Trip ke wilayah Timur adalah alternate trip ke Sumatera yang
batal karena tidak cukupnya waktu cuti lebaran dari kantor. Pilihan
kedua, saya akan menjelajahi pulau Sumba , namun lagi2 terkendala waktu,
disebabkan frekwensi pelayaran ferry dari Sape/Sumbawa ke Waikelo/Sumba
hanya 2x seminggu yaitu tiap Jum'at malam dan Selasa malam. Akhirnya
setelah saya mengumpulkan data-data obyek yang ada di pulau Sumbawa,
saya fokus kan destinasi di seputaran pulau Sumbawa ,yaitu ke pulau
Satonda, sebuah pulau kecil yang ditengahnya terdapat danau dengan air
yang asin .kaki Gn.Tambora dan pantai Lakey yang sangat terkenal bagi
para top surfer dunia dikarenakan ombaknya yang sangat bagus dan Lombok bagian timur.
|
Bersiap untuk start |
Itenerary pun sudah saya siapkan dan rencana keberangkatan ke Sumbawa adalah pada hari yang sama setiba saya dari Jakarta.
Selasa tanggal 13 Agustus
2013 siang pesawat tinggal landas pukul 13.30 dari bandara
Sooekarno-Hatta..Sejak pesawat tinggal landas,pikiran saya sudah berada
diatas Scorpy yang akan membawa saya menjelajah pulau Lombok dan
Sumbawa.Sudah terbayang di pelupuk mata bagaimana indahnya savana di
Sumbawa yang tidak terdapat di tempat lain di Indonesia kecuali di pulau
Sumba, juga terbayang deburan ombak di pantai Lakey serta damai nya
desa Sembalun Lawang di Lombok.Tanpa sadar sayapun tertidur lelap .
Saya terbangun sesaat pesawat touchdown di bandara Ngurah Rai dan saat saya lihat jam tangan saya menunjukkan pukul 16.10 WITA.
Dengan dijemput staff dari kantor, yang sudah standby
dengan motornya sejak pukul 16.00 saya pun bergegas menuju
kediaman.Sore itu cuaca sangat cerah di Denpasar dengan suhu berkisar 25
C. Sebelum tiba di kediaman saya sempatkan untuk membeli kartu simpati
untuk BB yang mingguan, karena di Sumbawa hanya sinyal Telkomsel yang
dapat diandalkan.
Setiba dikediaman, saya sempat beristirahat , mandi dan mempersiapkan
perlengkapan yang akan saya bawa.Setelah mengepak barang dan memasang
sidebox di Scorpy, maka pada pukul 22.30 Scorpy sudah bersiap dilandasan
pacu untuk segera take-off ke Sumbawa.
|
Sesaat sebelum start
|
|
|
|
Tepat pukul 22.45 saya gas Scorpy yang sudah kondisi pol teng (full-tank)
melesat menuju pelabuhan Padang Bai dengan melewati daerah Renon dan by
pass yang sudah mulai lengang pada malam itu.Lancar sekali perjalanan
menuju Padang Bai dan tidak terasa pada pukul 23.30 saya sudah tiba di
loket penyeberangan ASDP dan membayar tiket seharga Rp,112.000.Ini
berarti ada kenaikan sejak berlakunya tarif BBM yang baru dimana tarif penyeberangan yang lama adalah Rp.101.000 , dengan kata lain ada kenaikan Rp.11.000.
Usai membayar tiket penyeberangan saya mulai mengantri untuk memasuki
kapal ferry. Lumayan meriah antrean malam itu. Dalam barisan antrean
saya sempat ketemu seorang biker yang mengendarai Yamaha Byson yang akan
menuju ke Bima. Kami sempat berbincang dan ternyata dia selain akan
bersilaturahmi dengan komunitas Yamaha Byson di Bima dia juga akan
mengunjungi kerabatnya di kota Dompu. Antrean arus balik lebaran sangat
terasa malam itu, ditandai dengan panjangnya barisan motor dan mobil yang akan menyeberang.
|
Antrean di Padang Bai |
Setelah mengantri sekitar 40 menit, sayapun memasuki lambung ferry.
