Tuesday, January 7, 2014

Flores, Love at second sight

Pada awalnya kesempatan day-off dan cuti bulan December ini akan saya pergunakan untuk riding ke pulau Sumba. Namun dengan kondisi cuaca yang sudah memasuki musim hujan dan jadwal ferry yang hanya tersedia 2 kali dalam seminggu yang rawan akan penundaan jadwal karena musim hujan sehingga saya mengalihkan destinasi ke pulau Flores lagi tujuan utama adalah Taman Nasional Kelimutu yang memang belum sempat saya kunjungi saat ke Larantuka tahun lalu.Adapun untuk jarak tempuh trip ini adalah 1.900 an km..Dengan waktu start Senin tanggal 16 December 2013 dan finish di Denpasar lagi tanggal 21 December 2013.
Peta Bali,Lombok,NTB,NTT


Taman Nasional Kelimutu terletak di Flores, Indonesia. Taman nasional ini terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung dengan Gunung Kelibara (1.731 m) sebagai puncak tertinggi. Gunung Kelimutu, terdapat danau Danau tiga warna yang juga merupakan tempat dari Taman Nasional Kelimutu.
Di dalam Taman Nasional Kelimutu, terdapat arboretum, hutan kecil seluas 4,5 hektar yang mewakili koleksi keanekaragaman flora di daerah tersebut. Di sana terdapat 78 jenis pohon yang dikelompokkan ke dalam 36 suku. Beberapa koleksi flora yang merupakan endemik Kelimutu adalah uta onga (Begonia kelimutuensis), turuwara (Rhododendron renschianum), dan arngoni (Vaccinium varingiaefolium). Argoni yang berbunga kecil putih dan akan berubah menjadi hitam ketika matang, diyakini masyarakat setempat sebagai makanan para dewa.
Bro Yudie dikawal 3 personil VOID tiba di Denpasar
Kali ini saya tidak sendiri, karena ada bro Yudie dari Banjarnegara yang menyatakan minat untuk ikutan trip saya ini,Sesuai rencana, pada H-1.bro Yudie sudah tiba di Denpasar untuk bersama saya menjalankan trip ke Kelimutu ini.Yudie mengendarai Kawasaki Versys 650 dan sangat antusias untuk menjelajahi Indonesia bagian Timur ini.

Persiapan saya untuk menempuh trip ke Kelimutu ini tidak begitu banyak, hanya service biasa dan guna mengantisipasi medan yang kasar,sepasang box Givi E33 saya lengserkan dan berganti dengan pannier alumunium ukuran 30 liter buatan bro Alfian dari Malang.Pada H-1,pannier langsung dibawa by hand carried oleh bro Alfian guna langsung di-installed di Scorpy. Alasan pemilihan pannier ini, karena memang bahan dasarnya lebih kuat,dengan memakai plat almu 3 mm.
Fitting pannier
Hari itu, Senin 16 December 2013, pukul 11.00, fitting pannier selesai dan masih tersedia waktu panjang untuk finalization persiapan trip. ETD trip ini saya set pukul 16,00. Namun pada hari itu, ,mulai pukul 15.00 hujan deras mengguyur Denpasar dan tidak memperlihatkan tanda2 akan berhenti menjelang magrib tiba.Akhirnya, pada pukul 19.30 kami putuskan untuk segera start karena waktu yang mengikat ke section2 berikutnya.

