteng dan sempat berputar-putar di pusat kota guna mencari makanan untuk sarapan pada pagi itu. Ternyata belum ada tukang jualan makanan pagi itu di Ruteng. Kami sempat beristirahat pada sebuah SPBU di kota Ruteng itu yang tengah dipenuhi oleh kendaraan yang menunggu buka nya SPBU tersebut.

Ruteng merupakan sebuah kota yang ada di Pulau Flores yang cukup berkembang. Kota Ruteng berada di kaki Gunung Anak Ranaka dan memiliki potensi wisata yang cantik dan menarik. Penduduk Ruteng umumnya merupakan orang Manggarai yang terkenal ramah namun pemalu dengan pakaiannya yang khas, sarung hitam. Kota yang dikelilingi oleh persawahan ini membuat hawanya terasa tenang dan sangat cocok untuk liburan. Ruteng mendapat julukan sebagai Kota Seribu Gereja karena banyaknya gereja yang ada di sana. Selain itu, Ruteng juga disebut sebagai “Negeri di Awan” karena lokasinya berada di dataran yang cukup tinggi.



Beristirahat di SPBU Ruteng


Tidak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Ende.Setelah berjalan 41 km dari Ruteng kami memasuki desa Borong dan pada desa tersebut terlihat sebuah RM Padang. Yes, cocok lah untuk tempat sarapan pagi itu.
Sarapan dengan masakan Padang
Setelah selesai sarapan, perjalanan kami lanjutkan menuju Aimere,sebuah ibukota kecamatan yang terletak dipinggir pantai .Udara khas pesisir yang panas mulai terasa menyengat pagi itu, Kami langsung melanjutkan lagi menutu kota berikut yaitu Bajawa yang berjarak 37 km di utara kota Aimere.

Jalan dari Aimere ke Bajawa yang di dominasi oleh tanjakan2 terjal dan dibumbui oleh tikungan2 hairpin yang sangat menguras tenaga guna menempatkan motor pada posisi jalur yang benar dalam setiap keluar dari tikungan.Sungguh jarak yang 37 km tersebut terasa lama dan akhirnya pada pukul 09.30 pagi itu kami memasuki kota Bajawa. Udara sejuk kota 
Bajawa yang terletak pada dataran tinggi tersebut seolah mengusir panas nya sinar matahari pagi itu. 

Bajawa adalah ibu kota Kabupaten Ngada sekaligus ibu kota Kecamatan Bajawa. Dikelilingi bukit-bukit yang hijau dengan hawa yang sejuk, sehingga sangat cocok sebagai tempat singgahan/peristirahatan untuk merencanakan perjalanan ke berbagai Obyek Wisata yang tersebar di wilayah Kabupaten Ngada seperti Taman Wisata Alam 17 Puiau Riung, Permandian Air Panas Mengeruda, Pantai Pasir Ena Bhara Aimere, Kampung Tua : Bela, Bena, Nage, Wogo, Gurusina, serta situs prasejarah Olabula, dan Event Budaya insidental (Pembangunan Rumah Adat, Ngadhu, Bhaga, Peo, Para dan lain-lain), demikian pula dengan berbagai upacara bugaya seperti Reba (budaya tahun baru), Etu (budaya Tinju tradisional), Caci (budaya tarung dengan mengunakan cambuk dan perisai terbuat dari kulit kerbau).

Disini saya melihat referensi lokasi SPBU, dan memang ada beberapa SPBU terdapat pada GPS saya. Setelah menanyakan kepada penduduk setempat , mengenai kondisi SPBU tersebut saya dapatkan informasi bahwa pagi itu BBM langka sehingga antrean panjang pada setiap SPBU menjelang kota Ende.

Demi efisiensi tenaga agar tidak mengantri pada SPBU tersebut, kami memutuskan untuk membeli bensin secara eceran di Bajawa itu. Penjual bensin eceran yang akrab dipanggil dengan nama mama Elisabeth itu menjual bensin dalam jerigen berisi 7 liter seharga Rp.70.000..Wow..apa boleh buat daripada ngantre.

Mama Elisabeth
Selesai mengisi bensin dan setelah berbasa basi sejenak dengan mama Elisabeth, kami lanjut dengan tujuan kota Ende yaitu kota terbesar di Flores. Jarak antara Bajawa ke Ende adalah 84 km dan sebagian sejak dari Bajawa melewati kota dengan hawa sejuk seperti : Mataloko,Boawae dan Ngada

Kebetulan hari itu adalah hari Rabu yang merupakan hari pasar di kota Boawae sehingga terasa kepadatan kota itu yang hanya sekali  dalam seminggu. Boawae berhawa sejuk dan pemandangan sekitar yang serba hijau.
Rabu - adalah hari pasar di Boawae
Pasar hewan Boawae - hanya pada hari Rabu
Ada obyek wisata yang tak sempat kami kunjungi,yaitu desa Bena. Terletak di Kabupaten Ngada sekitar 18 km di selatan pusat kota Bajawa beberapa desa yang menyatu menjadi kawasan Desa Bena masih mempertahankan sisi tradisionalnya di tengah gempuran globalisasi yang menerpa Flores.
Rumah adat desa Bena

Sisi tradisional dari desa ini sungguh langsung terlihat dari cerminan bangun-bangun rumah yang ada di desa ini. Dengan memiliki atap yang terbuat dari rumbia-ijuk serta berdinding kayu yang jauh dari sentuhan modernisasi. Sungguh sebuah obyek wisata yang berharga yang terpaksa kami skip dikarenakan terbatasnya waktu.

Rumah di Bena memang unik.Kerangkanya terbuat dari bambu, atap  dari bahan alang-alang, dan tidak menggunakan paku sama sekali .Semuanya diikat dengan ijuk yang dibentuk menjadi tali. Semua bahan nya dari alam. Ini prinsip  masyarakat desa Bena yang senantiasa menjaga keseimbangan alam, sehingga kontur bukit tempat mereka tinggal dibiarkan begitu saja, berbentuk seperti perahu yang melambangkan semangat kerja sama, kerja keras, dan gotong royong.
Desa Bena - Ngada
Lepas kota Ngada jalan mulai menurun menuju Ende hawa panas pun mulai terasa menyengat karena Ende terletak dikawasan pesisir pantai. Ada sedikit ruas jalan yang dalam perbaikan. Karena panasnya cuaca kami sempat berhenti beberapa kali guna sekedar mengumpulkan tenaga dengan jalan banyak meminum minuman isotonic agar terhindar dari gejala dehidrasi.

