Friday, January 17, 2014

SumaTrex 2012 - Main Event


Setelah melaksanakan ritual lebaran ke handai taulan pada tanggal 19 dan 20 Agustus 2012, tibalah saat yang di-nanti2kan yaitu event SumaTrex 2012 yang berlangsung pada tanggal 21-26 Agustus 2012.

Saya tiba di Jakarta dari Denpasar pada hari Jum'at tanggal 17 Agustus malam dengan menumpang pesawat Air Asia  Malam itu  saya bertemu dengan seorang teman di komunitas motor kami, BMS, yaitu sdr. Ojan (Fauzan Rachmat) yang menyatakan akan ikutan trip ini.

Sejatinya, saya telah mempersiapkan diri jauh hari  untuk solo-trip pada event ini..Namun senang hati saya menerima kesanggupan itu dan kami berjanji akan bertemu didepan kampus ISTN Jagakarsa pada hari H nya untuk mengawali start .Adapun  persiapan untuk  diperjalanan yang saya bawa adalah : CVT belt + oli matic ukuran 1 liter sebanyak 2 botol. Selebihnya hanya perlengkapan se-hari2 saja yang saya bawa di side box + top box motor.



Ojan mengendarai Suzuki Spin dan saya masih mengandalkan si Blue Light -Suzuki Skywave langsiran tahun 2011 kesayangan saya.  Jadi kami berdua menggunakan merk Suzuki yang Insya Allah akan tangguh dalam mengarungi lintasan sepanjang 3.157 km dengan membelah propinsi ; Lampung,Sumsel, Jambi dan Sumbar.
Tepat pukul 17.00 Selasa tanggal 21 Agustus 2012, dengan mengucap Bismillah trip panjang ini kami awali dari depan Kampus ISTN di jalan.M.Kafi 2 .Menuju pelabuhan Merak kami melewati Ciledug,Tangerang,Cikupa,Balaraja,Serang,Cilegon dan pelabuhan Merak. Jarak 135 km ini kami tempuh sekitar 3 jam termasuk waktu bersantap malam di daerah Cikupa.

Ayam goreng menjadi menu nikmat malam itu.Sepanjang perjalanan menuju pelabuhan Merak kami beriringan dengan rombongan kendaraan R4 dan R2 yang ingin mudik ke Sumatera.Tampaknya sesi mudik masih terus berlangsung, walau telah H3 Lebaran.

Tiba di pelabuhan Merak jam 20.00 kami langsung membayar tiket penyeberangan sebesar Rp.32.500, dan motor diarahkan kedalam ferry. Berbeda dengan ferry Ketapang-Gilimanuk ataupun Kayangan-Poto Tano yang hanya terdiri sari 1 lantai tempat muat kendaraan, ferry yang ke Sumatera ini jauh lebih besar dan terdiri dari 2 lantai tempat memuat kendaraan.

Setelah mengunci dan mengamankan barang di motor, kami langsung menuju tempat duduk penumpang,Malam itu ferry lumayan penuh dan suasana di ruangan penumpang lumayan pengap. Namun, guna menyiapkan tenaga, kami pun memaksakan diri untuk dapat tidur sekedarnya.
Tepat jam 24.00 ferry merapat di pelabuhan Bakauheuni dan kendaraan segera keluar dari ferry. Suasana kendaraan yang keluar dari ferry cukup ramai dan di dominasi oleh kendaraan R2. Tanpa buang waktu, motor kami gas menyusuri jalan Bakauheuni - Bandar Lampung sejauh 92 km. Tiba di jalan arteri Bandar Lampung, mulai terasa kerusakan jalan yang cukup parah, berdebu,Kami lintasi secara perlahan dan berangsur mulus. Masuk Bandar Jaya, suasana traffic masih ramai.Ini salah satu alasan mengapa saya memilih timing pas lebaran untuk menjalani trip di Sumatera. Bila pada hari biasam tentunya akan sangat sepi

Pukul 4.00 subuh, Rabu 22 Agustus 2012, kami rest sebentar di Terbanggi Besar,pada sebuah SPBU. Setelah waktu Subuh perjalanan kami lanjutkan hingga tiba disebuah desa Sukamarga, Bukit Kemuning pada pukul 7.00 pagi. Ikan bakar menjadi pilihan santap pagi kami disitu.
Selesai sarapan, kendaraan kami check dan sepenuhnya tidak ada masalah,setelah melintasi rute kasar diseputar Bandar Lampung, Tidak luput pengechekan tekanan angin ban yang cukup penting dilakukan secara berkala pada setiap long trip.
Perjalanan kami lanjutkan,Jalan lintas tengah Sumatera ini sangat mulus dan menggugah selera untuk buka gas lebih dalam.Untuk menyelaraskan riding pace yang berbeda, Ojan saya 
persilahkan untuk mengambil posisi kedepan ,dengan speed yang lebih tinggi, sedangkan saya tetap maintain riding pace saya dengan nyaman nya.