Ditengah lebatnya hujan yang mengguyur Denpasar motor kami pacu ke arah Padang Bai dengan menyempatkan untuk berhenti sejenak di daerah Ketewel untuk makan malam pada  RM Padang.Tidak lama kemudian, kamipun tiba di pelabuhan Padang Bai dan saya langsung membeli tiket ferry seharga Rp.112.000. Namun berbeda dengan partner saya, Yudie yang digiring ke loket berbeda, yang belakangan saya ketahui karena untuk motor yang diatas 500 cc tarip ferry nya berbeda yaitu hampir 2 kali lipat. Big bike ..big expenses ..ha ha ha

Singkat kata, kedua motor kami sudah terparkir rapi dalam perut ferry dan kami naik ke deck penumpang.Karena ingin mengefisienkan waktu istirahat, maka kami menyewa kasur extra utk tiduran seharga Rp.35.000/ea dan waktu penyeberangan sekitar 5 jam itu kami pergunakan sebaik-baiknya untuk tidur.
Diatas ferry Pd.Bai - Lembar

Sekitar pukul 03.00 Selasa dinihari, ferry merapat dipelabuhan Lembar dan kami langsung gas ke arah pelabuhan Kayangan dengan berjarak 93 km diujung timur Lombok. Memasuki desa Sukit ,sebelum Masbagik , azan subuh berkumandang dan kamipun menepi ke sebuah masjid guna menunaikan sholat subuh.

Selesai subuh perjalanan kami lanjutkan ke sisa rute menuju pelabuhan Kayangan untuk menyeberang ke Poto Tano. Tiket penyeberangan seharga Rp.53.000 ternyata berlaku sama dengan tiket nya Yudie, karena kebetulan petugas disana tidak mengecheck kendaraan Yudie.Lumayan lah..he he he..

Tidak sampai 2 jam,Selasa tanggal 17 December pagi pukul 08,30 kami sudah merapat dipelabuhan Poto Tano dan langsung mampir ke warung di pelabuhan guna mengisi perbekalan air minum yang sangat dibutuhkan guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya dehidrasi oleh karena sengatan panas nya mentari di bumi Sumbawa.
Poto Tano didepan mata

Setelah selesai dengan persiapan perbekalan minum, kamipun meninggalkan Poto Tano dibawah cuaca pagi yang tidak langsung terik itu..Kira2 baru jalan 30 menit , hujan mulai gerimis dan berangsur lebat membasahi bumi dan memaksa kali untuk menepi di sebuah SPBU di kota Alas yang berjarak 18 km dari Poto Tano. Kesempatan ini kami pergunakan untuk menyiapkan rain-gear dan sekedar "ritual WC" dipagi hari di SPBU tersebut.
Morning break di SPBU Alas

Sejenak kemudian perjalanan kami lanjutkan menuju arah kota Sumbawa Besar dengan sangat ber-hati2 karena jalan yang licin yang terdiri dari aspal tambal sulam.Kondisi aspal seperti ini sangat terasa licin pada ban dual purpose langsiran Swallow type SB 117 ini. Proceed with extra precaution adalah sebuah langkah aman buat saya jalankan pada pagi hari itu.

Memasuki kota Sumbawa Besar, hujan telah berhenti dan berganti dengan terik matahari yang mulai menyengat.Kami hentikan langkah sejenak pada sebuah warung kecil, guna mendinginkan suhu tubuh dengan meminum cold isotonic drinks.

Selepas kota Sumbawa Besar cuaca cukup cerah dan cenderung panas yang harus kami lewati.Setelah berjalan 97 km dari kota Sumbawa Besar pada pukul 12,30 kami tiba dikota Empang.Karena perut sudah mulai terasa lapar dan kami pun berhenti pada sebuah warung untuk makan siang.Menu ayam goreng pada siang itu terasa mantap sekali diperut.
Makan siang di Empang
Tanpa ber-lama2 selepas makan siang motor kembali kami gas menuju Sape, dengan target tiba di Sape sebelum magrib, untuk segera beristirahat malam ini di Sape.Lepas kota Empang, menjelang kota Kwangko ,jalan berliku menyambut kami. Sepanjang lebih kurang 46 km jalan berliku itu kami nikmati.Sebelum memasuki jalan berliku, Yudie memasang video camera pada helm nya.
Berhenti sejenak,utk mengaktipkan video-cam
Setelah video-cam aktip kamipun mulai menikmati track yang full twisty serta hotmix mulus itu hingga mencapai kota Banggo.Ditengah perjalanan hujan lebat kembali mengguyur dan kamipun tidak dapat mengembangkan kecepatan secara maksimal.Kira2 1 km selepas kota Banggo ada sebuah SPBU dan kami pun mampir untuk refueling dan beristirahat sejenak, setelah diguyur hujan lebat.
Rehat sejenak di SPBU-Banggo
Basah setelah diguyur hujan lebat
Dari Banggo perjalanan lanjut sekitar 16 km ke kota Dompu dan lanjut lagi 58 km ke kota Bima.Berhubung hari semakin senja, pantai indah kota Bima hanya kami nikmati sembari jalan saja supaya masuk target sebelum magrib tiba di Sape.

