Friday, January 17, 2014

Destination Larantuka 2012 - The Magical mistery tour

Prolog :
Larantuka adalah sebuah kota pelabuhan kecil yang selalu sibuk dan dipenuhi oleh  rumah-rumah beratap seng di ujung timur pulau Flores, Kebanyakan pendatang  memilih untuk tidak tinggal lama di sini dan hanya persinggahan untuk  berangkat ke pulau Adonara, Solor atau Kupang dengan perahu tradisional atau ferry.


Meskipun selalu terisolasi, Larantuka adalah salah satu kota pertama yang menarik minat Eropa yaitu bangsa Portugis dalam jalur pelayaran dari Timor untuk mencari kayu cendana.Portugis mempertahankan keberadaannya di Larantuka sampai pertengahan abad ke-19, dan keturunan mereka, yang disebut 'Topass', masih merupakan komunitas yang signifikan di Larantuka saat ini.

Saat Hari Paskah adalah waktu yang sangat baik untuk berada di kota Larantuka, karena upacara keagamaan yang besar dan dihadiri oleh wakil dari Vatikan.


Dengan waktu day-off yang tersedia 4 hari dari kantor dan ditambah Sabtu dan Minggu, saya mempersiapkan itenerari secara ketat dan akurat.Tujuan utama adalah kota Larantuka dan obyek2 menarik yang kebetulan terlewati.

Persiapan motor, tidak banyak,hanya mengganti oli serta busi dan check air radiator .Adapun trip ini akan melewati 4 pulau yaitu : Bali, Lombok, Sumbawa dan Flores, serta akan menjalani 3 kali penyeberangan ferry, yaitu : Padang Bai-Lembar, Kayangan - Poto Tano serta Sape - Labuan Bajo. Total jarak semua nya adalah 2.229 km. Sebagai informasi tambahan,pada jam yang tertera pada setiap foto2 , adalah WIB,sehingga untuk actualnya, WITA, harus ditambahkan 1 jam lagi.


The Journey :




Durasi trip ini saya set untuk 6 hari mulai dari Jum'at sore tanggal 5 October 2012 hingga Kamis malam,tanggal 11 October 2012.Tanpa membuang waktu, tepat pukul 16.30, hari Jum'at tanggal 5 October 2012,si Jupe,Yamaha Jupiter MX biru kesayangan saya start ke arah pelabuhan Padang Bai,setelah memastikan  box Givi menempel dengan sempurna di motor.

GPS pun saya set dengan destinasi Padang Bai berjarak 45 km dari Denpasar dengan dominasi jalanan yang lurus dari Jln.By Pass Ida Bagus Mantra.
Posisi di Jln By Pass Ngurah Rai





Setelah sekitar 40 menit  perjalanan, saya memasuki wilayah Kabupaten Karangasem, dan pada SPBU terakhir menjelang Pelabuhan Padang Bai saya mengisi bensin hingga full, agar setiba di Lombok, tidak kerepotan untuk mencari bensin lagi. Setelah membayar tiket ferry sebesar Rp.101.000, si Jupe langsung diarahkan memasuki perut ferry yang sudah standby di dermaga.

Tiba diatas ferry, saya langsung membeli nasi bungkus dari pedagang asongan, karena waktu pelayaran yang akan memakan waktu 4 jam dan melewati waktu makan malam.Nikmat juga nasi bungkus nya seharga Rp.8.000 sudah ada potongan ayam yang di-suwir2 tipis.Setelah menghabiskan nasi bungkus dan sebotol aqua, saya memaksakan diri untuk tiduran guna menyimpan tenaga yang akan riding sekitar 24 jam kedepan.
Sesaat sebelum ferry meninggalkan Padang Bai

Malam itu suasana di ferry tidak begitu padat meskipun weekend ,sehingga saya dapat bebas memilih kursi guna sekedar untuk merebahkan badan. Posisi saya duduk persis didepan TV,dengan maksud hendak nonton TV dan kemudian mencoba untuk tidur, Hanya saja niatan saya kurang berjalan mulus, karena sejak start dari Padang Bai hingga merapat di pelabuhan Lembar, Lombok, TV hanya menyajikan film 2 horor lokal yang tidak membuat situasi kondusif.
Sajian film2 horor sepanjang pelayaran

Sekitar 5 jam perjalanan, akhirnya ferry merapat di pelabuhan Lembar. Langsung saya gas motor kearah tujuan berikut, yaitu pelabuhan Kayangan sejauh 93 km diujung timur pulau Lombok.

Setelah jalan 40 menit saya memasuki kota Mataram dan singgah sebentar di mini market yang masih buka malam itu.
Singgah untuk membeli bekal dijalan


Di minimarket ini saya membeli roti dan minuman seperti aqua dan Pocari untuk mencegah dehidrasi. Aqua sebanyak 2 liter langsung saya tuangkan kedalam kantong plastik Camelbak yang tersimpan dipunggung jaket Respiro ROF 1 Series saya.Fungsi air ini sangat vital dalam melintasi area yang panas di Sumbawa dan Flores. Setelah minimarket ini tidak ada lagi minimarket yang available sepanjang perjalanan ke ujung Sumbawa.

Hujan gerimis, menemani perjalanan saya saat meninggalkan kota Mataram menuju pelabuhan Kayangan. Titik hujan yang semakin lama semakin deras, memaksa saya untuk berhenti sejenak dan memakai jas hujan guna melindungi dari hujan. Sepi sekali traffic di main road Lombok Tengah malam itu. Satu persatu kota demi kota kecil  saya lewati mulai dari Narmada,Mantang,hingga tiba di desa Masbagik.Disini saya berhenti untuk  refueling ,karena ini satu2 nya SPBU yang buka 24 jam  dikawasan Lombok Timur.