Padat dan sesak suasana didalam ferry. Kira2 sejam kemudian ,ferry mulai
berlayar dan didalam ferry terlihat kesibukan para penumpang untuk
mengatur posisi, supaya dapat tidur dalam pelayaran yang akan memakan
waktu 4-5 jam itu. Saya juga berusaha untuk sebisanya tidur guna
menyimpan tenaga.
Pukul 05.45 ferry merapat di pelabuhan Lembar / Lombok.Scorpy
langsung saya gas kearah timur Lombok,yaitu pelabuhan Kayangan, dengan
jarak 93 km. Dalam perjalanan perut mulai terasa lapar.Sambil melihat
kiri/kanan jalan ,maka sekitar pukul 07.40 saya menepi dan berhenti pada
sebuah warung di desa Kopang/Lombok Tengah untuk mengisi perut alias
sarapan. Nasi bungkus isi daging sapi adalah pilihan saya pagi
itu.Dengan harga Rp.8.000 sudah termasuk teh manis ,pas betul rasanya di
perut.
|
Sarapan di Kopang |
|
Selesai sarapan, tanpa membuang waktu, langsung saya tancap gas ke
Pelabuhan Kayangan dengan sisa jarak sekitar 45 km lagi.Pada pukul 08.30
saya sudah mendekati pelabuhan Kayangan dan menepi sejenak.
|
Menuju pelabuhan Kayangan |
|
Dekat pelabuhan Kayangan
|
|
|
Diatas ferry |
Setelah tiba di pelabuhan Kayangan saya langsung membayar tiket
penyeberangan sebesar Rp.53.000 yang berarti ada kenaikan tarif sebesar
Rp,3.000 dari tarif lama. Suasana di ferry ke Poto Tano ini sangat luar
biasa padatnya dengan masih terlihatnya suasana arus balik lebaran.
|
Ferry ke Poto Tano
|
|
Pada pukul 11.45, ditengah cuaca yang terik ,ferry merapat di pelabuhan
Poto Tano dan segera perjalanan saya lanjutkan ke desa Banggo tempat
saya akan overnight pada hari Rabu malam ini.Adapun jarak dari Poto Tano
ke desa Banggo adalah 264 km, dan saya perkirakan ada tiba sekitar
pukul 20.00 malam ini.
|
Merapat di pelabuhan Poto Tano |
Sekitar pukul 12.30 saya tiba di desa Alas yang berjarak 23 km dari
Poto Tano dan mencari rumah makan untuk mengisi perut.Ternyata saya
kurang beruntung karena semua rumah makan tutup dalam rangka masih
merayakan Lebaran. Akhirnya ketemu warung tenda yang menjual nasi
campur.Lumayan sekedar menawar lapar disiang bolong itu.
|
Nasi campur di desa Alas |
|
Selesai makan, perjalanan saya lanjutkan dengan kecepatan yang relatif
rendah, karena masih kekenyangan. Ada tiga jembatan rusak yang dalam
perbaikan namun tidak sampai menimbulkan kemacetan Sekitar sejam
perjalanan kemudian saya tiba di Kencana beach yang siang itu dipadati
oleh warga yang masih merayakan Lebaran. Saya berhenti sejenak untuk
melumasi kerongkongan yang kering kerontang dengan es kelapa muda.
|
Rest area di Kencana beach |
|
|
Lepas menikmati es kelapa muda perjalanan saya lanjutkan menuju kota berikut yaitu Sumbawa Besar
|
Masuk kota Sumbawa Besar |
|
|
Sumbawa Besar |
|
Pukul 15.00 saya memasuki kota Sumbawa Besar dan langsung lanjut ke arah
Banggo , supaya tidak kemalaman dan punya waktu istirahat yang cukup
untuk menjalani rute keesokan hari.
|
Dekat Maronge |
|
|
Masuk desa Maronge |
|
Menjelang magrib saya memasuki desa Maronge dan suasana jalanan
berangsur sepi.Sejenak saya berhenti untuk short break dan segera
melanjutkan perjalanan.
|
Desa Marongge |
|
Lepas desa Maronge, mulai gelap dan binatang malam pun mulai beterbangan
dan bila visor helm tidak tertutup rapat, dapat membahayakan mata.