Dari Bima kami berjalan menempuh jalan berliku sepanjang 49 km, yang pada 15 km terakhir adalah berupa jalan menurun dan twisty. Seolah tidak sabar untuk mencapai Sape secepatnya. pada trek menurun ini kecepatan motor saya tingkatkan secara maksimal. Tanpa terasa jarum kilometer menyentuh angka 100-110 km pada jalanan menurun dan berliku itu ,yang membawa kenikmatan tersendiri bagi saya. hingga akhirnya kami tiba disebuah SPBU di Sape.Moment refueling pun kami pergunakan dengan perhitungan setibanya di Labuan Bajo tidak perlu repot mencari pom bensin lagi. Jam menunjukkan pukul 17.30 saat itu dan Yudie saya liat tengah berbincang dengan seorang local biker yang menggunakan Suzuki Inazuma. Akhirnya kami mendapatkan surprised-news dari beliau, bahwa malam ini ada ferry yang menyeberang ke Labuan Bajo.Senang sekali rasanya hati saya, karena kami tidak perlu lagi overnite di Sape untuk menunggu ferry yang keesokan pagi untuk menuju Labuan Bajo.Rupanya sekarang sudah ada 2 kali sehari pelayanan ferry dari Sape ke Labuan Bajo atau pun sebaliknya.Yaitu setiap pukul 09.00 pagi dan pukul 19.00 malam harinya.

Dari SPBU Sape,langsung kami menuju loket penjualan tiket ferry. Saya membayar Rp.148.000 untuk penyeberangan dan lagi2 Yudie mendapatkan tarif berbeda, yaitu hampir 2 kali lipat..he he..


Langsung saja motor kami masukkan ke ferry dan kamipun langsung menaiki deck penumpang.Penuh sesak dikelas Ekonomi, memaksa kami untuk bergeser ke kelas VIP dengan menambahkan Rp.30.000/orang untuk dapat duduk di ruang ber AC itu. Gak apa2 lah, karena memang kami butuh istirahat yang cukup guna perjalanan sepanjang 445 km lagi  dari Labuan Bajo ke desa Moni, dikaki Kelimutu.Setelah menyantap satu2 nya main course yang tersedia di ferry,yatu indomie dikantin,maka kamipun terlelap tidur karena tenaga yang cukup terkuras seharian mulai dari Poto Tano hingga Sape sepanjang 388 km.
Posisi motor  dalam ferry Sape - Labuan Bajo
Hari Rabu tanggal 18 December pukul 02.30 dinihari ferry merapat di pelabuhan Labuan Bajo.Kami langsung keluar dan saat itu telah menunjukkan pukul 03.00 pagi.Saya menawarkan ke Yudie apakah akan menanti terang dulu di Labuan Bajo, atau mau langsung gas ke Ende ? Ternyata Yudie memilih untuk gas langsung, dan sangat cocok sekali dengan apa yang saya kehendaki.
Labuan Bajo arrival @ 03.00 AM
Pagi itu suasana di Labuan Bajo masih sangat lengang dan kami pun langsung mengarahkan kendaraan ke kota Ruteng dengan jarak 120 km. Setelah jalan beberapa km kami mulai dihadang oleh jalan berliku yang makin lama makin ekstrim. Short cornering yang diselingi hairpin dan dibumbui dengan sedikit kabut menjadikan trek Lab.Bajo - Ruteng ini saya nilai trek ter-ekstrim di Flores.Tanpa bantuan 2 spotlight cree LED yang super terang + 2 spotlight luxeon, rasanya mustahil saya dapat riding pede didepan karena akan sangat sulit untuk meraba tikungan2 yang sangat gelap, mayoritas berupa hairpin dan dihiasi oleh beberapa negative camber. Di trek ini pula lah saya terjatuh pada tahun lalu saat arah pulang dari Larantuka pada jam 02,00 pagi. Semakin mendekati Ruteng cuaca dingin semakin menusuk terasa. Memang Ruteng berada pada dataran tinggi.