 Pada daerah Kabupaten Way Kanan - Lampung, kami menjalani trek yang sangat indah dan ideal sekali bagi penggila cornering.

Desa demi desa kami lalui dan pada pukul 14.00 kami tiba di Muara Enim, Masakan padang pada RM Minang jaya menjadai pilihan kami siang itu, Kami tidak boleh membuang waktu karena Lubuk Linggau, sejauh 211 km dari Muara Enim harus kami capai sebelum magrib, demi alasan keamanan. Dari Muara Enim irama gas mulai kami tingkatkan menjadi 80-100 km/jam. Tak lama, kota Lahat, 43 km dari Muara Enim sudah didepan mata, Dari Lahat kami lanjut ke Tebing Tinggi sejauh 73 km. Kebetulan pada section ini kami berjumpa 'local heroes' dengan mengendarai RX King dan Mio Soul GT.Dengan kontur jalan yang twisty tidak sulit kami mengatasi tekanan kedua rider lokal ini.Sekejap mereka pun hilang dari pandangan mata.Saking asyiknya cornering, tidak sadar ber-kali2 standard samping saya menyentuh aspal. Menurut istilah kawan2 di Medan hal demikian disebut dengan menikung "kandas kali"
Puas buka gas sepanjang Lahat - Tinggi ,tiba pada sebuah jembatan besar pada lokasi antara tebing Tinggi - Muara Beliti. Viewnya menawan.
Kemudian motor kami gas menuju Muara Beliti yaitu 22 km sebelum Lubuk Linggau, tujuan kami nite stop pada hari ini. Di Muara Beliti, kami berhenti sejenak untuk mengambil gambar pada sebuah landmark kota nya.
Jarak 22 km dari Muara Beliti ke Lubuk Linggau kami tempuh dengan santai dan tepat pukul 17.30 kami memasuki kota Lubuk Linggau, ibukota kabupaten Musi Rawas,Propinsi Sumsel.

Kami dapat hotel lumayan bersih dengan AC,dengan tarif Rp.220.000/malam, yang bernama Hotel Sempurna, teletak pada jalan utama kota Lubuk Linggau setelah dua hotel sebelum nya fully booked. mungkin karena masih suasana lebaran, jadi banyak pendatang disini. Malam itu kami mencari makan di Lubuk Linggau dan ketemu nya nasi Tongseng Solo.Nikmat serta hangat. Perut kenyang, kembali ke hotel guna beristirahat.

Kamis pagi, kami melakukan start pukul 6.30 pagi setelah sarapan roti di hotel,Kota berikut kami tuju adalah Sarolangun dengan jarak 135 km dan melewati  desa Muara Rupit yang beken dengan begal2 nya bila malam tiba.Oleh sebab itu kami bermalam di Lubuk Linggau guna menghindari keganasan "flying fox" (baca : bajing luncat) ala Muara Rupit. Jalan 135 km menuju Sarolangun sangat mulus sepi dan lurus terus.

Kondisi jalan yang lurus berlanjut hingga Muaro Bungo. Tiba dikota ini saya bersiap untuk melakukan pergantian oli, Akhirnya saya menemukan sebuah bengkel untuk mengganti oli dengan oli matic yang sudah saya persiapkan dari Jakarta. Jam telah menunjukkan pukul 13,00 di Muaro Bungo dan kamipun bersantap disebuah warung dipinggir kota  Muaro Bungo .Dari sini jarak ke perbatasan Sumatera Barat hanya tinggal 110 km lagi.

Siang itu,perut kami sudah tidak dapat diajak kompromi lagi, akhirnya sebuah warung nasi dipinggir jalan arah keluar kota Muaro Bungo menjadi pilihan kami.Nikmat sekali menyantap nasi campur disini.