Perjalanan saya lanjutkan terus dalam gelapnya malam,satu persatu kota2
kecil saya lewati yaitu Plampang dan Empang.Setelah lewat Empang jalanan
mulai twisty dengan kondisi hotmix yang sangat mulus hingga kota
Kwangko dan Napa.Tidak sabar untuk segera beristirahat, Scorpy saya
pacu semakin kencang dalam melibas jalan berliku sepanjang 46 km itu.
Nikmat sekali melibas jalan berliku yang sangat sepi pada malam itu,
Tidak lebih dari 5 x saja saya berpapasan dengan mobil dan 3x dengan
motor sepanjang 46 km itu. Sungguh sensasi yang berbeda...
Pukul 20.00 saya tiba di kota Banggo dan langsung menuju RM Bundo
Kanduang langganan, guna mengisi perut yang sudah terasa lapar sekali.
Selesai makan saya mencari informasi tempat penginapan di Banggo dan
diberikan informasi yang lengkap oleh pemilik RM Bundo Kanduang.
|
Ayam gulai di RM Bundo Kanduang |
|
|
Setelah membeli cemilan dan roti untuk sarapan besok saya langsung menuju penginapan Fadillah,dengan koordinat S8 31.036 E118 19.193
dan berjarak hanya 1 km dari RM Bundo Kanduang. Saya langsung disambut
ownernya pak Lukman dan menawarkan dua macam type kamar yaitu non AC
Rp.100.000 dan dengan AC dan TV parabola Rp.150.000.Setelah memeriksa
kondisi kamar, akhirnya putuskan untuk mengambil kamar yang dilengkapi
AC.
|
Penginapan Fadillah |
|
|
Lumayan untuk istirahat |
|
Setelah mandi dan sholat Isya, saya langsung merebahkan badan guna mendapatkan recovery tenaga yang cukup untuk perjalanan keesokan hari nya.
Kamis pagi,tanggal 15 Agustus 2013 pukul 05.00 saya terbangun oleh suara
azan dari mesjid dekat penginapan.Segera saya bersiap dan sarapan roti
yang saya beli tadi malam. Tepat pukul 07.15 saya start dari penginapan
dan langsung mengisi bensin full di pom bensin Manggalewe sekitar 2 km
dari Banggo, dan setelah mengecheck tekanan angin ban, langsung Scorpy
saya pacu dengan tujuan desa Nangamiro tempat penyeberangan ke pulau
Satonda, yang berjarak 100 km diutara Banggo.
Pada km 40 dengan koordinat S8 26.834 E118 03.101 atau
posisi sekitar desa Hodo, saya dihadapkan oleh view yang sangat indah
sekali.Dikiri kanan jalan dihiasi oleh savanna dan dikiri membentang
lautan lepas serta dikanan jalan menjulang megah gunung Tambora yang
letusan nya pada tahun 1815 sangat dahsyat itu.
|
Kuda liar tengah merumput |
|
Background Gn.Tambora | | | |
|
|
|
Hot and straight |
|
Only in Sumbawa |
|
Kaki Gn.Tambora |
|
Savanna dan laut lepas |
|
|
What a feeling
|
|
|
Just me and my bike
|
Setelah puas menikmati keindahan savanna di desa Hodo, yang sangat
langka di Indonesia, perjalanan saya lanjutkan menuju kota
Calabai.Terdapat beberapa ruas jalan yang rusak dengan kondisi belum di
aspal, sebelum desa Doro Peti ,kira2 sepanjang 15 km. Dengan menggunakan
ban Swallow SB 117 dengan profil kasar, rasanya tidak menjadi masalah
dalam melibas trek yang kasar itu.
|
Jalan belum di aspal menjelang Doro Peti |
|
Mencari rumah makan di daerah ini merupakan sebuah problem tersendiri,
karena sepanjang jalan dari Banggo belum juga terlihat satu pun rumah
makan. Matahari semakin terik dan setelah melewati desa Doro Peti dan
kota Calabai saya tiba di desa Karombo.Beruntung ada rumah makan yang
menjual mie ayam di desa ini. Walau tidak ada nasi, mie ayam pun sudah
cukup sebagai pengganti makan siang.
|
Mie ayam di desa Karombo |
|
Selesai menyantap mie ayam, saya sempat berbincang dengan pemilik
warung.Menanyakan kondisi penyeberangan ke pulau Satonda yang hanya
berjarak 5 km dari Karombo. Berbagai masukan yang saya dapatkan dari
mbak pemilik warung yang ternyata juga wakil kepala sekolah sebuah SMU
Negeri disitu yang mengajar pelajaran matematika. Suaminya berjual beli
jambu mete yang dikumpulkan dari petani disana dengan harga sekitar
Rp.9,000 - Rp.10,000/kg dan dikirim ke kota2 besar dipulau Jawa dengan
harga jual Rp.90.000/kg.