Sekitar pukul 06.00 kami tiba di Ruteng dan sempat berputar-putar di pusat kota guna mencari makanan untuk sarapan pada pagi itu. Ternyata belum ada tukang jualan makanan pagi itu di Ruteng. Kami sempat beristirahat pada sebuah SPBU di kota Ruteng itu yang tengah dipenuhi oleh kendaraan yang menunggu buka nya SPBU tersebut.
Beristirahat di SPBU Ruteng


Tidak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Ende.Setelah berjalan 41 km dari Ruteng kami memasuki desa Borong dan pada desa tersebut terlihat sebuah RM Padang. Yes, cocok lah untuk tempat sarapan pagi itu.
Sarapan dengan masakan Padang
Setelah selesai sarapan, perjalanan kami lanjutkan menuju Aimere,sebuah ibukota kecamatan yang terletak dipinggir pantai .Udara khas pesisir yang panas mulai terasa menyengat pagi itu, Kami langsung melanjutkan lagi menutu kota berikut yaitu Bajawa yang berjarak 37 km di utara kota Aimere.

Jalan dari Aimere ke Bajawa yang di dominasi oleh tanjakan2 terjal dan dibumbui oleh tikungan2 hairpin yang sangat menguras tenaga guna menempatkan motor pada posisi jalu yang benar dalam setiap keluar dari tikungan.Sungguh jarak yang 37 km tersebut terasa lama dan akhirnya pada pukul 09.30 pagi itu kami memasuki kota Bajawa. Udara sejuk kota Bajawa yang terletak pada dataran tinggi tersebut seolah mengusir panas nya sinar matahari pagi itu.

Disini saya melihat referensi lokasi SPBU, dan memang ada beberapa SPBU terdapat pada GPS saya. Setelah menanyakan kepada penduduk setempat , mengenai kondisi SPBU tersebut saya dapatkan informasi bahwa pagi itu BBM langka sehingga antrean panjang pada setiap SPBU menjelang kota Ende.

Demi efisiensi tenaga agar tidak mengantri pada SPBU tersebut, kami memutuskan untuk membeli bensin secara eceran di Bajawa itu. Penjual bensin eceran yang akrab dipanggil dengan nama mama Elisabeth itu menjual bensin dalam jerigen berisi 7 liter seharga Rp.70.000..Wow..apa boleh buat daripada ngantre.
Mama Elisabeth
Selesai mengisi bensin dan setelah berbasa basi sejenak dengan mama Elisabeth, kami lanjut dengan tujuan kota Ende yaitu kota terbesar di Flores. Jarak antara Bajawa ke Ende adalah 84 km dan sebagian sejak dari Bajawa melewati kota dengan hawa sejuk seperti : Mataloko,Boawae dan Ngada.Lepas kota Ngada jalan mulai menurun menuju Ende. Ada sedikit ruas jalan yang dalam perbaikan. Karena panasnya cuaca Kami sempat berhenti beberapa kali guna sekedar mengumpulkan tenaga.