Tak lama kemudian ,perjalananpun kami lanjutkan menuju Sungai Dareh, kota pertama yang berada di provinsi Sumatera Barat yang menjadi tujuan berikut. Jarak tempuh antara Muaro Bungo adalah 111 km atau sekitar 100 km keperbatasan provinsi Sumbar nya.Sebelum start kami dihampiri oleh 2 orang rider mengendarai Yamaha Vixion yang dengan ramah memperkenalkan diri dari Komunitas Vixion Lubuk Linggau.Salah seorang nya bernama bro Robby yang mengundang kami untuk mampir ke base camp mereka. Karena waktu yang sangat sempit, tawaran itu kami tolak secara halus dan kami pun berpisah dengan mereka. Brotherhood is all over the places...

Memasuki perbatasan Sumbar, mendung tebal mulai terlihat jelas, alamat tidak lama lagi pasti akan turun hujan yang sangat lebat' Benar saja, kira2 10 km sebelum Sungai Dareh hujan turun dengan sangat lebat nya, memaksa saya untuk berteduh sesaat.Sembari menunggu hujan reda, saya update posisi via BBM Maps guna memudahkan pemantauan lokasi kami terkini.

Setelah hujan agak reda, si Blue Light saya start untuk melanjutkan perjalanan. Memasuki kawasan wisata Sijunjung, traffic dipadati oleh para perantauan yang tengah berekreasi pada sebuah "waterbom park" .Kawasan ini terkenal dengan kerajinan tenun ikat nya.
Dari Sijunjung lanjut ke Sawahlunto dan menuju checkpoint Solok, dimana Ojan sudah dahulu tiba dan menunggu saya di salah satu SPBU kota Solok. Azan magrib tengah berkumandang saat saya memasuki SPBU itu, sementara titik hujan tidak jua berhenti.Saya langsung ingat bahwa dikota Solok ini terkenal dengan dendeng nya (dendeng batokok) yang sangat empuk.Disisi lain saya juga ingin makan sate Mak Syukur di Padang Panjang.

Setelah melihat di GPS, bahwa jarak Solok - Padang Panjang itu adalah 72 km dan akan menyusuri sisi danau Singkarak, kami putuskan untuk lanjut saja ke Padang Panjang. Di SPBU itu saya bertemu dengan seorang pengendara Vespa asal Batusangkar, yang mencoba panjang lebar untuk menjelaskan kemana sebaiknya trip kami selama di Sumbar. Singkat kata, kamipun lanjut jalan,ditengah hujan lebat yang mengguyur bumi " Tuah Sakato " itu.

Setelan headlight saya yang terlalu tinggi membuat pemandangan kedepan agak terbatas. Bergantian saya dan Ojan untuk mengambil posisi "leader", hingga akhirnya hujan reda pas ditepi danau Singkarak. Walaupun sudah gelap, tripod saya keluarkan guna membuat dokumentasi dipinggir danau Singkarak itu.Hasilnya pas-pas an aja.Giliran Ojan membuat gambar saya,hasil nya lumayan, sebaliknya giliran saya membuat foto Ojan, hasilnya agak blur.Sorry deh Jan. Beda tangan beda hasil.
Dari tepian danau Singkarak perjalan kami teruskan ke kota Padang Panjang,Ramai sekali di tepi danau Singkarak pada malam itu.Tempat jualan oleh2 padat oleh kendaraan R4 berasal dari berbagai daerah umum nya dari pulau Jawa.Sehingga sudah serasa di pulau Jawa saja. Singkat kata, kota Padang Panjang kami capai ditengah gerimis tipis. GPS saya zoom, dan suprisingly, lokasi sate Mak Syukur ada di dalam GPS saya. Memang hebat peta Navitel yang ada pada GPS ini.Lengkap. Namun,setiba di tempat sate Mak Syukur, kami agak kecewa karena sudah sold-out. Karena memang kami berniat akan makan sate di Padang Panjang, berkat informasi dari tukang parkir di sate Mak Syukur kami diarahkan ke sate Saiyo yang hanya berjarak 100 meter dari situ.
Selesai menyantap sate Saiyo yang sangat nikmat itu, perjalanan kami lanjutkan menuju desa Cubadak Lilin, desa kelahiran alm.ibu saya. Masih dalam kota Padang Panjang, motor Ojan batuk2 dan mati mesinnya, Ooops, abis bensin rupanya.Untuk ada penjual bensin eceran tidak jauh dari situ. Setelah mengisi bensin eceran masing2 1 liter. kami lanjut mencari SPBU Pertamina, yang dipenuhi oleh antrean panjang.