It's the hell lots of money. Untuk
mutu pendidikan di desa itu sungguh sangat memprihatinkan, karena masih
ada anak kelas 3 SMP setempat yang belum bisa baca disitu. Untuk angka
kelulusan SMU ,menurut si mbak ,selalu 100% karena memang diatur agar
lapan anam / 86, semua lulus oleh pihak sekolah. Tentunya dengan jalan
memberikan "uang rokok" kepada pengawas propinsi dari Mataram.Sedangkan
nilai tertinggi dari hasil tes matematika pada setiap UAS adalah hanya
2,7 dari nilai maksimal 10.Sungguh memprihatinkan dan tentunya ini
merupakan PR serius untuk instansi terkait misalnya Depdikbud.
Tak lama kemudian saya pamitan untuk melanjutkan perjalanan ke desa Nangamiro dengan
koordinat S8 10.851 E117 43.286,
yaitu tempat penyeberangan ke pulau Satonda. Setiba di TKP saya
disambut oleh beberapa orang yang menawarkan jasa penyeberangan. Tarip
nya pun beragam, berdasarkan besar-kecil nya perahu yang ditawarkan.
Mungkin karena masih suasana lebaran, taripnya pun kena "tarip lebaran"
yaitu paling murah Rp,150.000/ pp untuk waktu penyeberangan yang hanya
40 menit/trip. Wah, kalo begini,
nehi ajalah, kemahalan, bisa cepat
koyak dompet saya.
Akhirnya,berdasarkan info si mbak pemilik warung mie ayam, saya coba
lagi untuk menyeberang dari desa Labuhan Kenanga dengan
koordinat S8 09.419 E117 44.367,
yang berjarak 5,3 km dari Nangamiro. Rupanya saya memang belum
beruntung, karena siang itu hanya satu perahu yang ready dengan tarip
gak goyang
dari Rp.150 rebu.Memang belum nasib.dan untuk menghibur diri saya coba
menjelajah ke timur, tujuan nya ke desa Kawindatoi, sekedar menambah
referensi pengetahuan tentang perkampungan nelayan disana.Lagi-lagi
langkah saya terhambat dengan kondisi jembatan yang mustahil untuk
dilalui ,dan warga setempat menyambung perjalanan ke desa itu dengan
sampan.
|
Jembatan rusak berat |
|
Saya lihat jam sudah hampir jam 14.00, oke deh saya skip ada dulu
destinasi pulau Satonda dan fokus ke destinasi berikut untuk menjajal
trek ke kaki Gn.Tambora. Dari berbagai informasi yang saya rangkum dari
berbagai warung akhirnya saya putuskan untuk segera menuju ke lokasi ;
desa Doro Ncangu, yang terletak sebelum desa Doro Peti, kalo dari arah
Banggo, rupanya sudah terlewatkan saat lewat perginya. Karena patokan
masuknya hanya sebuah gubuk rusak dan dibelakangnya ada WC umum yang
rusak, Warga setempat tidak menyarankan saya untuk mencoba trek sendiri,
karena sangat beresiko tinggi untuk nyasar, karena patokan trek/jalan
nya samar2 di padang savana.
Semakin dibilang beresiko tinggi ,makin tertantang adrenalin saya untuk
mencobanya sendiri, tanpa didampingi pemandu alias guide. Segera saya
pacu Scorpy turun kearah Banggo sembari melihat patokan2 yang disebutkan
warga.Seharusnya saya mendaftarkan diri di desa Doro Peti untuk
didampingi guide, tapi gak usah lah, masak sudah 30 tahun lebih menekuni
navigasi pada reli mobil
, masih bisa nyasar aja? begitu yang ada dalam benak saya. Sekitar
sejam perjalanan, akhirnya ketemu patokan itu yang ternyata berjarak 48
km dari desa Labuhan Kenanga, diatas.