Perjalanan saya lanjutkan dan sekitar 20 km kemudian saya sudah tiba di pelabuhan Kayangan,Dengan membayar tiket ferry sebesar Rp,50.000, motor langsung masuk kedalam ferry yang sudah standby. Motor saya parkir dan saya langsung naik ke dek penumpang untuk mencoba beristirahat.
On board ferry Kayangan - Poto Tano


Perjalanan ferry dari Kayangan menuju Poto Tano berlangsung sekitar 2 jam. Dengan kondisi laut yang tenang dan kondisi ferry yang cukup nyaman, saya dapat beristirahat dengan baik. Sekitar pukul 03.45 dinihari,ferry merapat di Poto Tano dan tanpa membuang waktu motor saya pacu ke arah kota Sumbawa Besar yang berjarak 93 km dari Poto Tano. Rasa ngantuk mulai menggerogoti, sehingga tiba pada desa Buer saya berhenti sejenak di Pos polisi Buer untuk refreshing.

Pesisir Sumbawa Barat
Setelah azan subuh berkumandang, Sabtu 6 October 2012 .bergegas saya start motor untuk melanjutkan perjalanan.Memasuki desa Rhee. matahari mulai menampakkan dirinya.Sungguh sebuah pemandangan yang sangat indah dipagi hari itu.
Matahari pagi di Rhee - Sumbawa Barat

Lepas menikmati sunrise yang indah itu perjalanan saya lanjutkan hingga memasuki kota Sumbawa Besar tepat pukul 6.30 dan langsung menuju tempat sarapan ,yaitu nasi kuning khas Sumbawa yang pada saat trip saya ke Bima dulu juga saya sarapan disitu.
Nasi kuning khas Sumbawa

Tidak lama, setelah sarapan saya berangkat dan menyempatkan untuk mengisi full bensin di SPBU  ditambah dengan mengisi jerigen cadangan sebanyak 3,5 liter.

Perjalanan lanjut keluar kota Sumbawa Besar,dan jalan berkelok sudah mulai menghiasi perjalanan.Setelah berjalan 29 km saya memasuki desa Lape dan berhenti sejenak untuk menghubungi kantor ASDP Sape, guna memastikan jadwal keberangkatan ferry ke Labuan Bajo.Alangkah senangnya saya ketika ditelepon, pihak ASDP Sape mengatakan bahwa malam ini ada ferry ke Labuan Bajo pada pukul 22.00.Karena jadwal rutin ferry Sape-Lab.Bajo hanya sekali sehari yaitu tiap pukul 09.00 pagi.

Setelah minum dan nyemil roti sedikit, perjalanan lanjut dengan semangat menuju Sape. Cuaca yang sangat cerah menambah asyiknya perjalanan dipagi itu.
Pesisir setelah kota Empang

Jalan aspal hotmix dan berliku sungguh memacu adrenalin.Dan dengan speed 80-90 menikmati jalan berliku didaerah ini sungguh sebuah sensasi yang luar biasa.Total jalan berliku itu setelah saya hitung di GPS, ternyata ada 46 km.Nikmat sekali. Ditengah jalan saya sempat bertemu dengan bro Pulsarian Lombok sebanyak 4 motor dengan tujuan Sape.Setelah sempat bertegur sapa sejenak, saya diberi kenang2an berupa stiker club Pulsar Lombok.Berhubung mereka masih asyik mengabadikan pemandangan, saya buru2 pernisi dan melanjutkan perjalanan.
Sea-view yang indah

Action dikit
Winding road
Tanpa terasa saya sudah tiba di pertigaan desa Banggo / Manggalewe, kalau kekiri kearah Calabai dikaki gunung Tambora dan kekanan ke Dompu. Pertigaan ini berjarak 21 km dari kota Dompu. Persis 200 meter dari pertigaan ke arah Dompu ada RM Bundo Kanduang, tempat dulu pernah makan saat trip ke Bima.

"Ayam gulai ciek da" saya langsung membuka pembicaraan di RM Bundo Kanduang itu.Ternyata siang itu ayam gulai lagi habis.Akhirnya rendang + sayur menjadi santapan yang sangat nikmat disiang itu.

And the journey continue...

Menjelang kota Dompu, saya disambut oleh hujan yang sangat lebat sektar pukul 15.00 siang itu.Ada 2 jembatan yang dalam perbaikan menjelang Dompu yang agak licin sehingga banyak motor yang selip dipermukaan tanah, ketika melewatinya.

Pukul 16.10 saya memasuki kota Bima ditengah teriknya matahari.
Masjid di alun2 kota Bima

Di Bima saya mampir sebentar untuk membeli softdrinks dan roti2 sebelum melanjutkan perjalanan ke Sape.Jarak 48 km ke Sape dengan jalan berliku tajam membutuhkan waktu 1 jam untuk menempuhnya.Langkah saya percepat menuju Sape dengan harapan tidak ketinggalan ferry.

Ditengah perjalanan sebelum Sape, saya kehabisan bensin karena di Bima tidak sempat mengisi di SPBU ,karena antrean sangat panjang,Terpaksa saya mengeluarkan jerigen bensin cadangan dan mengisi ke tangki motor.

Tepat pukul 17.30,Sabtu 6 October 2012  saya memasuki area pelabuhan Sape dan langsung mencari tiket, Ternyata memang belum nasib baik saya. Jadwal keberangkatan ferry malam itu ke Labuan Bajo dibatalkan, dikarenakan ferry yang seharusnya masuk dari Waikelo (Sumba) tidak jadi berangkat ke Sape dan jadwal balik lagi seperti jadwal semula yaitu pukul 09.00 keesokan harinya.

Kesal bercampur kecewa saya,krn semua itenerary jadi berubah dan saya tidak yakin waktu nya cukup untuk mencapai Larantuka.