Selesai mengisi bensin, motor kami pacu ke desa Padang Luar dimana terdapat T Junction disini. Terus arah ke Bukittinggi dan kekiri arah Maninjau.GPS langsung  menunjukkan arah kekiri guna mencapai desa Cubadak Lilin, yang berjarak 29 km dari Bukittinggi. Jalan menuju arah Maninjau mulai makin berliku dan mulai gelap pekat hingga pada saat melewati daerah Sungai Landia, pada jalan yang twisty itu mulai tercium aroma aneh.Ya, betul aroma dupa dan kembang setanggi. Wow, ini dia,lengkap juga bumbu2 perjalanan kami.Aroma tersebut seakan mengikuti saya, hingga pada saat mendekati desa Matur , aroma itu tiba2 menghilang.Saya ingat, wah bener malam itu malam Jum'at. Wajar juga ada aroma2 aneh tersebut.

Tidak lama akhirnya kami tiba di desa tujuan kami, Cubadak Lilin. Kami disambut kerabat yang mendiami rumah peninggalan alm kakek/nenek saya tersebut. Pada saat itu menunjukkan pukul 23,45 saat kami tiba. Untuk mandi ? tidak sanggup kami, karena suhu disana mencapai 12 derajat celsius, malam itu. Akhirnya setelah ngobrol ngalor ngidul, kami pamitan utk beristirahat tidur.


Pohon duren monthong dihalaman rumah sangat menggugah hati, namun belum matang betul,sehingga belum bisa kami nikmati.Pohon nya rendah dan berbuah lebat.

Paginya kami restart pukul 07.00 menuju tujuan berikut yaitu tempat wisata Puncak Lawang, yang terletak pada dataran tinggi, berjarak hanya 5 km dari desa Cubadak Lilin.Dari Puncak Lawang ini kita dapat melihat view danau Maninjau secara utuh bila tidak tertutup kabut. Ditempat ini tersedia pula fasilitas untuk hang-gliding yang akan mendarat persis di tepi danau Maninjau.
Pagi itu danau Maninjau mulai diselimuti kabut, namun beruntung kami masih sempat untuk mengabadikan danau yang indah itu sesaat sebelum tertutup kabut,
Dari Puncak Lawang perjalanan kami lanjutkan menuju Maninjau yang terkenal dengan Kelok 44 nya itu.Ditengah perjalanan menuju Maninjau, mata saya terpaku pada sebuah rumah adat Minang yang masih asri.
Dari Embun Pagi, Kelok 44 yang menurun menuju tepian Danau Maninjau jelas terlihat.Tak sabar, kami langsung menjalani kelokan demi kelokan sebanyak 44 kali itu.Uniknya,setiap kelokan diberi nomer, mungkin sekedar mengingatkan berapa jauh lagi jarak menuju Maninjau,Adapun urutan nomernya, untuk nomer 1 berada di Maninjau dan nomer 44 berada paling atas, yaitu dekat Embun Pagi.
Pemandangan dari Kelok 44 kearah danau Maninjau pun tidak kalah indahnya. Kami sempat berpapasan dengan beberapa turis asing asal Perancis, yang tengah mengabadikan pemandangan tersebut.
Setelah puas menikmati keindahan pemandangan danau Maninjau, motor kami arahkan menuju kota Bukittinggi. Jum'at pagi itu kota Bukittinggi sangat ramai. tujuan kami langsung mengarah ke Jam Gadang dan Pasar Ateh Bukittinggi guna mencoba kuliner khas Bukittinggi.
Setelah Ojan membeli segepok oleh2 makanan khas Bukittinggi, kamipun mampir ke warung Uni Lis yang terkenal dengan nasi kapau nya itu.Ayam bumbu cabe hijau menjadi pilihan saya siang itu. Nikmat sekali dan sangat berbeda dengan nasi kapau yang dijual di Jakarta.