Panas semakin menyengat dan kami semakin dekat ke bibir pantai dengan jalan berliku menuju kota Ende. Sekitar 15 km sebelum kota Ende, kami melihat ada spot view pantai yang bagus dan berhenti sejenak untuk sekedar mengambil foto dokumentasi perjalanan.


Tidak tahan berlama-lama dipantai ini karena panas yang sangat terik pada pukul 13.00 siang itu, perjalanan kami lanjutkan ke kota Ende dengan target utama untuk mengisi perut. Untuk kedua kali nya, pilihan tetap jauh ke RM Padang yang pasti cocok selera.
  
Ende adalah nama sebuah Kabupaten di pulau Flores yang masih berada didalam wilayah Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur). Letaknya adalah ditengah daratan Flores. Ende juga adalah nama Ibukota Kabupaten Ende. Jika kita melakukan perjalanan darat dari bagian Timur pulau Flores semisal dari Maumere atau Larantuka  menuju bagian Barat lainnya pulau Flores seperti  Bajawa maupun Ruteng, maka kita harus melalui Kota Ende Ini

Di kota ini pula Bung Karno menjalani masa pengasingan oleh kolonial Belanda selama empat tahun (1934-1938).Bung Karno diasingkan sejak 14 Januari 1934 bersama istrinya, Inggit Garnasih, mertuanya, Ibu Amsih dan anak angkatnya, Ratna Juami; serta guru anak angkatnya, Asmara Hadi.

Dalam berbagai catatan yang mengupas tentang masa pengasingan Bung Karno di Ende, Pulau Flores, NTT, salah satu yang paling diminati masyarakat adalah buku berjudul "Bung Karno, Ilham dari Flores untuk Nusantara".

Buku ini menceritakan perenungan Bung Karno di bawah sebuah pohon sukun bercabang lima yang melahirkan gagasan lima butir Pancasila. Kelima butir Pancasila secara resmi diumumkan Bung Karno pada 1 Juni 1945 di depan sidang Dokoritsu Zyumbi Tyoosakai.
RM Ampera - Ende
Selesai makan siang kami sempat membuat beberapa alternatif rencana kedepan. Rencana pertama adalah langsung menuju Taman Nasional Kelimutu yang masih berjarak 70 km dari Ende dengan resiko tiba dilokasi paling cepat pukul 16.00 dan berhubung siang itu Ende mulai diguyur hujan lebat maka resikonya danau akan ditutupi kabut.Sehingga tidak dapat maksimal melihat keindahan danau tersebut.Ditambah lagi ada informasi longsor parah pada km.17 antara Ende - Moni.

Pilihan kedua adalah, jalan santai langsung ke desa Moni untuk langsung beristirahat, baru esok subuh naik ke danau Kelimutu untuk melihat sunrise ,yang hanya berjarak 14 km dari Moni, Dan di Moni cukup banyak tercapat homestay untuk menginap. Dan kami pun sepakat untuk mengambil pilihan kedua ini.

Setelah mengisi bensin pada SPBU yang ada di kota Ende, ditengah lebat nya hujan motor kami pacu menuju desa Moni. Benar saja , setiba di Km 17, longsor parah masih dalam pengerjaan alat2 berat dengat sistem buka-tutup jalan. Beruntung pada saat kami lewat traffic lengang karena hujan lebat. Kira2 seminggu sebelum ini ada berita meyeramkan dilokasi longsor ini ,dimana ada pengendara motor yang nekad jalan walau sudah di stop oleh petugas disana dan saat melintasi lokasi longsor, tiba2 batu besar menggelinding dari atas tebing dan mendorong pengendara motor tersebut hingga masuk kedalam jurang yang puluhan meter dalam nya disisi kanan jalan,hingga pengendara motor tersebut tewas seketika.

Sekitar pukul 16.00 Rabu tanggal 18 December 2013 , kami tiba di desa Moni.Ditengah gerimis hujan akhirnya kami menemukan sebuah homestay dengan harga diskon yaitu Rp.200.000 dari original price nya Rp.300.000. Dan bagus nya lagi homestay Hidayah ini dilengkapi dengan shower dan air panas. Penting ,karena cuaca di Moni cukup dingin yang bila tanpa air panas membuat kita enggan untuk mandi.

Moni adalah sebuah desa yang cantik dengan udara pegunungan yang sejuk dan tempat yang menyenangkan untuk berjalan-jalan. Desa ini merupakan pintu gerbang bagi wisatawan yang akan menuju ke Kelimutu. Wilayah desa Moni yang berada dijalur jalan Ende-Maumere merupakan pusat dari wilayah Lio yang meliputi kawasan mulai dari Timur Ende hingga ke Wolowaru.

Beberapa desa di sekitar Moni merupakan sentra kerajinan kain tenun ikat antara lain di desa Wolowaru yang berada di jalan raya yang menuju ke Maumere. Desa yang terletak sekitar 13 km di Tenggara Moni ini dapat menjadi titik awal perjalanan menuju ke beberapa desa lainnya yang juga menjadi sentra kerajinan tenun ikat seperti Jopu, Wolojita dan Nggela.


Homestay Hidayah - Moni
Parkir di homestay Hidayah - Moni
Setelah menurunkan barang2 kami pun langsung beristirahat di homestay yang bersih dan asri itu.Mandi dengan air panas yang tersedia sangat terasa nyaman dan berguna untuk recovery stamina.

Menu makan malam itu adalah nasi goreng special yang kami pesan di warung yang masih kepunyaan pemilik homestay. Porsi yang besar dan cita rasa lumayan enak membuat rasa kantuk mulai mengganggu. Setelah me-charge semua gadget mulai dari HP, BB dan GPS maka saya pun terlelap, setelah menyetel alarm pukul 03.30.

Seperti biasa, alarm HP menyentak pada pukul  03,30 dengan ringtone "Land of Confusion " nya Genesis saya terbangun dan mempersiapkan diri untuk jalan ke Taman Nasional Kelimutu pada pukul 04,30 guna menyaksikan keindahan sunrise di Kelimutu.