Setibanya dititik pintu masuk jalur selatan Gn.Tambora dengan
koordinat S8 25.528 E117 57.287, saya coba zoom GPS dan woow..
trekking line ke kaki Tambora tergambar jelas di GPS hingga Pos 2 dengan
koordinat S8 20.089 E117 58.705,
yang dapat dijalani oleh kendaraan roda 4 yang 4WD atau motor sejenis
trail hingga Pos 3 sejauh 17 km dari pintu masuk. Segera saya activate
mode
"waypoint" di GPS untuk recording trek setapak yang akan saya lewati, sehingga terhindar dari resiko nyasar.Hebatnya,
waypoint yang saya create (warna ungu di foto) sangat cocok dengan
preloaded line yang ada pada GPS (garis putus2 dengan keterangan :Tambora South Trek).
|
Titik masuk ke jalur pendakian Tambora |
|
|
Tampilan Navitel maps di GPS |
|
Makin mantap perasaan saya untuk menjajal trek pendakian, karena
didukung informasi yang sangat akurat di GPS. Kamsiah untuk Navitel Maps
yang serba sangat lengkap itu. Untuk jalur lautan pasir di Bromo juga
tergambar jelas dan lengkap di Navitel Maps.Personally,saya masih lebih
pede dengan Navitel maps ketimbang Garmin maps :).
Jalur pendakian ini sepintas mudah, karena "hanya" padang rumput
biasa.Namun setelah saya coba untuk buka gas, ternyata tidak semudah
yang saya perkirakan. Dibalik rerumputan itu tersembunyi batu vulkanik
sebesar bola baseball,bekas letusan Gn.Tambora pada tahun 1815 yang
lalu. Beberapa kali Scorpy nyaris
"tersandung" batu vulkanik dan
akhirnya saya menemukan ritme riding nya. Eaa asyik sekalee dan terasa
banget aura adventure nya.Makin jauh dan sinyal Telkomsel (satu2nya
sinyal GSM yang ada di daerah Tambora) mulai hilang.Hari juga semakin
senja, dan sebelum tiba di Pos 2 , saya putuskan untuk kembali turun
dengan perhitungan saya harus tiba di Dompu sebelum magrib, Karena besok
pagi nya saya harus jalan menuju selatan Dompu ke desa Hu'u (sama nama
desa ini dengan nama cafe terkenal di Seminyak-Bali) untuk menikmati
pantai Lakey.
Bottom-line nya ,jalur pendakian selatan Tambora sudah puas saya jajal :)
|
Batu sebesar bola baseball berserakan |
|
|
Jalur samar2 terlihat |
|
|
Hamparan savanna |
|
Signboard suaka margasatwa |
|
|
|
Jalur pendakian Tambora |
|
Memasuki belukar |
|
Enjoying eyes # gak ada rasa capek |
|
|
Jarak dari Doro Ncanga ke Dompu 77 km saya tempuh dalam waktu kurang
lebih 90 menit. Dan setiba di kota Dompu saya mulai mencari penginapan
yang rate nya bersahabat. Akhirnya saya menemukan Hotel Sahab yang
terletak di tengah kota, yaitu di Jl.Soekarno-Hatta dengan
koordinat S8 32.340 E118 27.749 dan tarif Rp.100.000/malam lengkap dengan fasilitas AC dan tanpa TV. Menjelang magrib.langsung saya check-in di Hotel Sahab.
|
Lemang dan tape hitam khas Dompu |
Segera saya menurunkan barang,mandi dan menunaikan sholat Magrib, karena
waktu sudah masuk. Selesai itu saya berjalan kaki saja keluar hotel
guna mencari makan malam.Karena hotel ini terletak ditengah kota Dompu,
tidak sulit untuk mencari tempat makan disekitar hotel. Pilihan saya
tetap : masakan Padang yang sudah pasti pas dengan pencernaan perut.
|
Tongkol pedas,menu makan malam
|
|
|
|
|
Downtown kota Dompu |
|
|
|
Hotel Sahab |
|
|
Malam itu saya dapat beristirahat dengan maksimal karena perjalanan
masih lumayan panjang menanti pada keesokan harinya.Tidak lupa saya
charge semua peralatan komunikasi agar tidak repot dijalan.