Berhubung badan juga sudah lelah, saya segera menuju losmen terdekat dari pelabuhan yang hanya berjarak 50 meter dari loket karcis ASDP. Setelah menanyakan kamar,ternyata semua nya Non-AC dengan tarif Rp.70.000/malam dan hanya tersisa 1 kamar.Apa boleh buat, saya ambil aja.

Sebelum memasukkan barang2 kekamar, saya kenalan dengan seorang yang juga menginap disana.pak Yasin namanya usia 47 tahun ,orang Sumbawa asli yang akan ke Labuan Bajo juga dgn mengendarai Kawasaki KLX150..Pengalaman dia sebagai pengumpul hasil tangkapan ikan dari nelayan sangat detail soal Flores. Setelah saya kemukakan rencaba awal saya, dia berkesimpulan hal itu tidak mungkin dapat saya lakukan karena keterbatasan waktu.Perkiraan dia,saya hanya maksimal akan mencapai kota Maumere (140 km sebelum Larantuka) dengan limit waktu saya yang harus tiba di Denpasar, paling lama Kamis tgl 11 October malam.
Losmen Mutiara - Sape
Kalkulasi pak Yasin,saya tidak akan mampu menuntaskan rute balik dari Larantuka ke Labuan Bajo dengan jarak 660 km dengan kendala kondisi jalan yang sedang perbaikan dibanyak titik dalam waktu seharian pada Selasa.Karena Rabu pagi harus sudah di ferry balik ke Sape untuk mengejar tiba Denpasar Kamis sore,malam. Ditambah lagi dengan berhembusnya kabar kerusuhan warga di Larantuka yang menguatkan alasan pak Yasin.Dan dia juga menyarankan agar saya jangan memaksakan untuk jalan sampai Larantuka.

Setelah meletakkan barang dikamar, saya langsung menuju SPBU terdekat pelabuhan Sape untuk mengisi full tangki bensin motor dan mengisi full jerigen bensin cadangan.Agar tiba di Labuan Bajo saya tidak membuang waktu untuk mencari bensin. Selesai mengisi BBM saya langsung mengisi perut disamping losmen, yaitu soto ayam. Malam itu terasa panjang sekali bagi saya, karena memikirkan apa yang akan saya lakukan di Flores guna mewujudkan tujuan awal saya : ke Larantuka. Ya betul, apapun alasan nya,saya harus menginjakkan kaki di Larantuka.Sesuai judul nya  Destination Larantuka 2012.

Hanya sekejap rasanya saya terlelap, tiba2 azan subuh sudah berkumandang,pada hari Minggu 7 October 2012.Buru2 setelah subuh saya merapikan barang dan memuatnya ke motor.Pukul 6.30 MInggu pagi itu saya sudah standby dihalaman losmen bersiap untuk antri tiket,Saya bertemu dengan bro Anto beserta isterinya yang menginap di losmen itu juga.Beliau baru pensiun setahun dari Petro Kimia Gresik dan hendak ke Labuan Bajo.Bro Anto mengendarai Pulsar 220 dan sangat bersemangat untuk menuju pulau Komodo,
Pulsar bro Anto
Beliau membeli tiket melalu calo dengan harga sama dengan harga loket .Tertarik kemudahan itu, sayapun langsung minta calo tersebut untuk mencarikan tiket untuk saya.Dia sepakat dengan harga Rp,125.000, sesuai harga resmi. Akhirnya, sayapun naik ferry lebih awal,walau tanpa karcis dengan kawalan calo tersebut.Di ferry, bro Anto sudah dahulu tiba dan saya pun menyewa kasur seharga Rp,20.000 persis disamping "lapak" bro Anto. Ternyata, khusus utk jalur ferry Sape-Labuan Bajo, karcis diperiksa saat menyeberang.Beruntung pak Yasin meminjamkan saya karcis nya yang dia beli resmi diloket.Namun pada akhirnya saya pun tidak sempat diperiksa karcis oleh petugas ABK.

Ferry milik ASDP ini jalan nya sangat pelan,sehingga terasa membosankan.Makanan yang tersedia di kantin ferry hanya indomie dengan harga yang cukup menawan yaitu Rp.12.000 semangkok. Jadi selama perjalanan ke Labuan Bajo saya sarapan indomie dan makan siang juga menu yang sama.
Suasana ferry Sape-Labuan Bajo yang padat

Main course di ferry Sape =LBJ
Tersedia "mini-market" di ferry

Sempat saya tertidur sekitar 3 jam di ferry sebelum akhirnya saya terbangun oleh suara bel kapal yang menandakan ferry sudah mendekati Labuan Bajo.Saya bergegas menuju anjungan dan melihat kedepan, benar saja, daratan Flores sudah jelas terlihat.
Labuan Bajo
Tak lama kemudian, ferry pun merapat di Labuan Bajo.Sangat sore sekali, sudah pukul 17.00 saat itu. Bergegas saya keluar dari perut ferry untuk melanjutkan perjalanan.
Sesaat turun dari ferry di Labuan Bajo

Setelah merapikan barang, saya keluar dari pelabuhan dan tidak jauh dari situ saya mampir sebentar kekantor agent travel kantor saya yang di Labuan Bajo,yaitu Getrudis Tours and Travel.Setelah berbincang sejenak dengan saudara Lexy,staff disana, motor saya gas menuju kota Ruteng,dengan jarak 125 km dari Labuan Bajo, untuk melakukan nite stop disitu.
Didepan kantor Getrudis Tours and Travel - Labuan Bajo
Di Labuan Bajo,saya ketemu motor Honda Mega Pro plat D,setelah saya tanya ternyata mereka dari Bandung dan juga kan menuju ke Larantuka dan akan lanjut menyeberang ke P.Solor di timur Larantuka. Mereka berboncengan dan style nya mengingatkan saya suasana mudik lebaran di pulau Jawa.
Kami pun berjalan beriringan menuju arah Ruteng.Karena pace nya yang cenderung pelan, saya ambil inisiatif untuk mendahului Mega Pro ini dan berjalan sendiri didepan. Makin lama makin gelap sepanjang perjalanan dan jalan mulai rusak yang tengah dalam tahap perbaikan.Pantesan waktu saya tanya ama Lexy di Labuan Bajo, dia bilang makan waktu 4 jam ke Ruteng.Awalnya saya tidak percaya, masak jarak cuman 125 km ditempuh dalam waktu 4 jam ? Ternyata benar, jalan berliku, sempit dan banyak tanah dan kerikil yang berserakan dijalan sangat menghambat laju motor.Ditambah lagi dengan gelap pekat nya malam, memaksa saya untuk sangat berhati2.