Pukul 04.30 kami telah siap jalan ke Taman Nasional Kelimutu dan meninggalkan barang di homestay karena jatah breakfast baru tersedia paling cepat pukul 06.00. Tanpa sarapan dulu, home stay kami tinggalkan dan mulai mendaki jalan berliku ke area parkiran Taman Nasional. Melewati jalan basah sisa hujan lebat tadi malam dan terdapat genangan2 lumpur, bro Yudie sempat tergelincir pada sebuah kubangan lumpur, Namun untungnya tidak mengalami cedera serius, dan perjalanan lanjut ditengah gelapnya pagi itu.

Setiba di pintu gerbang masuk kami membayar tiket masuk dan sempat ditanya apakah membawa kamera ? Saya mengerti akan pertanyaan itu dan saya jawab hanya kamera yang ada di HP saja.
Tiket masuk Taman Nasional Kelimutu
Sekitar pukul 05.00 pagi kami telah tiba di parkiran Taman Nasional Kelimutu dan harus dilanjutkan dengan menaiki tangga menuju lokasi bibir kawah  danau. Setelah tiba di sisi danau, pemandangan sangat memukau membentang dibawah sana yang tidak dapat saya deskipsi kan secara detail , hanya foto2 berikut saja yang akan bercerita...

Gunung Kelimutu adalah Gunung yang memiliki tinggi 1.640 meter di atas permukaan laut, memiliki tiga buah kepundan di puncaknya yang disebut Danau Kelimutu. Ketiga danau Kelimutu ini memiliki warna air yang berbeda-beda dan berubah tiap saat. Dan warna merah menjadi hijau tua kemudian merah hati. Kadang menjadi warna cokelat kehitaman dan biru.

Gunung Kelimutu meletus terakhir pada 1886 dan meninggalkan tiga kawah berbentuk danau yang airnya berwarna merah (tiuw ata polo), biru (tiwu ko'o fai nuwa muri), dan putih (tiwu ata bupu). Ketiga warna ini mulai berubah sejak 1969 saat meletusnya Gunung Iya di Ende, dan perubahan warna itu pernah serupa.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, danau dengan air warna merah merupakan tempat berkumpulnya para arwah orang jahat. Danau biru untuk para pemuda-pemudi, dan danau putih untuk orang tua. Para arwah diyakini akan bermukim di ketiga danau itu sesuai status sosialnya.



Di kaki anak tangga ke bibir danau


Waiting for sunrise





Here come the sun

Two tones lake
Spot utk melihat danau ke 3 diatas sana

Stairway to heaven
Danau ke 3 masih diselubungi kabut
Inscribed stone-high on the hill
Me and the icon of Flores
Me and my big brother :)


On top of  Taman Nasional Kelimutu
Di area puncak ini ada yang berjualan pop mie dan coffee mix yang lumayan untuk sekedar ganjal perut pagi hari itu. Setelah puas menikmati keindahan Taman Nasional dari ketinggian, maka kami pun bergerak turun ke arah parkiran motor untuk pulang ke tempat penginapan.
Berhubung saat perginya masih gelap jadi pas perjalanan pulang belum lengkap rasanya bila tidak berfoto di pintu masuk Taman Nasional Kelimutu ini.
Tiba di homestay , kami segera packing barang2 untuk bersiap meninggalkan Moni dan langsung sarapan sehat yang sudah tersedia.
Pancake with assorted fruits
Selesai sarapan kami berpamitan dengan pemilik homestay dan memacu motor kearah kota Ende. Suasana pagi itu cukup cerah ,motor saya gas dengan speed yang konstan antara 60 - 80 km /jam dan tanpa terasa kota Ende sudah ada didepan mata. Saya menyempatkan untuk mengganti oli Scorpy dan langsung kami menuju RM Ampera, dimana kami makan siang kemaren.

Setelah makan siang, pada pukul 13.30 Kamis siang itu, tanpa membuang waktu kami langsung berangkat meninggalkan kota Ende. Sebelum keluar kota, sempat kami mampir di bekas rumah pengasingan Bung Karno semasa jaman perjuangan kemerdekaan dulu. Rumah itu telah selesai dipugar namun sayangnya penjaga nya lagi keluar makan siang, sehingga kami tidak dapat masuk.
Rumah pengasingan BK di Ende
I was there
Selesai sekedar berfoto di situs bersejarah ini, perjalanan kami lanjutkan menuju kota berikut yaitu Bajawa. Menjelang Detusoko, gerimis yang semakin lebat mulai mengguyur bumi Flores. Memasuki kota Boawae hujan lebat sudah tidak tertahan kan sehingga kami berkendara dengan extra precaution.
Menjelang kota Bajawa, kabut tebal dan hujan lebat bercampur menjadi satu membuat visibility sangat terbatas dan perjalanan lanjut terus ke kota Aimere, Jarak Bajawa - Aimere yang pada saat perginya kami tempuh dalam keadaan kering dan cerah ,kali ini dalam perjalanan pulang kondisinya seakan berbalik 100 %. Cuaca hujan lebat dan berkabut serta mulai gelap.
Menjelang magrib kami memasuki kota Aimere dan hujan pun tinggal gerimis ringan.Sempat kami berhenti pada sebuah warung di Aimere untuk sekedar membeli cemilan dan beristirahat.Setelah beristirahat sekitar 30 menit perjalanan kami lanjutkan ke arah kota Ruteng. Cuaca mulai gelap dan hujan gerimis setia menemani. Sekitar sejam perjalanan kami tiba di kota Borong, dan mampir kembali ke RM Padang tempat kami sarapan kemaren pagi untuk makan malam, Sebelum itu kami sempat refueling dulu di SPBU kota Borong ini yang kebetulan sepi malam itu.

Selesai makan malam langsung kami gas lagi  menuju Ruteng yang berjarak 41 km dengan jalan sempit yang twisty dan di guyur hujan yang lumayan lebat. Malam semakin gelap dan menjelang Ruteng udara dingin semakin terasa menembus walau sudah badan sudah dilapisi jaket dan jas hujan.Sekitar sejam kemudian, kota Ruteng sudah didepan mata.Malam yang basah oleh hujan yang tak kunjung berhenti itu membuat suasana Ruteng cenderung lengang.