Panas semakin menyengat dan kami semakin dekat kesisi pantai dengan jalan berliku menuju kota Ende. Sekitar 15 km sebelum kota Ende, kami melihat ada spot view pantai yang bagus dan berhenti sejenak untuk sekedar mengambil foto dokumentasi perjalanan.
Tidak tahan berlama-lama dipantai ini karena panas yang sangat terik pada pukul 13.00 siang itu, perjalanan kami lanjutkan ke kota Ende dengan target utama untuk mengisi perut. Untuk kedua kali nya, pilihan tetap jauh ke RM Padang yang pasti cocok selera.
RM Ampera - Ende
Selesai makan siang kami sempat membuat beberapa alternatif rencana kedepan. Rencana pertama adalah langsung menuju Taman Nasional Kelimutu yang masih berjarak 70 km dari Ende dengan resiko tiba dilokasi paling cepat pukul 16.00 dan berhubung siang itu Ende mulai diguyur hujan lebat maka resikonya danau akan ditutupi kabut.Sehingga tidak dapat maksimal melihat keindahan danau tersebut.Ditambah lagi ada informasi longsor parah pada km.17 antara Ende - Moni.

Pilihan kedua adalah, jalan santai langsung ke Moni untuk langsung beristirahat, baru esok subuh naik ke danau Kelimutu untuk melihat sunrise ,yang hanya berjarak 14 km dari Moni, Dan di Moni cukup banyak tercapat homestay untuk menginap. Dan kami pun sepakat untuk mengambil pilihan kedua ini. Setelah mengisi bensin pada SPBU yang ada di kota Ende, ditengah lebat nya hujan motor kami pacu menuju desa Moni. Benar saja , setiba di km 17, longsor parah masih dalam pengerjaan alat2 berat dengat sistem buka-tutup jalan. Beruntung pada saat kami lewat traffic lengang karena hujan lebat. Kira2 seminggu sebelum ini ada berita meyeramkan dilokasi longsor ini ,dimana ada pengendara motor yang nekad jalan walau sudah di stop oleh petugas disana dan saat melintasi lokasi longsor, tiba2 batu besar menggelinding dari atas tebing dan mendorong pengendara motor tersebut hingga masuk kedalam jurang yang puluhan meter dalam nya disisi kanan jalan , hingga pengendara motor tersebut tewas seketika.

Sekitar pukul 16.00 Rabu tanggal 18 December 2013 , kami tiba di desa Moni.Ditengah gerimis hujan akhirnya kami menemukan sebuah homestay dengan harga diskon yaitu Rp.200.000 dari original price nya Rp.300.000. Dan bagus nya lagi homestay Hidayah ini dilengkapi dengan shower dan air panas. Penting ,karena cuaca di Moni cukup dingin yang bila tanpa air panas membuat kita enggan untuk mandi.
Homestay Hidayah - Moni
Parkir di homestay Hidayah - Moni
Setelah menurunkan barang2 kami pun langsung beristirahat di homestay yang bersih dan asri itu.Mandi dengan air panas yang tersedia sangat terasa nyaman dan berguna untuk recovery stamina.

Menu makan malam itu adalah nasi goreng special yang kami pesan di warung yang masih kepunyaan pemilik homestay. Porsi yang besar dan cita rasa lumayan enak membuat rasa kantuk mulai mengganggu. Setelah me-charge semua gadget mulai dari HP, BB dan GPS maka saya pun terlelap, setelah menyetel alarm pukul 03.30.

Seperti biasa, alarm HP menyentak pada pukul  03,30 dengan ringtone "Land of Confusion " nya Genesis saya terbangun dan mempersiapkan diri untuk jalan ke Taman Nasional Kelimutu pada pukul 04,30 guna menyaksikan keindahan sunrise di Kelimutu.

Pukul 04.30 kami telah siap jalan ke Taman Nasional Kelimutu dan meninggalkan barang di homestay karena jatah breakfast baru tersedia paling cepat pukul 06.00. Tanpa sarapan dulu, home stay kami tinggalkan dan mulai mendaki jalan berliku ke area parkiran Taman Nasional. Melewati jalan basah sisa hujan lebat tadi malam dan terdapat genangan2 lumpur, bro Yudie sempat tergelincir pada sebuah kubangan lumpur, Namun untungnya tidak mengalami cedera serius, dan perjalanan lanjut ditengah gelapnya pagi itu.