Sekitar 3 jam perjalanan, perut sudah tidak dapat diajak kompromi, dan tiba di desa Rai, saya berhenti untuk membeli bensin eceran seharga Rp.6.000/liter dan langsung parkir di RM Jawa Timur untuk menyantap soto ayam.

Setelah menyantap soto ayam, perjalanan saya lanjutkan hingga kota Ruteng.Sebelum masuk kota,saya sempatkan mengisi bensin ditukang bensin eceran. Sesuai dengan rekomendasi pak Yasin, di Ruteng saya langsung mencari Hotel Agung II yang terletak ditengah kota.Tidak sulit menemukan lokasi hotel kecil ini, walaupun nyembil dalam diantara pertokoan.Udara di Ruteng, sangat dingin sekali. Kamar yang tersedia tinggal yang kamar mandi diluar.Apa boleh buat,saya butuh istirahat yang cukup malam ini. Saya coba untuk mandi,tapi tidak mampu, karena dingin nya cuaca dan tidak tersedia air panas, Tarif kamar Rp.75.000 dan langsung saya merebahkan diri untuk tidur.
Depan Hotel Agung II - Ruteng



 Ini adalah hotel murah ternyaman sejak dari Denpasar,krn walau non-AC namun sudah dingin sekali. Alarm HP saya set pukul 4.45 dan tidak lama alarm bunyi,terdengar azan Subuh berkumandang dan diiringi oleh bunyi lonceng gereja.Ya, lonceng gereja, mengiringi azan Subuh di Ruteng,sungguh unik sekali.Setelah barang naik ke motor, saya sempat minum teh hangat yang dihidangkan di hotel dan langsung Jupe saya gas pada keremangan Senin pagi tanggal  8 October 2012 itu.

Jalan keluar kota Ruteng mulus dan lebar dan mulai berliku. Tikungan2 U turn menghiasi sepanjang jalan hingga kota Borong.Sebelum mencapai Borong saya sempat berhenti untuk mengabadikan sunrise yang indah disitu. Setelah itu sarapan seadanya dengan makan roti yang saya bawa dari Ruteng.
Sunrise dekat desa Borong
Pagi di Borong

very twisty - dekat desa Borong




Dari Borong jalanan menurun terus sepanjang 60 km menuju kota Aimere yang terletak didaerah pesisir selatan Flores,Jalanan msih tetap berliku dan relatif mulus sehingga saya dapat mengembangkan kecepatan hingga 80 km/jam. Tidak terasa, kota Aimere sudah didepan mata.Dikota ini terdapat pelabuhan ferry menuju Waikelo di pulau Sumba.
Pelabuhan ferry di Aimere
Dari Aimere perjalanan saya lanjutkan menuju Bajawa sejauh 72 km. Jalanan mulai menanjak terus, karena kota Bajawa terletak didataran tinggi.Kondisi jalan bervariasi, mulai dari yang mulus hingga yang dalam kondisi perbaikan yaitu pelebaran badan jalan dengan jalan "memotong" tebing2 dengan alat-alat berat.Dapat dibayangkan kondisi debu yang beterbangan ditengah panas nya hari itu. Tiba di pertigaan kota Bajawa saya berhenti sejenak untuk mengisi bensin dan istirahat.

Dari Bajawa perjalanan saya lanjutkan menuju kota Ende dengan jarak 122  km. Jalanan dari Bajawa berliku pada dataran tinggi dengan melewati Mataloko-Boawae yang berudara sangat sejuk. Dari Boawae jalanan mulai menurun menuju Nangaroro dan Nangapanda.Setelah melewati Nangapanda mata saya terpaku oleh pemandangan sebuah gunung api yang tidak terlalu tinggi dan masih aktip di desa Ngada.Menurut penduduk setempat,gunung itu bernama gunung Abulobo.
Waktu saat itu menunjukkan pukul 10.30 namun matahari sudah sangat terik menyengat dan  secara kontinyu saya menyedot air aqua dari camelbak dipunggung jaket guna mencegah dehidrasi. Perjalanan saya lanjutkan menuju Ende. Setelah melewati desa Nataute, hamparan laut mulai terlihat  nun jauh dibawah.Saya sempatkan berhenti sejenak, karena jalanan mulai berdebu,karena proses perbaikan jalan.
Proses pelebaran jalan

view dari desa Nataute

Dari desa ini jalanan sangat berdebu terus sepanjang 5 km dan cuaca sangat panas sekali.Makin lama makin dekat saya dengan bibir pantai, hingga akhirnya tiba dibibir pantai di desa Nggorea yang hanya tinggal 14 km lagi dari kota Ende.
pantai di desa Nggorea