Menyingkat waktu, langsung kami gas menuju Labuan Bajo dengan jarak 120 km dan stamina yang telah terkuras membuat mata mulai berat dan gerak semakin lamban. Secara bergantian saya dan Yudie mengambil posisi didepan , guna mengatasi rasa kantuk yang semakin berat.

Pukul 23.30 lampu kota Labuan Bajo sudah didepan mata dan kami langsung menuju daerah pelabuhan , yaitu pusat warung-warung seafood, guna mencicipi ikan bakar dengan bumbu khas Flores yang sangat bercita rasa tinggi itu.

Labuan Bajo adalah sebuah pelabuhan kecil yang cantik di ujung paling barat pulau Flores dan merupakan pintu masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK) dan keajaiban pulau Flores lainnya. Saat matahari terbenam, Labuan Bajo menawarkan pemandangan spektakuler ketika pulau-pulau kecil yang menghadap ke siluet pelabuhan secara dramatis menciptakan efek yang ajaib, seajaib apa, Anda harus datang dan menyaksikannya secara langsung.
Sunset at Labuan Bajo
Letak Labuan Bajo ini langsung berhadapan dengan Taman Nasional Komodo (TNK). Keberadaan Labuan Bajo yang merupakan gerbang dari Taman Nasional Komodo memberikan keuntungan tersendiri bagi penggerakan ekonomi wilayah setempat. Selain sebagai pintu gerbang dari masuknya Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo sendiri memang memiliki kondisi alam yang indah sehingga sangat layak untuk di jadikan tempat singgah, tempat istirahat dan liburan para wisatawan. Sebelum mengunjungi Taman Nasional Komodo yang terkenal di dunia, karena keberadaan hewan purba yang masih hidup dan lestari sampai saat ini yaitu Komodo.


Labuan Bajo ini adalah sebuah kota yang dikelilingi oleh  banyak pulau yang indah di sekitarnya. Dengan di hiasai oleh hamparan pasir putih dan laut yang biru bersih yang mengelilingi pulau tersebut, diantara banyak pulau yang terkenal dan banyak di kunjungi adalah  Pulau Rinca, Pulau Sabolo, Pulau Bidadari, Pulau Selayar Besar & Kecil, serta Pulau Komodo yang paling banyak di kunjungi wisatawan. Snorkeling dan diving adalah salah satu diantara kegiatan yang sering di nikmati oleh para pengunjung saat ke labuan Bajo. Species terumbu karang juga masih terjaga dengan baik di kawasan ini sanagat mempesona setiap wisatawan.

Sejak menjadi ibukota dari kabupaten Manggarai Barat, sebuah kabupaten hasil pemekaran dari Manggarai pada tahun 2003. Labuan Bajo memeperlihatkan peningkatan kemajuan daerah yang sangat signifikan daerah ini maju dengan pesat. Pengunjung pun banyak berdatangan karena di dukung oleh sarana dan prasarana yang cukup memadai.


ikan bakar di Labuan Bajo

Tempat makan seafood di Labuan Bajo


Selesai makan kami mencari penginapan untuk sekedar meluruskan badan dan membereskan pakaian yang basah karena guyuran hujan tanpa henti sepanjang jalan. Sulit juga mencari penginapan yang ekonomis pada tengah malam itu. Akhirnya dapat juga Bajo Beach Hotel yang hanya berjarak 300 meter dari pelabuhan  dengan tarif Rp.300.000 - non negotiable malam itu. Lumayan lah untuk dapat melepas penat di hotel yang berpendingin udara malam itu.

Tidak lama, paling hanya sekitar 2,5 jam saya berbaring sudah masuk waktu subuh, Dan setelah merapikan barang, pukul 06.30 kami sudah berada di loket ferry pelabuhan Labuan Bajo. Tidak begitu rame pagi itu dan setelah membayar tiket sebesar Rp,148.000 kami pun memasuk kan motor buru2 ke lambung ferry guna mendapatkan tempat yang strategis untuk melanjutkan  porsi tidur yang masih minim tadi malam.

Bajo Beach Hotel - Labuan Bajo








I left my heart in Labuan Bajo

Sesaat sebelum menaiki ferry




Adios Flores...



Pukul 09,30 ferry pun berangkat meninggalkan Labuan Bajo yang exotic itu. Berhubung rasa kantuk berat sudah menyerang tanpa sadar saya tertidur di kursi ferry yang lumayan untuk melepas penat.Penyeberangan Labuan Bajo - Sape atau sebaliknya adalah penyeberangan terpanjang dalam perjalanan menjelajah 5 pulau ini. Lama penyeberangan adalah sekitar 6 atau 7 jam.

Ferry Lab.Bajo - Sape
Pukul 15.00 ferry merapat di pelabuhan Sape, kami turun dan langsung menuju SPBU terdekat dari pelabuhan untuk refueling. Langsung saja gas menuju kota Bima yang sore itu sangat bersahabat cuacanya. Tidak lupa kami sempatkan mampir di pantai yang cukup indah di kota Bima itu.

Bima merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang beribukota Mataram. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terletak antara 115'45 - 119-10 BT dan antara 8 5 - 9 5 LS. Wilayah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di selatan dengan Samudera Hindia, di timur dengan Selat Sepadan di barat dengan Selat Lombok. Luas wilayah keseluruhan adalah 49.32,19 km2 yang terdiri atas daratan 20.153,07 km2 dan lautan 29.159,04 km2.