Setiba di pintu gerbang masuk kami membayar tiket masuk dan sempat ditanya apakah membawa kamera ? Saya mengerti akan pertanyaan itu dan saya jawab hanya kamera yang ada di HP saja.
Tiket masuk TN Kelimutu
Sekitar pukul 05.00 pagi kami telah tiba di parkiran TN Kelimutu dan harus dilanjutkan dengan menaiki tangga menuju lokasi bibir danau. Setelah tiba di sisi danau, pemandangan sangat menakjubkan membentang dibawah sana yang tidak dapat saya deskipsi kan secara detail , hanya foto2 berikut saja yang akan bercerita...
Di kaki anak tangga ke bibir danau


Waiting for sunrise





Here come the sun

Two tones lake
Spot utk melihat danau ke 3 diatas sana
Stairway to heaven
Danau ke 3 masih diselubungi kabut
Inscribed stone-high on the hill
Me and the icon of Flores


On top of  Taman Nasional Kelimutu
Di area puncak ini ada yang berjualan pop mie dan coffee mix yang lumayan untuk sekedar ganjal perut pagi hari itu. Setelah puas menikmati keindahan Taman Nasional dari ketinggian, maka kami pun bergerak turun ke arah parkiran motor untuk pulang ke tempat penginapan.
Berhubung saat perginya masih gelap jadi pas perjalanan pulang belum lengkap rasanya bila tidak berfoto di pintu masuk Taman Nasional Kelimutu ini.
Tiba di homestay , kami segera packing barang2 untuk bersiap meninggalkan Moni dan langsung sarapan sehat yang sudah tersedia.
Pancake with assorted fruits
Selesai sarapan kami berpamitan dengan pemilik homestay dan memacu motor kearah kota Ende. Suasana pagi itu cukup cerah ,motor saya gas dengan speed yang konstan antara 60 - 80 km /jam dan tanpa terasa kota Ende sudah ada didepan mata. Saya menyempatkan untuk mengganti oli Scorpy dan langsung kami menuju RM Ampera, dimana kami makan siang kemaren.
Setelah makan siang, pada pukul 13.30 Kamis siang itu, tanpa membuang waktu kami langsung berangkat meninggalkan kota Ende. Sebelum keluar kota, sempat kami mampir di bekas rumah pengasingan Bung Karno semasa jaman perjuangan kemerdekaan dulu. Rumah itu telah selesai dipugar namun sayang nya penjaga nya lagi keluar makan siang, sehingga kami tidak dapat masuk.
Rumah pengasingan BK di Ende
I was there
Selesai sekedar berfoto di situs bersejarah ini, perjalanan kami lanjutkan menuju kota berikut yaitu Bajawa. Menjelang Detusoko, gerimis yang semakin lebat mulai mengguyur bumi Flores. Memasuki kota Boawae hujan lebat sudah tidak tertahan kan sehingga kami berkendara dengan extra precaution.
Menjelang kota Bajawa, kabut tebal dan hujan lebat bercampur menjadi satu membuat visibility sangat terbatas dan perjalanan lanjut terus ke kota Aimere, Jarak Bajawa - Aimere yang pada saat perginya kami tempuh dalam keadaan kering dan cerah ,kali ini dalam perjalanan pulang kondisinya seakan berbalik 100 %. Cuaca hujan lebat dan berkabut.
Menjelang magrib kami memasuki kota Aimere dan hujan pun tinggal gerimis ringan.Sempat kami berhenti pada sebuah warung di Aimere untuk sekedar membeli cemilan dan beristirahat.
Setelah beristirahat sekitar 30 menit perjalanan kami lanjutkan ke arah kota Ruteng. Cuaca mulai gelap dan hujan gerimis setia menemani.  Sekitar sejam perjalanan kami tiba di kota Borong, dan mampir kembali ke RM Padang tempat kami sarapan kemaren pagi untuk makan mala, Sebelum itu kami sempat refueling dulu di SPBU kota Borong ini yang kebetulan sepi malam itu.