Makin siang makin tering dan menyengat sinar matahari nya dan saya tidak bisa berlama-lama menikmati pemandangan disini karena sudah jam 12,00 siang dan perut sudah minta diisi secepatnya.Jalan mulus berliku, memacu adrenalin untuk secepatnya mencapai kota Ende. Sekitar 20 menit kemudian saya sudah  memasuki kota Ende dan langsung mencari rumah makan untuk mengisi perut.Sebuah RM chinese food menarik perhatian saya untuk segera menepi.
Chinese food resto di Ende
Saking laparnya saya memesan makanan yang paling cepat disajikan yaitu nasi goreng dan untuk menghilangkan dahaga segelas es teh manis dan jus melon.
Makan siang di Ende
Selesai membayar makan, saya langsung mencari obyek sejarah dikota Ende, yaitu rumah pengasingan almarhum Bung Karno.Tidak sulit menemukan obyek tersebut karena sudah ada dalam GPS saya. Thanks to Navitel maps yang sudah sangat lengkap content nya. Setiba di lokasi tersebut, ternyata rumah tersebut masih dalam proses renovasi, karena merupakan situs sejarah nasional.
Rumah pengasingan BK di Ende
Papan keterangan,yang masih dicopot


Pagar seng yang menutupi situs sejarah
Dari sini,saya langsung mencari bengkel terdekat, untuk mengganti oli , guna memastikan pelumasan mesin tetap prima dengan oli yang segar. 1 liter oli Yamalube Sport pun sudah diisikan mekanik dan saya berbincang sejenak dengan George, sang mekanik.Saya menanyakan perihal issue konflik di Larantuka yang mengganggu pikiran saya.Dengan lancar dia menjawab singkat  : sudah aman pak. Oke deh kalo gitu hati saya agak tenang melangkah ke Larantuka.
Depan kantor bupati Ende

Sekejap, kota Ende lenyap dari pandangan mata dan berganti jalan berliku dan menanjak ke kota Detusoko dengan jarak 33 km. Cukup singkat, namun namanya perut kenyang kena angin sepoy2 sepanjang jalan berliku, musuh utama saya yaitu rasa kantuk mulai unjuk gigi,Tidak mau mengambil resiko yang buruk saya menepi dipinggir jalan dengan view yang sejuk.
Ngadem dipinggir sawah

Dari sini, tidak jauh lagi sudah tiba di  Detusoko. Dari sini saya lanjutkan sampai pertigaan ke danau Kelimutu sejauh 18 km.Saya sengaja tidak naik ke danau Kelimutu karena tujuan utama saya adalah kota Larantuka dan saya masih belum 100 % yakin akan bisa mencapai Larantuka oleh karena issue konflik Larantuka yang cukup besar berita nya,Dari pertigaan ini saya lanjut ke desa Moni sekitar 3 km an.Di desa ini banyak terdapat bungalow dan homestay bagi wisatawan yang hendak ke danau Kelimutu.Sehingga, kalau menginap di Ende hendak melihat sunrise di Kelimutu harus berangkat pukul 3.30, kalau dari Moni bisa berangkat jam 4.45 dengan santai.Suasana di desa Moni cukup ramai oleh turis lokal maupun asing pada siang itu.
Gerbang menuju danau Kelimutu

Saya lanjutkan perjalanan menuju kota Maumere sejauh 91 km lagi.Jalan rusak parah sepanjang 29 km di ruas dari desa Paga hingga desa Dobo memaksa saya hanya dapat memacu motor dengan speed 30-40 km /jam. Kerikil yang tajam2 pada ruas perbaikan itu sangat dapat membocorkan ban motor saya kapan saja, bila tidak berhati2.

Sekitar jam 17.30 saya memasuki kota Maumere dan langsung mengisi bensin di tukang bensin eceran. Sepanjang Flores timur ini pemandangan agak "seram" melihat setiap orang dewasa baik pria maupun wanita selalu menenteng parang yang panjang kemana pun,Tidak terkecuali ke warung-warung makan sekalipun.

Tidak membuang waktu, saya harus mendapatkan data akurat mengenai tingkat keamanan di Larantuka.Akhirnya saya bertemu dengan petugas polisi yang tengah bertugas.Informasi akurat saya dapat kan : kerusuhan terjadi di pulau Adonara, seberang Larantuka yang beasal dari konflik kepemilikan tanah warga. Hati saya langsung tenang,Matahari mulai tenggelam dan saat akan meninggalkan Maumere, saya berjumpa lagi dengan Honda Mega Pro yang saya temui di Labuan Bajo. Saya kasi isyarat untuk jalan bareng, namun rupanya mereka tidak mampu menyesuaikan dengan kecepatan saya, sehingga saya melaju digelepan malam menuju Larantuka.

Jarak yang tertulis di GPS, dari Maumere ke Larantuka adalah 140 km. Dalam kegelapan malam yang pekat ini,dengan kecepatan motor yang terbatas, perkiraan saya akan tiba di Larantuka sekitar 4 jam lagi. Lepas Maumere jalan mulai jelek, rusak berliku. Malam yang gelap pekat walau ditembus dengan lampu HID saya. masih agak sulit mengukur tikungan 2 tajam yang dihiasi oleh kerikil berserakan, sehingga sangat licin.Disini mulai lah suasana "magical mistery tour " itu.Beberapa kali saya melihat warung dalam jarak tidak sampai 50 meter didepan,maksud saya akan berhenti untuk ngopi sebentar tapi pas tiba di titik itu, warung nya tidak ada m dan hanya alang2.rumput saja.Saya sudah biasa melihat hal2 aneh begini, jadi tidak ada rasa takut sedikit pun.

Tidak lama kemudian, pada km 82 saya tiba di desa Boru, yang agak lumayan rame dan saya langsung parkir di RM Minang Surya  disitu. Catatan jarak di GPS tinggal 67 km lagi ke Larantuka. Karena perut sangat lapar, saya langsung makan.Selesai makan, saya ngobrol sama bapak yg punya rumah makan itu dan menurut beliau, sisa jarak ke Larantuka jalan sudah sangat mulus, karen beliau baru kembali dari Larantuka 2 hari yang lalu. Beberapa teman2 di grup BBM menanyakan posisi dan saya jawab sudah 67 km lagi dari Larantuka.