Bima juga merupakan kawasan lintas utama menghubungkan beberapa pulau di Indonesia seperti Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur baik melalui darat maupun laut. Disamping itu Bima juga tidak dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memproduksi garam dan bawang merah. Dua Komoditas ini tidak hanya untuk kebutuhan masyarakat lokal saja namun juga untuk memenuhi kebutuhan pasar di provinsi lainnya di Indonesia setiap tahun antara lain, Kalimatan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur, dll.
Dan tempat-tempat pariwisata yang ada di Kota Bima  terdiri dari : Asi Mbojo,Pantai Lawata,Pantai Ule ,Wadu Mbolo,Pantai Ni’u,Amahami.
Pantai di Bima
Lepas dari pantai ini ,matahari mulai menampakkan kelelahan untuk menyinari bumi dan mulai gelap ketika melewati kota Dompu. Jalan berliku dan hotmix yang mulus membawa kami memasuki kota Banggo. Dan memang perut sudah waktunya untuk diisi maka langsung saya arahkan menuju RM Bundo Kanduang langganan saya di Banggo itu, satu2 nya warung nasi Padang yang bercat warna pink dikota Banggo.Selesai makan si uni warung menginformasikan bahwa dalam waktu dekat warung ini akan pindah kedekat SDN Manggelewa atau sekitar 500 meter dari sini. Dan warung baru itu sudah sepenuhnya mereka miliki hasil dari berjualan di tempat sekarang ini. Alhamdulillah ada peningkatan dalam taraf hidup mereka.
RM Bundo Kanduang

Dalam gelapnya malam, kami melanjutkan perjalanan lagi dengan tujuan berikut adalah kota Sumbawa Besar dengan jarak 167 km. Perut kenyang dan riding dalam kegelapan malam, musuh utama nya hanya : ngantuk :).Guna mengatasi hal tersebut irama riding saya tingkatkan dengan speed yang lebih tinggi karena jalanan mulus yang sangat mendukung dan traffic yang aman karena sepi. Bergantian kami leading untuk mengusir rasa kantuk yang makin lama makin mengganggu. Sekitar pukul 01.30 kami tiba pada sebuah SPBU di dekat ring road kota Sumbawa Besar yang sering saya gunakan untuk istirahat. Matras saya gelar dan langsung kami tidur sekitar 2 jam an. Lumayan lah sempat sleep-sleep chicken juga...:)
Kabupaten Sumbawa adalah sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Sumbawa Besar. Kabupaten ini terletak di sebagian besar bagian barat Pulau Sumbawa. Batas-batas wilayahnya adalah: Laut Flores dan Teluk Saleh di utara, Kabupaten Dompu di timur, Samudra Hindia di selatan serta Kabupaten Sumbawa Barat di barat. Kabupaten Sumbawa memiliki luas wilayah 8.493 km².

Sekitar pukul 03.30 dini hari perjalanan kami lanjut kan dengan sesekali berhenti ngopi di warung karena rasa kantuk belum sepenuhnya sirna.
Ngopi mengusir rasa ngantuk
Makin lama hari berangsur terang dan sekitar pukul 06,20  kami sudah memasuki pelabuhan Poto Tano kembali guna menyeberang ke Lombok.

Poto Tano, pelabuhan ini terletak di desa Poto Tano kecamatan Poto Tano di kabupaten Sumbawa Barat, dan masiih masuk dalam wilayah propinsi Nusa Tenggara Barat, fungsi utama pelabuhan ini adalah sebagai pintu masuk ke wilayah pulau Sumbawa dari arah barat (dari pulau Lombok). Dari pelabuhan Kahyangan Lombok membutuhkan waktu sekitar 90-120 menit melewati selat Alas (selat yang memisahkan pulau Lombok dan pulau Sumbawa). .
Masuk Poto Tano
Pagi yang indah di Poto Tano
Ngantri masuk ferry ke Kayangan - Lombok
Tidak menunggu lama, ferry langsung berlayar menuju pelabuhan Kayangan pada pagi yang cerah itu.
Selamat tinggal Sumbawa
Sekitar 1,5 jam kemudian ferry sudah merapat di pelabuhan Kayangan dan langsung motor kami pacu ke arah kota Mataram.

Pelabuhan Kayangan adalah salah satu pintu masuk pulau Lombok lewat jalur laut. Pelabuhan ini terletak di desa Kayangan, Labuhan Lombok, Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Pelabuhan ini melayani penyebrangan antara pulau Lombok dengan pulau Sumbawa.


Kira2 90 menit kemudian kami tiba di Mataram dan langsung mencari sarapan. Ketemu nasi tempong , yang mengobat selera setelah ber-hari2 di perjalanan ketemu nya nasi Fadang terus. Perjalanan lanjut ke pelabuhan Lembar dan sekitar 2 km sebelum pelabuhan hujan sangat lebat mengguyur bumi Lombok.
Pelabuhan Lembar di bagian Barat Pulau Lombok,yang melayani penyeberangan dengan ferry ke pelabuhan Padang Bai di Bali, pulang pergi. Berangkat setiap 2,5 jam, 24 jam sehari, kecuali jika dalam kondisi cuaca buruk dan perjalanan diantara ke dua pelabuhan tersebut memakan waktu 4 sampai 5 jam.

Setelah menunggu sekitar satu jam, pukul 10.00 ferry berangkat meninggalkan pelabuhan Lembar menuju Padang Bai - Bali. 4 jam pelayaran terasa lama sekali karena saya sudah tidak sabar untuk tiba di Bali.

Pukul 14.30 ferry touchdown di Padang Bai dan langsung kami bergegas menuju Denpasar. Yudie ada business appointment malam ini dan saya akan menggunakan waktu untuk beristirahat.

Sabtu tanggal 21 Desember sore pukul 15.30, dengan mengucap syukur alhamdulillah  kami tiba dengan selamat di Denpasar. Total jarak tempuh adalah 1.942 km. Dan pannier yang saya gunakan sepanjang jalan itu sangatlah membanggakan. Tidak ada setetes pun air yang masuk /rembes apalagi cracked. Fully recommended lah pokok nya :) . Thanks untuk bro Alfian yang sudah mempersiapkan pannier ini secara maksimal.

Sore itu setelah drop Yudie di homestay terdekat, saya membongkar barang dan memisahkan baju2 kotor untuk segera di laundry saya pun langsung beristirahat.

Keesokannya hari Minggu tanggal 22 December 2013 saya pergunakan untuk drop baju2 kotor ke laundry dan santai ngobrol2 aja seharian dengan bro Yudie.

Senin pagi tanggal 23 December saya dapat informasi bahwa kantor diliburkan pada hari Jum'at tanggal 27 December karena hari kejepit,menyusul libur Natal hari Rabu dan Kamis tanggal 25-26 December.

Setelah mempertimbangkan bahwa daripada stay/cicing/ngeringkel di Denpasar selama seminggu dalam keadaan libur pulak alangkah lebih baiknya kalo nyambung riding ke pulau Jawa. Tidak ada persiapan , hanya sekedar ganti oli motor, menyetel posisi panniers dan re-packing lagi barang2 saya pun sudah ready untuk riding.