Selesai makan malam langsung kami gas lagi  menuju Ruteng yang berjarak 41 km dengan jaln sempit yang twisty dan di guyur hujan yang lumayan lebat. Malam semakin gelap dan menjelang Ruteng udara dingin semakin terasa menembus walau sudah badan sudah dilapisi jaket dan jas hujan.
Sekitar sejam kemudian, kota Ruteng sudah didepan mata.Malam yang basah oleh hujan yang tak kunjung berhenti itu membuat suasana Ruteng cenderung lengang.

Menyingkat waktu, langsung kami gas menuju Labuan Bajo dengan jarak 120 km dan stamina yang telah terkuras membuat mata mulai berat dan gerak semakin lamban. Secara bergantian saya dan Yudie mengambil posisi didepan , guna mengatasi rasa kantuk yang semakin berat.

Pukul 23.30 lampu kota Labuan Bajo sudah didepan mata dan kami langsung menuju daerah pelabuhan guna mencicipi ikan bakar dengan bumbu khas Flores yang sangat bercita rasa tinggi itu.


ikan bakar di Labuan Bajo

Tempat makan seafood di Labuan Bajo




Selesai makan kami mencari penginapan untuk sekedar meluruskan badan dan membereskan pakaian yang basah karena guyuran hujan tanpa henti sepanjang jalan. Sulit juga mencari penginapan yang ekonomis pada tengah malam itu. Akhirnya dapat juga Bajo Beach Hotel yang hanya berjarak 300 meter dari pelabuhan  dengan tarif Rp.300.000 - non negotiable malam itu. Lumayan lah untuk dapat melepas penat di hotel yang berpendingin udara malam itu.
Bajo Beach Hotel - Labuan Bajo








Tidak lama, paling hanya sekitar 2,5 jam saya berbaring sudah masuk waktu subuh, Dan setelah merapikan barang, pukul 06.30 kami sudah berada di loket ferry pelabuhan Labuan Bajo. Tidak begitu rame pagi itu dan setelah membayar tiket sebesar Rp,148.000 kami pun memasuk kan motor buru2 ke lambung ferry guna mendapatkan tempat yang strategis untuk melanjutkan  porsi tidur yang masih minim tadi malam.
Sesaat sebelum menaiki ferry
Adios Flores... 
Pukul 09,30 ferry pun berangkat meninggalkan Labuan Bajo yang exotic itu. Berhubung rasa kantuk berat sudah menyerang tanpa sadar saya tertidur di kursi ferry yang lumayan untuk melepas penat.
Ferry Lab.Bajo - Sape
Pukul 15.00 ferry merapat di pelabuhan Sape, kami turun dan langsung menuju SPBU terdekat dari pelabuhan untuk refueling. Langsung saja gas menuju kota Bima yang sore itu sangat bersahabat cuacanya. Tidak lupa kami sempatkan mampir di pantai yang cukup indah di kota Bima itu.
Pantai di Bima
Lepas dari pantai ini ,matahari mulai menampakkan kelelahan untuk menyinari bumi dan mulai gelap ketika melewati kota Dompu. Jalan berliku dan hotmix yang mulus membawa kami memasuki kota Banggo. Dan memang perut sudah waktunya untuk diisi maka langsung saya arahkan menju RM Bundo Kanduang langganan saya di Banggo itu, satu2 nya warung nasi padang yang bercat warna pink dikota Banggo.. Selesai makan si uni warung menginformasikan bahwa dalam waktu dekat warung ini akan pindah kedekat SDN Manggelewa atau sekitar 500 meter dari sini. Dan warung baru itu sudah sepenuhnya mereka miliki hasil dari berjualan di tempat sekarang ini. Alhamdulillah ada peningkatan dalam taraf hidup mereka.
RM Bundo Kanduang