Selesai makan, motor kembali saya gas ke Larantuka dengan perasaan lega, karena tidak akan ketemu jalan jelek lagi. Namun rupanya ceritanya tidak semudah itu,Baru jalan sekitar 1 km, saya sudah dihadang jalan jelek berliku, penuh pasir kerikil berserakan dijalan yang memaksa saya untuk berjalan super pelan sekali.Lebih aneh, tiba2 jarak di GPS saya berubah
menjadi 125 km.Oooh, saya pikir ini ada yang salah,saya berhenti ditengah kegelapan hutan,saya coba reset sampai  5x, tetap tidak bergeming dari 125 km.Saya mulai merasakan aroma yang aneh dari kejadian ini.Jalan tiba2 jelek dan jarak GPS tiba2 berubah ? Saya tetap tenang, dan memang ini tantangan kalo solo adventure trip di kegelapan malam.Ada hal2 yang diluar nalar bisa saja terjadi. Saya sudah siap menghadapi semua perubahan kondisi yang tiba2 begini, sesuai dengan prinsip saya "expect the unexpected". Siapa takut ??

Dengan sabar jalan jelek itu saya jalani, hingga akhirnya saya mulai melihat cahaya lampu2 desa dari kejauhan. Singkat kata saya tiba di desa itu dan menepi di warung Horas untuk membeli minuman.Bro Aloysius, yang punya warung menyambut hangat kedatangan saya di warung nya.Sambil minum kami bercerita panjang lebar.Dia kaget saya sebagai pendatang, berani menempuh Maumere - Larantuka dimalam hari seorang diri. Gak takut pak ? katanya..Saya katakan, saya hanya takut bila saya merasa salah,bro. Sebab katanya, dia aja sebagai penduduk asli desa Bama ini tidak berani jalan malam sendiri. Masih menurut dia, disini sering banyak hal2 yang aneh2 bila kita jalan sendiri dimalam hari.Saya hanya tertawa saja. Dia menawarkan untuk menginap dirumahnya malam itu, namun saya tolak secara halus karena saya akan menikmati pemandangan kota Larantuka dimalam hari.

Singkat kata, saya tiba di Larantuka pada pukul 22.30 malam itu dan langsung check in di Hotel Lestari yang ber AC dan baru dibangun.Dengan tarif Rp.200.000/malam,tempat ini sangat cocok untuk mengobat rasa penat saya jalan seharian.Selesai mandi dan sholat Isya, sayapun tertidur lelap.
Hotel Lestari - Larantuka

Hotel Lestari - Larantuka

Setelah memasang charger pada HP, BB dan MP3, sayapun merebahkan diri dikamar yang sejuk ini dan dalam bilangan menit saya sudah tertidur pulas. Alarm HP membangunkan saya pada pukul 4,30 pagi hari Selasa, tanggal 9 October 2012.Segera saya bersiap mandi dan sholat Subuh kemudian memuat box ke motor. Pukul 5.00  saya start motor untuk berkeliling kota Larantuka guna mengabadikan pemandangan dan landmark kota Larantuka.
Patung Bunda Maria - Larantuka
Depan kapela - Larantuka
Bangunan gereja bergaya Portugis

Landmark kota Larantuka

Selesai mengabadikan kota Larantuka, saya melanjutkan perjalanan pulang ke arah Labuan Bajo lagi dengan menempuh jalan yang sama dengan pergi nya.Saya sempatkan mengisi bensin eceran dulu, dan yang meladeni adalah anak2 kecil,Saya sangat terkesan dengan keramah-tamah an mereka yang notabene anak desa.Dimulai dengan tegor sapanya saat saya berhenti : selamat pagi om,perlu bensin berapa liter ? om dari mana ? berapa hari rencana om berkunjung di Larantuka ? Luar biasa hospitality anak2 desa sekecil ini.Di kota2 besar saja, blm pernah saya mendapat sapaan seramah mereka ini.
Bocah penjual bensin di Larantuka
Sekitar desa Waileha
Setelah mengisi bensin, saya melanjutkan perjalanan ke arah desa Boru lagi, tempat saya makan tadi malam dan berencana akan sarapan disana. Sebelum mencapai desa Boru, sungguh pemandangan indah sekitar Larantuka yang telah meng-hipnotis saya untuk tinggal lebih lama.Namun tentu saja hal tersebut tidak memungkinkan.
Sunrise di Larantuka
Desa Waileha - Larantuka
Perjalanan saya lanjutkan hingga tiba di RM Minang Suya di desa Boru ,tempat saya makan tadi malam. Ajaib, saya tidak menemukan jalan berkelok dan jalan  dalam perbaikan seperti yang saya lewati tadi malam dan dipenuhi beberapa alat2 berat seperti excavator. Jalan yang saya lewati pagi itu dari Larantuka ke desa Boru sangat mulus.Jarak tempuh dari Larantuka hingga RM Minang Surya itu juga tepat 67 km, persis seperti sebelum GPS saya "terganggu" tadi malam. Kemana perginya alat2 berat tadi  malam ?

Apa mungkin dalam kurang dari 6 jam , jalanan yang tadinya masih berupa tanah2  sudah berubah menjadi aspal mulus ?Saya check ke orang2 yang ada di rumah makan  itu, menurut mereka, hanya ada satu jalan yang menghubungkan antara desa Boru kekota  Larantuka. Pertanyaan nya, kemana saya tadi malam dengan jarak (125 km-67 km) atau 58 km ? Pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab. Dan saya tidak ingin tahu lebih lanjut...

Selesai sarapan, perjalanan saya lanjutkan ke kota Maumere dengan jarak 82 km dari desa Boru.Belum lama jalan dari desa Boru, motor terasa aneh, seperti tidak balance, jadi cenderung oleng2 saat menikung. Saya berhenti, check tekanan angin dengan digital tyre pressure gauge, hasilnya masih normal 26 depan dan 31 belakang. Saya check suspensi depan belakang,komstir, posisi bagasi, semuanya normal. Ini gak salah lagi, ada "invisible-boncenger".