Dari Pasar Ateh, kami menyempatkan diri untuk menyambangi Ngarai Sianok yang cukup dikenal luas itu.
Sejauh ini, hingga lebih dari 1500 km,motor kami tidak sedikitpun mengalami kendala.Bahkan kempes ban pun tidak sama sekali.Berhubung azan sholat Jum'at sudah berkumandang, jkunjungan ke Ngarai Sianok buru2 kami sudahi dan bergegas mencari masjid seputaran daerah Panorama, Bukittinggi. Penuh sesak masjid pada siang itu oleh para wisatawan yang tengah berkunjung ke obyek2 wisata yang ada di Bukittinggi.
Selesai menunaikan sholat Jum'at, motor kami pacu kearah Payakumbuh dengan berjarak 32 km dari Bukittinggi.Pas masuk kota Payakumbuh,kami disambut hujan yang sangat lebat sekali.

Lanjut melewati kota Payakumbuh, kami tiba di Kelok 9 yang terkenal itu.Kelok 9 ini tengah mengalami perbaikan dan jalan lintas fly over nya pun sudah ready.Konon ini adalah fly over tertinggi yang ada di Indonesia.Sayangnya sampai detik itu,fly over tersebut belum dapat difungsikan, karena kabarnya masih bermasalah dengan pedagang asongan yang mangkal di mulut fly over tersebut.

Lepas Kelok 9,jalan berliku dan di dominasi aspal tambal sulam hingga kota Kota Baru.Sebelum kota ini kami beruntung dapat menemukan Tugu Khatulistiwa.Waktu saya akan mengambil gambar tugu, anak2 kecil pada rebutan untuk ikutan di foto.Setelah mereka bermufakat disepakati mereka diwakili oleh 3 orang saja. Boleh juga azas mufakat yang mereka anut.
Dari Tugu Khatulistiwa ini perjalanan kami lanjutkan menuju kota Pekanbaru, dengan ditemani hujan yang stop and go.Ada beberapa jembatan besar dan panjang yang melintasi sungai2 besar diperbatasan propinsi Sumatera Barat dan propinsi Riau ini. Dahulu untuk menghubungkan propinsi Sumatera Barat dan Riau ini ada 2 sungai yang harus diseberangi dengan memakai rakit,Jadi kendaraan diangkut rakit berukuran kecil, muat 4-6 kendaraan R4/bis pada titik Muara Mahat dan Rantau Berangin.Namun seiring dengan kemajuan pembangunan,kedua titik tadi sudah dibuatkan jembatan.
Pukul 19.00 kami memasuki kota Pekanbaru dan mendapatkan sebuah hotel bernama Wisma SMR didaerah Panam - Pekanbaru.Hotel ber AC dengan kondisi kamar acak2an ini menjadi pilihan ideal kami malam itu, dkarenakan tarif yang cukup manja,yaitu Rp.189.900 / malam dan kami sudah dalam kondisi exhausted.

Tadinya perjalanan akan kami lanjutkan hingga kota Rengat, namun demi menjaga stamina, kami putuskan utk overnite di Pekanbaru saja. Mie goreng yang dimasak khas Medan menjadi pilihan kami pada warung tenda di daerah Panam tersebut.
Malam itu tidak banyak yang ingin kami liat di Pekanbaru, karena sudah kecapean,sehingga kami segera beristirahat.

Sabtu pagi, kami restart pada pukul 5.30.Section terakhir ini adalah akan merupakan rute terberat yang memerlukan maximum-attack dengan jumlah jarak tempuh yang cukup spektakuler tanpa nite stop sama sekali.

Uraian section terakhir ini adalah ; Pekanbaru - Bakauheuni sejauh 1191 km + jarak Merak - Jakarta sejauh 135 km sehingga total jarak yang harus kami libas adalah 1326 km, atau sedikit lebih jauh dari jarak Jakarta - Denpasar sejauh 1250 km yang rutin saya jalani setiap 2 bulan sekali.Namun tentu saja kondisi jalan di Sumatera ini jauh lebih berat.

Karena terburu2, saya kurang teliti meletakkan top box Givi E33, sehingga baru start 10 menit dari hotel, kaitan nya terlepas.Beruntung box tersebut jatuhnya ke punggung sayam tidak ke aspal.Kalo sempat jatuh ke aspal dalam speed 80 km/jam itu saya pastikan box itu akan remuk. Kota Pekanbaru masih menggeliat rame pagi itu.Sehingga kami leluasa memacu motor dalam kecepatan 100 km konstan da tidak lama batas kota Pekanbaru pun terlewati.
Tak lama melewati batas provinsi saya melewati kota Pekanbaru kami melewati pusat pemerintahan Kabupaten Pelalawan.
Masjid di kota Pelalawan ini pun tidak kalah indahnya dibanding dengan masjid2 pada kota2 besar di Indonesia.