Selasa pagi tanggal 24 December 2013 ,setelah drop bro Yudie ke bandara Ngurah Rai, karena dia pulang ke Banjarnegara dengan menggunakan pesawat via Yogyakarta, maka saya sudah bersiap untuk start ke pulau Jawa. Sehingga trip saya di akhir tahun 2013 ini akan meliputi 5 pulau yaitu : Bali,Lombok,Sumbawa,Flores dan Jawa...

Trip saya awali pada pukul 10.30 pagi  ditengah gerimis nya kota Denpasar. Tidak ada target waktu, destinasi yang specific membuat trip saya ini sangat berbeda pace nya dengan trip2 yang terdahulu. I just riding free as the  birds....

Pukul 13.00 WITA saya tiba di Gilimanuk dan terlihat kendaraan yang turun dari ferry dari Ketapang mulai terlihat padat. Mungkin karena sudah mendekati akhir tahun dan banyak wisatawan domestik yang akan melepas tahun 2013 di pulau Dewata ini. Saya menyempatkan untuk makan siang di Gilimanuk ini pada sebuah rumah makan Jawa Timur.
Ketapang
Setiba di Ketapang, pada pukul 14.00 WIB, saya langsung refueling dan lanjut ke arah Situbondo. Traffic sangat bersahabat sore itu sehingga perjalanan menjadi sangat lancar walau sesekali diselingi hujan.

Tanpa terasa, kota Situbondo sudah terlewati dan hari mulai gelap. Setiba di Paiton perut sudah tidak bisa diajak kompromi lagi dan terpaksa saya menepi pada sebuah rumah makan Padang, Selesai beristirahat sekitar 30 menit perjalanan saya lanjutkan menuju kota Surabaya dengan melewati kota-kota Probolinggo - Pasuruan - Bangil dan Sidoarjo.
Dinner at Paiton

Menjelang tengah malam saya memasuki kota Surabaya yang mulai terlihat sepi. Dengan menyusuri Jalan Darmo dan mengarah ke kota Gresik via Tambak Langon dengan full-santai saya gas Scorpy.
Refueling - menjelang Surabaya

Karena traffic yang sudah mulai lengang di kota Surabaya sehingga dengan mudah saya untuk melalui kota terbesar kedua di Indonesia tersebut untuk selanjutnya memasuki kota semen, Gresik. Berhubung stamina masih prima perjalanan masih terus lanjut dan tanpa terasa sekitar pukul 03.00 dinihari dan hari sudah berganti menjadi Selasa, saya memasuki kota Lamongan yang sangat sepi sekali saat itu.
The silent city - Lamongan @ 03.25 AM
Setelah kota Lamongan rasa kantuk yang sangat kuat kembali menyerang dan memaksa saya untuk berhenti. Jarak 55 km ke kota Tuban yang seharusnya dapat ditempuh dalam waktu 1 jam 30 menit , berhubung rasa kantuk sehingga sering berhenti2.

Pukul 07.00 saya memasuki kota Tuban dan berjalan perlahan sembari mencari tempat untuk sarapan.
Masuk kota Tuban











Landmark kota Tuban

Setelah sarapan bubur ayam di Tuban,perjalanan saya lanjutkan menuju Semarang.Menjelang kota Pati, kemacetan mulai terasa disebabkan jalan yang bergelombang parah sehingga kendaraan2 besar seperti bus dan truk gandengan berjalan dengan sangat perlahan.

Menjelang siang saya memasuki kota Pati dan matahari terasa sangat menyengat , panas khas Pantura. Perjalanan saya lanjutkan hingga memasuki kota Juwana dan rasa lapar yang sangat membuat saya berhenti pada RM Gading Asri untuk menyantap makan siang. Ayam goreng beserta lalapan menjadi pilihan saya siang itu.
Ayam goreng 
Selesai makan siang, perut kenyang,membuat rasa ngantuk bukan nya hilang malahan makin bertambah, Tapi kalo diliat kebelakang memang sudah sewajarnya stamina saya  mulai menurun dikarenakan saya baru saja menyelesaikan 1.942 km yaitu trip dari Denpasar ke Taman Nasional Kelimutu di Flores, dan hanya berselang 2 hari rest di Denpasar langsung start dengan jarak tempuh dari Denpasar hingga Juwana ini sudah mencapai 660 km dengan hanya rest sebentar2 di SPBU. Saya ,memutuskan untuk beristirahat sekitar satu jam di rumah makan ini.

Sejam berlalu, pukul 15.00 saya berkemas dan Scorpy saya pacu kembali kearah kota Semarang yang berjarak 67 km. Dan menjelang magrib ,pukul 17.45 saya tiba di Kaliwungu atau tepatnya menjelang kota Kendal. Setelah membeli softdrinks di Indomaret sejenak saya rehat menanti lewatnya waktu magrib.

Lewat magrib perjalanan saya lanjutkan menuju arah Pekalongan. Setelah melewati Alas Roban saya berhenti  untuk makan malam dan beristirahat kembali. Semakin terasa kepenatan dan saya membutuhkan lebih sering waktu beristirahat. Namun dengan tidak ada nya target destinasi tertentu membuat perjalanan saya kali ini terasa santai tanpa dikejar target waktu.

Satu jam kemudian, sekitar pukul 20.00 perjalanan lanjut menuju Pekalongan.Jalur pantura malam itu sangat padat dengan gaya ugal2an mengemudi para sopir bus malam yang sering memaksa saya minggir hingga masuk ke "gravel-bed" guna menghindari disenggol dari belakang atau dari depan.Tidak heran bila jalur Pantura ini kerap disebut sebagai jalur tengkorak atau "the killling field".

Tiba di kota Comal, atau sekitar 10 km dari kota Pekalongan ke arah Cirebon saya menemukan sebuah SPBU yang sangat nyaman dan bersih, serta dipenuhi oleh kendaraan yang sedang beristirahat. Langsung Scorpy saya parkir. Gelar matras dan alangkah nikmatnya rebahan di "Pertamina Cottage" malam itu.Cukup panjang waktu istirahat saya di kota Comal itu. Terbangun saya sekitar pukul 02.00 dinihari dan setelah mencuci muka perjalanan saya lanjutkan lagi ke arah kota Cirebon yang masih berjarak 123 km dari kota Comal.