Saya baca2 dalam hati dan minta untuk segera pergi dari motor saya, tidak juga membuahkan hasil.Saya mulai kehabisan kesabaran dan mulai memaki, tetap saja motor saya "digandulin" oleng kiri oleng kanan. Akhirnya saya mengeluarkan jurus terakhir, yang saya dapat dari seorang tua di perkebunan tebu Takalar/Makassr sewaktu mengikuti kejurnas rally thn 2007.Beliau memberi tips, jika ada hal aneh dalam kita berkendara, maka kencingin aja salah satu roda nya. Langsung saya minggir, dan siram dikit roda belakang dengan kencing.

Kemudian saya lanjutkan perjalanan.Tidak lama kemudian, sekitar 20 menit perjalanan, motor langsung normal kembali. Tidak ada gejala oleng sama sekali,Ampuh juga ternyata jurus tersebut. Tiba di desa Moni, saya berhenti untuk mengisi perut. Lagi2 nasi goreng yang menjadi pilihan, karena paling cepat saji. Ibu yang punya rumah makan tetap menyarankan saya untuk naik ke danau Kelimutu,mumpung cuaca cerah, Tapi setelah saya hitung di GPS, kalau saya naik ke Kelimutu, arrival time saya di Labuan Bajo akan sangat larut sekali, sedangkan saya harus mengejar ferry Rabu pagi ke Sape.
Rumah makan di Moni
Tidak jauh dari rumah makan ini sekitar 200 meter  terdapat pertigaan arah ke danau Kelimutu. Dari pertigaan itu, jarak ke parkiran kendaraan di danau Kelimutu tinggal 12 km lagi, Dan dari parkiran kita harus berjalan kaki sekitar 30 menit ke bibir danau Kelimutu, Namun, saya tetap tidak berniat untuk naik ke danau Kelimutu, karena dari pertigaan itu ke Labuan Bajo, masih berjarak 432 km dan saat itu sudah menunjukkan pukul 14,00.
Motor saya gas langsung menuju Maumere.Cuaca cerah, setelah melewati jalan dalam perbaikan yang berdebu, jalan menurun terus hingga masuk kota Ende.Di Ende saya hanya passing by aja, karena sudah mulai khawatir waktu yang semakin sempit. Dari Ende,saya melewati jalan berliku di pesisir laut dan lagi2 langkah saya terhenti oleh adanya pekerjaan alat berat yang tengah membersihkan longsoran tebing.Sekitar 30 menit tertahan disitu.
Tertahan perbaikan tebing longsor dekat Ende,
Lepas dari titik longsor ini perjalanan saya lanjutkan dan mulai menanjak menuju desa  Nanggaroro dan terus menanjak  ke desa Boawae dan Mataloko.Tiba didaerah sejuk ini, matahari sudah mulai turun dan udara dingin mulai terasa. Disini ada tempat retret yang bernama Kemah Tabor yang sangat indah.
Kemah Tabor - tempat retret di Mataloko
Tiba disini, waktu sudah menunjukkan pukul 17.43 dan jarak ke Labuan Bajo masih  263 km lagi. Saya harus berpacu dengan waktu, karena section ini sangat krusial, menyangkut waktu keberangkatan ferry, Rabu tanggal 10 October pagi. Sedangkan perjalanan menjadi semakin berat karena hari sudah mulai gelap. Memasuki kota Bajawa, matahari sudah tidak terlihat lagi dan suasana jalan berganti gelap pekat dengan hanya terdengar suara jangkrik bersahutan.

Motor saya pacu semakin kencang, karena perut semakin lapar dan tujuan saya akan makan di kota Aimere, jarak 34 km dari Bajawa. Digelapan malam itu jalan berliku menuju Aimere terasa dekat karena saya menempel motor Shogun 125 milik penduduk Aimere yang hafal tikungan2 menuju Aimere. Sekitar 45 menit kemudian saya memasuki Aimere dan langsung parkir di sebuah RM Padang untuk mengisi perut dan teh hangat.

Tidak lama, motor saya gas lagi menuju Labuan Bajo yang berjarak 225 km dari Aimere.Dengan kondisi malam yang gelap dan jalan berliku terus sampai Labuan Bajo,ini bukan section yang mudah. Semakin malam jalan semakin sepi dan kabut mulai turun didaerah Ruteng.Saya sempat membeli bensin eceran di Ruteng di warung bro Stanley.Dia cerita pernah lama tinggal di Jakarta dan baru saja selesai nonton acara Indonesia Lawyer Club di TV One.

Setelah ngobrol hampir 30 menit, perjalanan saya lanjutkan.Berhubung jarak antar kota berjauhan di Flores, sering sekali saya harus melakukan self-refueling ditengah hutan dan tidak terkecuali malam itu.Gelap pekat saat mengisi bensin.Namun semangat saya tidak pernah kendor.
Jalan yang sepi,dalam perbaikan menjelang Labuan Bajo.

Jalan sempit dan dihiasi oleh tikungan2 U turn yang menurun ,akhirnya pada sebuah tikungan kekanan yang menurun tajam, roda depan saya menginjak ceceran oli yang tertutup daun2an dan seketika saya beserta motor terhepas, gelap dunia terasa, oleh karena pekat nya malam itu.Beruntung motor saya ketahan patok besi dibibir jurang yang menganga dalam.Jadi tidak sampai kecebur kedalam jurang,

Kejadian tersebut  kurang lebih 5 menit dari posisi foto diatas yang saya ambil pukul 01.03 WIB atau pukul 02,03 WITA.Kebayang suasana ditengah hutan pukul 2 pagi begitu.Untuk senter cree standby dikantong jaket saya.Sehingga saya bisa mencoba berdiri mencari pijakan dengan penerangan senter.Saya coba angkat motor dengan sekuat tenaga, tapi tidak mampu. Karena beratnya motor yang ditambah dengan 3 pcs box.