Hari Jum'at tanggal 16 Agustus 2013 pagi, setelah sarapan roti bakar
yang disediakan di hotel, saya mempersiapkan segala sesuatunya untuk
melanjutkan perjalanan.
|
Bersiap untuk melanjutkan perjalanan |
|
|
Tepat pukul 08.30 Scorpy saya pacu ke arah pantai Lakey yang berjarak 40
km keselatan Dompu.Jalan menuju Hu'u sangatlah mulus dengan hotmix yang
baru.Mendekati Hu'u jalan berliku menambah indah trip pagi itu Sekitar
sejam kemudian saya mulai memasuki kawasan wisata Hu'u yang terkenal
dengan pantai Lakey nya itu.
|
Memasuki kawasan wisata Hu'u |
|
Pantai Lakey |
|
Saya melanjutkan perjalanan menuju pusat pantai Lakey dengan
koordinat S8 48.239 E118 22.987
dimana sering diadakan kejuaraan surfing tingkat dunia.Siang itu ombak
masih landai dan jarang turis yang berselancar. Adapun lokasi tempai
diselenggarakan nya kejuaraan surfing itu ditandai dengan sebuah semacam
menara pengawas , tempat para jury perlombaan itu.
|
Menara pengawas di pantai Lakey |
Penginapan di pantai Lakey di dominasi oleh turis dari Australia dan
sangat jarang terlihat turis domestik disini.Tidak terasa, waktu sudah
mendekati sholat Jum'at dan saya pun bergegas meninggalkan pantai Lakey
guna mencari masjid terdekat. Tidak jauh, saya pun menemukan lokasi
masjid Miftahul Jannah dan menunaikan sholat Jumat disana.
|
Bubaran Jum'atan |
Setelah selesai menunaikan Jum'atan saya mencari rumah makan guna
mengisi perut. Beruntung saya menemukan rumah makan yang langka di desa
Hu'u itu. Dengan menu nasi,ayam goreng tepung dan sayur, nikmat sekali
rasanya makan siang saya.
|
Makan siang di Hu'u |
|
Siang itu cuaca terasa sangat terik dan saya beristirahat dirumah makan
seraya menghabiskan dua gelas es teh manis dan sebotol kecil Porcari
Sweat guna menghindari serangan dehidrasi. Kemudian, saya melanjutkan
perjalanan kembali ke kota Dompu.
Setiba di Dompu saya mulai mengkalkulasi berbagai alternatif trip,
apakah akan lanjut ke Bima untuk sekedar sightseeing,atau ke Sape dan
lanjut ke Flores atau balik ke Lombok dan mengexplorasi daerah Lombok
Timur. Setelah mempertimbangkan berbagai faktor terutama waktu saya
putuskan untuk balik ke Lombok dan menghindari overnight dengan stay di
hotel.Biasa lah, dompet mulai koyak :) .Saya hitung di GPS, jarak Dompu -
Poto Tano adalah 283 km yang mana kalo dijalani secara konstan, akan
memakan waktu tujuh jam , artinya kalo saya jalan jam 14.00 dari Dompu
maka jam 21.00 saya akan masuk Poto Tano. Namun karena pertimbangan saya
harus masuk subuh di pelabuhan Kayangan/Lombok karena di pelabuhan
Kayangan tempat rest nya kurang nyaman, maka saya pilih rest di Poto
Tano sambil pilih timing nyebrang pukul 03,00 ke Kayangan dan ETA
Kayangan subuh jam 05.00. Maka otomatis saya punya banyak waktu dijalan
guna beristirahat dan mengambil foto pada spot yang menarik.