Stop and go riding yang sering sehingga memasuki kota Brebes hari sudah mulai terang, Saya berhenti di alun2 kota Brebes untuk melanjutkan ritual "nyabu" dipagi hari. Cukup nikmat "sabu"yang saya peroleh pagi itu membuat stamina saya kembali pulih dan siap untuk melanjutkan Nowhere Trip ini.
Nyabu di alun2 kota Brebes
Selesai ritual nyabu pagi, perjalanan saya lanjutkan menuju kota Cirebon yang berjarak 56 km dari Brebes.Lalu lintas pagi itu mulai terasa ramai oleh angkot yang pating-sliwer menuju pasar.Selang sekitar 1 jam 45 menit saya sudah memasuki ring-road kota Cirebon dan langsung ambil terus, tanpa mampir masuk kota, menuju arah Jatiwangi.Lagi-lagi tidak ada specific arah yang akan saya tuju, hanya jalan begitu saja...well, I just follow the sun :)

Dipasar Jatiwangi pagi itu sangat padat oleh ada nya pasar tumpah membuat kemacetan total hampir 2 km. Dengan sabar saya ikuti antrean kendaraan pagi itu. Akhirnya sekitar 45 menit berlalu saya lolos juga dari kemacetan itu dan mulai menemui jalan berliku menuju kota Kadipaten. Setelah Kadipaten saya masuk Tomo dan jalanan dari Tomo menuju Sumedang yang saat lebaran saya lewati mulus sekali sudah berani tampil beda dengan menambahkan hiasan2 berupa ornamen lobang2 yang cukup dalam yang memaksa saya untuk berakrobat zig zag menghindari "jebakan Batman" dipagi itu.

Jarak antara Kadipaten ke Sumedang yang hanya 37 km itu tidak dapat ditempuh dengan kecepatan maksimal. Lobang dan jalan bergelombang selain membuat antrean panjang kendaraan menjelang masuk kota Sumedang. Dari kota Sumedang saya mengambil arah Rancakalong yang tembus ke Tugu Nanas di Jalan Cagak, Subang. Sebagian jalan tembus tersebut sudah lebih mulus ketimbang saya lewati ketika lebaran kemaren.Terlihat lapisan hotmix baru dengan garis tengah jalan yang masih baru.
10 km menuju Jalan Cagak

Tugu Nanas


                 
Dari Kelimutu ke Tugu Nanas
Ambil tebu buang seruas
Walau jalan berliku dan panas
Namun qolbu terasa puas
(Management Qolbu - Edisi ADV riders)


Dari Tugu Nanas perjalanan saya lanjutkan menuju arah Lembang dengan melewati kawasan wisata Ciater dan Tangkuban Perahu. Diluar perhitungan saya, jalan macet total sejak pintu masuk Tangkuban Perahu dan niatan menuju Lembang pun saya urungkan dan saya berputar arah menuju Sumedang lagi.
Entrance gate Tangkuban Perahu
Kembali menuju arah Sumedang dengan jalan yang sama yaitu Rancakalong dengan speed yang lebih rendah karena memang stamina mulai drop lagi setelah terkuras pada saat macet total saat akan menuju Lembang.

Setiba di Sumedang saya lanjut kembali kearah Kadipaten lanjut Majalengka terus ke Cikijing dan Kuningan. Jalan berliku dari Cikijing hingga Waduk Darma - Kuningan menjadi hiburan tersendiri bagi saya sore itu. Dari Kuningan langsung saya menuju Cirebon.

Masuk kota Cirebon, hari sudah gelap dan saya pun mencari makan malam yaitu nasi jamblang khas Cirebon. Berhubung masih agak ramai saya pergunakan kesempatan untuk mengitari kota Cirebon. Malam itu saya mulai merasa kelelahan oleh karena jika diurut lagi memang waktu istirahat saya sangat kurang dalam beberapa hari ini. Untuk mencari hotel sudah terasa malas karena capek sehingga Pertamina Cottage cabang by-pass Cirebon adalah pilihan terbaik malam itu. Kembali, matras  saya gelar di emperan SPBU dan sayapun tertidur lelap.

Saya tersentak mendengar suara kendaraan yang mulai rame memasuki SPBU tersebut, dan ternyata hari sudah mulai terang. Saya liat jam tangan saya sudah menunjukkan "Friday" dated 27 December 2013.Yang berarti dalam maximal 2 hari lagi yaitu pada hari Minggu tanggal 29 December saya harus sudah tiba di Denpasar untuk mulai kerja pada hari Senin tanggal 30 December 2013.

Sambil sarapan roti yang saya beli di mini market SPBU tersebut saya mencoba untuk merencanakan rute jalan pulang. Pilihan saya masih akan tetap mengambil rute sebagian Pantura hingga Semarang, baru turun ke Salatiga dan lanjut dengan jalur selatan.

Pukul 10.00 pagi saya tinggalkan kota Cirebon dan menjelang kota Brebes saya berhenti untuk Jum'atan. Selesai Jum'atan saya mencari makan siang didekat masjid, Ketemu sate Meranggi, dan pilihan saya adalah sate daging sapi nya.
Sate Meranggi
Selesai makan siang saya mampir kesebuah bengkel kecil untuk mengganti oli Scorpy supaya fresh kembali kinerja mesin nya.
Ganti oli


Setelah ganti oli, iseng saya coba untuk menghitung jarak tempuh yang sudah saya lalui sejak tanggal 16 December yaitu saat start menuju ke Kelimutu dan connected dengan trip di pulau Jawa ini. Angka yang saya peroleh adalah : 1.942 km + jarak Denpasar - Lembang - Cirebon - Brebes (1.091 km) yaitu 3.033 km. Wow...lumayan juga yah :)

Siang itu hujan turun deras dan setelah ganti oli, saya tidak memaksa untuk jalan, hanya menunggu hujan agak reda. Hampir pukul 18.00 baru hujan reda dan perjalanan saya lanjutkan lagi menuju kota Semarang. Lewat kota  Tegal, belum lama start perut kembali lapar, dan saya langsung mencari rumah makan.
Makan di Tegal
Menu sop iga sapi nya pas sekali guna mengatasi dingin dan sebagian jaket basah diguyur sisa hujan dari Brebes.
Sop iga sapi
Kelar makan malam perjalanan lanjut lagi kearah Semarang.Setelah berjalan 69 km tibalah saya di kota Weleri dengan rasa kantuk tingkat dewa. Seperti biasa, saya mampir ke Pertamina Cottage untuk memilih "suite" yang pas :)

"You can check-in anytime.you like .but you can just always leave"...."welcome to the Hotel Pertamina....such a lovely place...such a lovely place..."