Dari kota Pelalawan ini,jalanan mulai rusak hingga melewati kota Rengat kira2 sepanjang 80 km.Kondisi jalan yang rusak ditamabah dengan gersang nya cuaca, sangat membuat stamina kami drop.

Dari kota Pelalawan kami melewati kota Lirik, salah satu kota yang terdapat sumber minyak bumi yang dioperasikan oleh PT Medco Oil. Pemandangan pompa minyak bumi itu mengingatkan masa kecil saya ketika berada di Catex Rumbai dulu.Sayang, ketika di Pekanbaru saya tidak sempat mampir ke Rumbai, karena waktu yang sangat ketat.

Menjelang Magrib kami tiba di kota Jambi setelah menempuh jarak 499 km dari Pekanbaru.Di jalan arteri kota Jambi, kami sempat ngobrol2 dengan petugas kepolisian pada Posko Lebaran.Dia mengingatkan agar ber-hati2 ketika melewati kota Telukung Lincir dan Sungai Lilin.Dua daerah ini sangat terkenal dengan rawan nya angka kejahatan. Sebaiknya pengendara R2 berjalan secara konvoi didaerah itu.

Setelah menyantap makan malam disamping Posko Lebaran tersebut, kami langsung menuju kota teraman terdekat yaitu Tempino, utk mengisi bensin dan persiapan menjelang melewati daerah rawan diatas.Disini saya langsung memakai rompi polisi yang sudah saya hilangkan tulisan polisi nya hanya sekedar menjaga hal2 yang tidak kami inginkan. Benar saja, baru jalan beberapa km dari Tempino, pada desa Telikung Lincir, pada saat saya hendak melakukan overtake terhadap sebuah mobil Avanza, dari arah berlawanan, melaju sebuah motor dengan kecepatan tinggi seakan hendak menabrak saya.Split-second saya menghindar dan lolos.Disini saya mulai merasa ada yang tidak beres.Tepat, beberapa saat kemudian ada sebuah motor bermanuver disamping kanan saya dan memberikan tanda untuk segera menepi.Sepintas pada plat nomer nya saya melihat ada stiker TNI.Tapi saya tetap tenang dan tidak mengurangi kecepatan.Motor itu menyalip kearah kiri saya, dan masih memberikan aba2 untuk menepi,tetap tidak saya hiraukan karena modus kejahatan ini sudah terbaca oleh saya,Dengan tetap tenang dan terus berjalan sembari menatapi wajah nya. Rupanya ketenangan saya membuahkan hasil, dia akhirnya menyerah dan berbalik arah.

Modus kejahatan seperti ini biasa nya, mereka akan menghentikan kendaraan kita dengan tuduhan hampir mencelakakan teman nya.Bila kita berhenti, mereka akan buying-time dan memanggil teman2 nya lebih banyak lagi,Posisi kita yang pastinya out-number,hanya bisa berlaku pasrah melihat mereka mengambil harta benda kita + motor/mobil.Jadi,,waspadalah..waspadalah..

Jalan mulus antara Jambi - Palembang sejauh 215 km membuat perjalanan menjadi singkat dan tanpa terasa kami sudah memasuki Bumi Sriwijaya itu.Tujuan pertama, tentunya ke Jembatan Ampera yang terkenal itu. Berkat panduan GPS, tidak sulit kami menemukan lokasi jembatan itu.Disana, ramai sekali malam itu.Mungkin karena pas malam Minggu.Sempat kami dihampiri oleh beberapa orang dari Komunitas Pulsar setempat.Dan 3 orang dari mereka ternyata adalah Pulsarian dari Bandung yang tengah silaturahmi di Palembang.Keindahan Jembatan Ampera dengan background benteng kuno yang bernama Benteng Kuto Besak tidak dapat dipungkiri lagi.