Dalam gelapnya malam, kami lanjut lagi dengan tujuan berikut adalah kota Sumbawa Besar dengan jarak 167 km. Perut kenyang dan riding dalam kegelapan malam, musuh utama nya hanya : ngantuk :).Guna mengatasi hal tersebut irama riding saya tingkatkan dengan speed yang lebih tinggi karena jalanan mulus yang sangat mendukung dan traffic yang aman karena sepi. Bergantian kami leading untuk mengusir rasa kantuk yang makin lama makin mengganggu. Sekitar pukul 01.30 kami tiba pada sebuah SPBU di dekat ring road kota Sumbawa Besar yang sering saya gunakan untuk istirahat. Matras saya gelar dan langsung kami tidur sekitar 2 jam an.

Sekitar pukul 03.30 perjalanan kami lanjut kan dengan ber-kali2 berhenti ngopi di warung karena rasa kantuk belum sepenuhnya sirna.
Ngopi mengusir rasa ngantuk
Makin lama hari berangsur terang dan sekitar pukul 06,20  kami sudah memasuki pelabuhan Poto Tano kembali guna menyeberang ke Lombok.
Masuk Poto Tano
Pagi yang indah di Poto Tano
Ngantri masuk ferry ke Kayangan - Lombok
Tidak menunggu lama, ferry langsung berlayar menuju pelabuhan Kayangan pada pagi yang cerah itu.
Selamat tinggal Sumbawa
Sekitar 1,5 jam kemudian ferry sudah merapat di pelabuhan Kayangan dan langsung motor kami pacu ke arah kota Mataram. Kira2 90 menit kemudian kami tiba di Mataram dan langsung mencari sarapan. Ketemu nasi tempong , yang mengobat selera setelah ber-hari2 di perjalanan ketemu nya nasi padang terus. Perjalanan lanjut ke pelabuhan Lembar dan sekitar 2 km sebelum pelabuhan hujan sangat lebat mengguyur bumi Lombok.

Setelah menunggu sekitar satu jam, pukul 10.00 ferry berangkat meninggalkan pelabuhan Lembar menuju Padang Bai - Bali. 4 jam pelayaran terasa lama sekali karena saya sudah tidak sabar untuk tiba di Bali. Untuk beristirahat ?  You must be kidding :) Saya masih punya sisa cuti yang akan saya pergunakan untuk melanjutkan perjalanan ke pulau Jawa..he he he

Pukul 14.30 ferry touchdown di Padang Bai dan langsung kami bergegas menuju Denpasar. Yudie ada business appointment malam ini dan saya harus segera mempersiapkan perjalanan saya ke pulau Jawa paling lama 2 hari lagi dari saat finish.

Sabtu tanggal 21 Desember sore pukul 15.30, dengan mengucap syukur alhamdulillah  kami tiba dengan selamat di Denpasar. Total jarak tempuh adalah 1.942 km. Dan pannier yang saya gunakan sepanjang jalan itu sangatlah membanggakan. Tidak ada setetes pun air yang masuk /rembes apalagi cracked. Fully recommended lah pokok nya :) . Thanks untuk bro Alfian yang sudah mempersiapkan pannier ini secara maksimal.

Sampai bertemu lagi dengan kisah perjalanan saya untuk menjelajah pulau Jawa dalam waktu 2 hari setelah finish ini.

Tidak ada jarak yang terlalu jauh untuk ditempuh dengan kemauan dan effort yang maksimal.

2 comments:

  1. Bro apa enakny touring kok di geber terus ga brenti2. Santai aja bro, bawa tenda, cari tmpt eksotis bwt nenda. Bnyk obyek yg terlewat tuh desa Waerebo di Ruteng, Desa Bena di Bajawa, Kemah Tabor, Ngada dll. Tipikal banget turis Indonesia. Kejar target foto2 trus pulang.

    ReplyDelete
  2. Waktu yang membatasinya,maklum sy cuman pekerja rendahan yang mempunyai stamina berlebih..

    ReplyDelete