Dan saya pun tertidur  lelap di matras setelah merapikan posisi parkir motor dan mengamankan barang2 berharga didalam pannier yang terkunci rapat.

Another morning has broken...dan sudah tiba dihari Sabtu tanggal 28 December 2013. Scorpy saya pacu memasuki kota Semarang dan mengarah ke Ungaran. Masih sepi di Gombel dan menjelang Ungaran terjadi kemacetan akibat jalan beton yang masih separoh jadi. Pagi tiba dan saat sarapan pun menanti. Soto ayam. menu pilihan menggiurkan di pagi itu.
Soto ayam Pak No
Selesai sarapan soto ayam perjalanan saya lanjutkan kearah kota Salatiga, Hawa sejuk mulai terasa saat mulai menanjak dari Gombel hingga Ungaran.Keluar Ungaran tiba saya dikota Bawen yang berjarak 17 km dari Semarang. Lanjut ke kota Salatiga yang hanya 10 km dari Bawen.
Masuk Salatiga
Depan Universitas Kristen Satya Wacana - Salatiga

Downtown Salatiga

Dari Salatiga saya mengambil shorcut ke kota Sragen via Karanggede  dan Gemolong. Keuntungan menggunakan jalur ini adalah guna menghindari kemacetan dikota Boyolali dan Solo.
Shortcut ke Sragen via Karanggede dan Gemolong
Short break di Karanggede
Sekitar pukul 13.00 saya tiba dikota Sragen dan kembali memilih makanan padang untuk makan siang. Sangat panas cuaca ketika saya tinggalkan kota Sragen menuju Mantingan yang berjarak 17 km dari Sragen Dan tidak lama,sekitar pukul 14.20 saya pun sudah berada di propinsi paling ujung di pulau Jawa.
Welcome to Jatim
Dari Mantingan perjalanan saya lanjutkan ke kota Ngawi dengan jarak 35 km. Dari Ngawi perjalanan terus ke Caruban dengan jarak 35 km. Di Caruban karena panas sangat menyengat sehingga sayapun mampir di Indomaret untuk cooling down.

Lanjut dari Caruban 29 km menuju Nganjuk. Mulai masuk kota Nganjuk, matahari menampak kan kelelahan nya dalam menyinari bumi. Saya bergeser 25 km ke kota Kertosono.Kemudian jalan 17 km memasuki kota Jombang. Hari mulai sore dan ketika masuk Mojokerto, haripun gelap, Saya sempatkan refueling di Mojokerto. And the journey goes on...

Dari Mojokerto perjalanan saya lanjutkan ke Mojosari dan Gempol. Keluar kota Gempol dan Bangil kondisi traffic berubah drastis menjadi sangat macet. Puncaknya setiba di Pasuruan, kendaraan terhenti total. Selidik punya selidik, ternyata tengah terjadi accident yang sangat serius di kota Tongas yang mengakibatkan korban tewas 18 orang, penumpang pick up yang terdiri atas ibu2 yang baru pulang melayat. Adapun mobil pick up yang naas itu memuat 32 penumpang dan memaksa menyusul kendaraan didepan nya dan berakhir dengan tabrakan frontal dengan truk tangki. Tidak kurang dari 5 jam saya berhenti di SPBU menunggu jalan dibuka kembali.

Setelah jalan dibuka,, perjalanan saya lanjutkan menuju kota Probolinggo dan lanjut ke Situbondo. Dari Situbondo lanjut ke Ketapang. Sangat ngantuk sekali rasanya dalam perjalanan menuju Ketapang dini hari itu. Kopi adalah salah satu cara pengusir rasa itu.
Sahabat setia
 Pukul 07.00 pagi pada hari Minggu tanggal 29 December 2013 saya tiba di Ketapang dan langsung menuju loket ferry untuk segera menyeberang ke Gilimanuk.
Loket ferry Ketapang

Sail back home
Pukul 09.00 WITA saya tiba di Gilimanuk dan bergegas menuju Denpasar sebelum rute tersebut menjadi rame. Cuaca cerah dan cukup panas membuat waktu tempuh saya menjadi 3 jam ke Denpasar.

Pukul 12.00, hari Minggu tanggal 29 December 2013  saya masuk kota Denpasar dan alhamdulilah selamat  tiba dirumah. Setelah saya parkir motor dan saya segera melihat catatan perjalanan, Total jarak yang saya tempuh sejak start dari Denpasar tanggal 24 December yang lalu adalah 2.144 km. Dan bila dijumlahkan dengan jarak tempuh sebelumnya yaitu dari Denpasar ke Moni/Ende pp sejauh  1.942 km maka total jarak tempuh keseluruhan saya sejak tanggal 16 - 29 December 2013 menjadi 4.086 km.

Tidak kalah pentingnya adalah kondisi panniers setelah dibawa jalan 4.086 km dengan berbagai kondisi kontur jalan serta perubahan cuaca yang ekstrim,tidak ada sedikitpun keluhan, baik berupa kebocoran, rembes dan lain2 yang mungkin saja dialami pemakai produk pannier lokal lain nya. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada bro Alfian yang sudah secara presisi dalam mempersiapkan pannier ini. Atas dasar hasil yang sangat memuaskan ini saya berencana akan memesan top box alumunium ukuran 25 liter kepada bro Alfian guna melengkapi fungsi sepasang panniers ini.

Mudah2an jarak tempuh yang cukup memadai ini dapat menjadikan modal dasar dalam cara mengatur stamina menuju Km O nanti. Amien YRA.

Sampai berjumpa pada cerita trip saya berikutnya.

Wassalam.








2 comments:

  1. Cerita menarik. Terima kasih sudah diajak jalan meski hanya membaca tulisan ini. Jadi pingin keliling Indonesia, lalu pulang membawa gambar dan menghasilkan buku. Salam kenal dari Jogja.

    ReplyDelete