Baiklah, jam 14.15 Scorpy saya gas menuju Poto Tano dengan target untuk berhenti2 disepanjang jalan yang ada view bagus.
|
Antara Napa - Kwangko
|
|
Dekat Kwangko |
|
|
|
|
Kwangko Bay |
|
|
Kwangko Bay |
|
Pemandangan disekitar desa Kwangko itu memang sangat indah, sehingga sering saya berhenti untuk mengabadikan nya.
|
Kwangko |
Semakin senja hari di desa Kwangko ini dan pada suatu titik saya sengaja
berhenti untuk mengabadikan sunset di teluk Kwangko ini,
|
Memandang laut lepas |
|
|
Menjelang magrib di Kwangko |
|
|
Sunset at Kwangko |
|
|
|
Sunset |
|
Setelah magrib berlalu, suasana mulai gelap dan tidak lama saya memasuki
kota Empang. Saya cari tempat makan dan akhirnya ketemu sebuah rumah
makan dan langsung saya pesan nasi goreng special.
|
Nasi goreng di Ampang |
|
|
|
Setelah makan malam segera Scorpy saya pacu ke Poto Tano dengan sisa
jarak 98 km dari kota Ampang.Setibanya di kota Sumbawa Besar saya
berhenti sejenak untuk mengisi bensin. Perbaikan pada beberapa ruas
jalan menjelang Poto Tano memaksa saya untuk extra hati-hati karena
banyak ceceran pasir. Sekitar pukul 22.00 saya memasuki area Poto Tano
dan langsung parkir di warung kopi untuk ngopi + pop mie.
|
Ngopi + pop mie di Poto Tano |
|
Setelah selesai ngopi dan makan pop mie saya parkir Scorpy didepan
kantor ASDP Poto Tano dan saya masuk kedalam ruang kantor untuk sekedar
merebahkan diri dan tidur di emperan tepat disamping ruang Syahbandar.
Saya stel alarm di HP jam 2.30 karena saya rencana akan menyeberang
pukul 3.00 pagi supaya subuh sudah tiga di Kayangan, Labuan Lombok.
Tepat pukul 02.30 saya tersentak dari tidur oleh lagu "Land of
Confusion" nya Genesis dari alarm HP saya.Segera saya berjalan menuju
Scorpy dan menuju antrean ferry yang ternyata pas sudah standby,
sehingga saya dapat langsung masuk ke ferry. Diatas ferry saya berjumpa
dengan seorang bapak asal Leles/Garut yang hendak pulang ke Leles dari
Dompu dengan menumpang bus umum. Beliau ditemani seorang keponakan baru
saja selesai berjualan bendera di emperan RSUD Dompu dan telah
habis/laku 2000 potong bendera. Mulai berjualan minggu kedua bulan
puasa, sehingga sewaktu Lebaran beliau tidak bisa berkumpul dengan
keluarga di Leles, karena nunggu habis jualan bendera. Menurut beliau
hasil penjualan bendera cukuplah untuk biaya lebaran keluarga di Leles.
Pelajaran yang dapat saya petik adalah apabila sedikit kreatif dan ada
kemauan yang keras, Insya Allah rejeki ada aja.
Pukul 04.45 saya mendarat di Kayangan - Labuan Lombok dan langsung
menuju masjid At Taqwa yang terletak di depan pasar Labuan Lombok.
|
Masjid At Taqwa di Labuan Lombok |
Setelah agak terang, saya mencari sarapan diseputaran pasar. Ternyata
belum ada warung yang buka sehingga saya tidak ada pilihan melainkan
jalan kearah Sembalun Lawang. Sekitar 4 km dari Labuan Lombok saya
menemukan warung indomie dan sarapan.
Pagi berangsur panas dan Scorpy saya pacu ke arah desa Sembalun yang di
dominasi jalan menanjak,sempit dan terjal. Tidak lama saya tiba di
kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, karena desa Sembalun Lawang
adalah salah satu titik pendakian gunung Rinjani yang berada di timur
selain Senaru di barat gunung Rinjani.
|
Gerbang Taman Nasional Gn.Rinjani |
|
Mulai dari gerbang ini jalan semakin menanjak curam dengan tikungan2
sempit dan patah2 sehingga untuk keamanan, tiap kendaraan rajin
membunyikan klakson agar tidak terjadi tabrakan di tikungan2 yang patah2
dan sempit itu.