Puas menikmati keindahan jembatan Ampera, kami mecari makanan untuk pengganjal perut yang sudah mulai lapar lagi.Ketemunya nasi goreng, yang pas tinggal 2 porsi lagi.Apa boleh buat, langsung santap aja.Ketika itu sudah menunjukkan pukul 1.30 malam, atau Minggu dinihari.
Kelar makan nasgor kami langsung mengarahkan motor ke Bakauheuni,Jarak Palembang - Bakauheuni sejauh 414 km inilah yang kami rasakan terberat, karena kondisi fisik yang terkuras saat melintasi jalan rusak didekitar Rengat-Jambi sepanjang 80 km dan juga kami belum ada istirahat sejak start Sabtu subuh dari Pekanbaru.

 It's just like hell, pada saat melintasi kegersangan rute sekitar Pematang Panggang-Tulang Bawang.Praktis sejak Palembang, saya dan Ojan sudah terpisah dengan jarak yang cukup jauh karena kami menyesuaikan diri dengan pace dan stamina masing2. Dari Tulang Bawang saya mengambil jalan baru menuju Bakauheuni yang melewati Way Seputih. Pukul 16.00 saya masih posisi 60 km dari Bakauheuni, Ojan sudah line-up di ferry.Saya bilang ke Ojan agar nyebrang duluan aja sebab Senin pagi dia sudah mulai kerja, sedangkan saya masih ada day-off hingga Rabu,seblm pulang ke Denpasar lagi, Rabu sorenya.

Tepat pukul 17.15 saya merapat di Bakauheuni dan disambut dengan antrean kendaraan arus balik yang cukup padat.Namun berkat kesigapan petugas ASDP, tidak sampai 1 jam saya dan si Blue Light sudah berada pada lambung ferry yang akan menyeberangkan kami ke Merak.
Tepat pukul 22.00, ferry pun merapat di Pelabuhan Merak dan saya pun kembali menjejakkan kaki di pulau Jawa. namun perjalanan belum berakhir , karena masih ada 135 km lagi jarak membentang antara Merak dan Ciganjur. Setelah mengisi perut di RM Padang di Merak, gas motor saya buka lagi dan dengan sisa2 tenaga yang ada saya menuju Ciganjur.Tidak terhitung berapa kali saya berhenti ditengah jalan, saking capek nya .

Akhirnya lambat2 kota Tangerang muncul dipelupuk mata saya, kemudian berganti dengan pemandangan Grogol,Semanggi, Warung Buncit dan pada akhirnya saya tiba juga dirumah saya tepat pada pukul 2.00 dinihari Senin 27 Agustus. Am I dreaming ?

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT ,karena kami sudah diberikan keselamatan sepanjang perjalanan sejauh 3,157 km itu. Tidak terbayangkan sebelumnya oleh saya, bahwa pada usia 54 tahun ini dan ditemani dengan seorang rider tangguh berusia 25 tahun , dan bersama kami dapat mengatasi berat nya medan di pulau Sumatera.

Tiba dirumah, saya berusaha untuk langsung tidur setelah mandi, namun bayang2 perjalanan yang sangat indah itu masih terbentang di pelupuk mata saya dan per-lahan2 menghilang seiring dengan terlelapnya saya.

Goodbye Sumatera, I'll be back !!!

Special thanks untuk saudara Ojan yang sudah turut berpartisipasi langsung dalam trip ini, juga kepada teman2 Komunitas BMS yang sudah memberikan support selama perjalanan, baik secara langsung maupun tidak. I love you all.












5 comments:

  1. wuihh..
    amazing...
    perjalanan yg mengagumkan....
    pengalaman yg tak terlupakan...
    mantap...
    pas lebaran tahun itu sya mudik k lampung

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah trip itu berjalan lancar.Bila cuti sy di acc,maka Insya Allah sy akan ke km 0 di Sabang,abis lebaran thn 2014 ini.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah trip itu berjalan lancar.Bila cuti sy di acc,maka Insya Allah sy akan ke km 0 di Sabang,abis lebaran thn 2014 ini.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah trip itu berjalan lancar.Bila cuti sy di acc,maka Insya Allah sy akan ke km 0 di Sabang,abis lebaran thn 2014 ini.

    ReplyDelete
  5. Kereenn om Tony Sudhana Blognya..,kapan2 boleh pulang kampuang basamo naik Scorpio om,kampung ibu saya di Sungai Taleh Palembayan Bukit Tinggi he.hee..

    ReplyDelete