Setelah berjalan sekitar satu jam saya mencapai titik tertinggi
menjelang desa Sembalun. Pada titik itu apabila kita melihat kebawah
terlihat desa Sembalun Bumbung dan desa Sembalun Lawang diapit oleh
kemegahan gunung Rinjani (3726 m), gunung Kanji (2045 m) gunung Propok
(2077 m) gunung Nangi ( 2330 m) dan gunung Sengkor (1490 m). Sungguh
sebuah pemandangan yang menakjubkan.
|
Desa Sembalun yang diapit gunung2 |
Dari titik ini jalan berubah menjadi menurun tajam sekitar 2 km dan
memasuki desa Sembalun Bumbung.Indah nya desa ini,yang di dominasi oleh
kebon strawberry dikiri kanan jalan. Tidak lama mata saya tertuju pada
sebuah villa yang sangat menarik.
|
Villa Paer Doe 2 |
Saya menepi dan langsung disambut oleh pak Lalu Maruhun sang owner yang
sangat ramah.Setelah kami berbincang dan mengetahui saya bekerja di
perusahaan travel makin antusias beliau untuk meminta saya meninjau
kamar villa nya tersebut. Ada tujuh villa di area itu dengan nama Paer
Doe 2 dengan rate Rp.250.000/malam dan kira2 500 meter kebawah ada villa
Paer Doe 1 yang lebih murah karena bangunan nya rumah biasa saja.
|
Tampilan luar villa |
|
Tampak depan |
|
Interior villa |
Selain konsep villa yang unik, pak Lalu Maruhun selaku owner yang dapat
dihubungi langsung apabila ada yang berminat di no. HP 081.917.714.514
atau 081.237.965.580 , beliau juga menawarkan paket trekking ke gunung
Rinjani. Setelah bertukar kartu nama, saya pamitan untuk melanjutkan
perjalanan menuju desa Sembalun Lawang yang masih beberapa km kedepan.
Perjalanan saya lanjutkan menuju desa Sembalun Lawang. Sepanjang jalan pemandangan yang indah seakan tak habis2 nya.
|
Menuju desa Sembalun Lawang |
|
Desa Sembalun |
|
Desa Sembalun Lawang |
Tidak lama saya sampai di desa Sembalun Lawang yang agak ramai pagi itu,
Rupanya baru bubaran peringatan HUT Kemerdekaan RI di lapangan bola.
Dari desa ini gunung Rinjani terlihat menjulang megah.
|
Gunung Rinjani |
|
Kebun tomat di desa Sembalun |
|
|
Desa yang indah |
Selesai menyusuri kedua desa yaitu desa Sembalun Bumbung dan desa
Sembalun Lawang Scorpy saya arahkan ke kota Labuhan Haji yang berada di
pantai timur Lombok.Menuju Labuhan Haji dengan jarak 54 km dari desa
Sembalun di dominasi dengan jalan yang terus menurun, karena kota itu
terletak di daerah pesisir.
Panas mulai menyengat yang memaksa saya untuk berhenti ber-kali2 sekedar
mengumpulkan tenaga. Ditengah jalan yang gersang saya coba untuk
mencari rumah makan guna makan siang, namun lagi2 langka. Pada akhirnya
sekitar 3 km menjelang kota Labuhan Haji saya ketemu warung soto. Saya
langsung pesan soto yang di campur dengan ketupat yang agak aneh
rasanya.
|
Soto ketupat |
|
Labuhan Haji |
Di Labuhan Haji tidak ada obyek yang menarik selain tempat makan
dipinggir pantai nya. Tidak lama disana saya langsung jalan lagi menuju
arah balik ke pelabuhan Lembar dengan jarak 78 km. Pukul 16.45 saya tiba
di pelabuhan Lembar, dan setelah membayar tiket penyeberangan,langsung
masuk ke antrean ferry.
|
Antrean ferry di Lembar |
Kira-kira sejam kemudian ferry bertolak ke pelabuhan Padang Bai. Ombak
cukup normal malam itu sehingga waktu tempuh menjadi kurang lebih 4 jam.
Pukul 22.00 ferry merapat di Padang Bai dan segera saya buka gas untuk
buru2 pulang. Sekitar pukul 23.00 saya sudah tiba dirumah dengan
selamat. Sungguh sebuah perjalanan yang sangat berkesan, walaupun dari
segi jarak tidaklah terlalu jauh.
|
Trip completed |
|
GPS record |
Sampai berjumpa dalam kisah perjalanan saya selanjutnya yang mudah2an lebih menarik...
No comments:
Post a Comment