Saya tetap tenang, perlahan saya copotin satu bersatu box E21 dan box E33 dan mulai mencoba untuk mengangkat motor,Berhasil dan saya dirikan motor di aspal,Stang bengkok parah.Kemudian saya pasang satu persatu box.Setelah rapi, saya start, dan....karbu banjir krn motor terhempas dalam posisi celentang tadi sehingga motor ngadat tidak mau hidup. Mau bongkar karbu , sekedar buang bensin dari tabung nya, sangat impossible ditengah hutan begitu. Reflex motor saya selonongin, karena jalan turunan dan saya masukkan persnelling 2.Alhamdulillah, mesin hidup dan langsung saya gas sekitar 20 km ke Labuan Bajo.

Tiba di Labuan Bajo saya langsung menuju Hotel Wisata, tempat saya pernah menginap waktu ada tugas ke pilau Komodo thn 2010 yang lalu.Tiba di Hotel Wisata, waktu sudah menunjukkan pukul 2.30 pagi.Langsung saya merebahkan diri untuk beristirahat sampai Subuh tiba.
Didepan Hotel Wisata - Labuan Bajo
Setelah selesai mandi dan subuh,Rabu pagi itu, tanggal 10 October,  bergegas saya menuju pelabuhan ferry Labuan Bajo guna memastikan agar tidak terlambat untuk mengantri karcis ferry. Setelah sarapan di pelabuhan, tak lama kemudian, sekitar pukul 07,00 , loket ferry dibuka dan antrean masih sedikit. Setelah membayar tiket ferry sebesar Rp.125.000 saya langsung menuju ferry yang sudah standby.
Antre ferry di Labuan Bajo


Tak lama menunggu antrean, saya sudah diisyaratkan untuk masuk kedalam ferry,bersama 1 unit Suzuki Skywave dengan no plat DR-Lombok yang dikendarai oleh seorang turis asing. Ferry kali ini jauh lebih nyaman ketimbang ferry sebelumnya dari Sape,
Didalam ferry Lab.Bajo - Sape


on board ferry Dewana Dharma



Perairan Labuan Bajo
Tepat pukul 09.00 WITA, ferry berangkat meninggalkan pelabuhan Labuan Bajo. Selamat tinggal Flores yang indah. Saya langsung merebahkan diri di kursi ferry yng cukup nyaman itu, krn dalam 24 jam terakhir saya hanya tidur 1 jam.
Labuan Bajo yang indah
Selamat tinggal, Flores


Ferry ini kecepatanya mencapai 19 km/jam saya check di GPS saya, dan saya optimis waktu tempuhnya lebih cepat daripada ferry sebelum nya dari Sape yang hanya 14 km/jam. Cukup lama saya tertidur di ferry saking capeknya. Pukul 13.00 saya terbangun karena perut lapar dan langsung ke kantin untuk santap siang berupa 1 porsi indomie , seharga Rp,10.000 atau lebih murah Rp,2.000 dari waktu di ferry dari Sape.Tidak lama kemudian, tepat pukul 15.00, ferry sudah merapat di pelabuhan Sape, atu 1,5 jam lebih cepat dari ferry perginya.

Secepatnya saya keluar pelabuhan untuk mencari bengkel terdekat, guna sekedar meluruskan stang motor yang bengkok.Dekat pasar Sape, saya ketemu bengkel dan dengan dicongkel  pipa besi, stang saya agak lumayan "lurus". Setelah mengisi bensin eceran di pasar Sape, motor langsung saya gas ke Bima.Cuaca cukup cerah sore itu. Target saya, harus sampai di Denpasar keesokan sore/malam nya,yaitu hari Kamis. Karena hari Jum;at sudah menghadang tumpukan pekerjaan, menjelang high-season mulai October hingga Maret 2013.

Sekitar satu jam setengah kemudian saya sudah memasuki kota Bima dan lasngsung mengisi bensin di SPBU yang kebetulan agak sepi.Setelah isi bensin , laangsung gas lagi.Target saya mau makan malam di RM Bundo Kanduang di desa Banggo/ Manggalewe langganan saya dengan jarak 79 km dari Bima. Tak lama Dompu pun saya lewati dan kemudian akhirnya tiba di RM Bundo Kanduang.
Setelah makan dan beristirahat sekitar 30 menit, sekitar pukul 20.15 perjalanan saya lanjutkan menuju kota Sumbawa Besar dengan jarak 170 km dari RM Bundo Kanduang ini. Jalan hotmix yang super mulus, membuat perjalanan menjadi nikmat menuju kota Sumbawa Besar.Di kota Empang saya mengisi bensin lagi di SPBU karena lumayan sepi dan lanjut sampe kota Plampang.

Di Plampang saya menepi di SPBU untuk beristirahat.Lumayan , sekitar 1 jam saya istirahat. Pas akan berangkat ada motor Vixion dengan plat DK baru datang, Ternyata dia seorang petugas polisi yang malam itu bertugas menjaga objek2 vital spt SPBU di Sumbawa.Namanya Wayan Yogi, asli Gianyar. Akhirnya tidak jadi saya berangkat dan kamipun bicara ngalor ngidul, mulai dari soal tingkat kerawanan di Sumbawa yang meningkatm dengan seringnya ada perampokan SPBU dan perampok menggunakan senjata api rakitan hingga hobi bli Wayan yang maen motor offroad-trabas gitu.Tadinya dia pake YZF 125,krn parts susah da ganti pke KLX 150 dan mengeluh tarikan loyo. Tidak terasa hampir sejam kami ngobrol hingga akhirnya saya pamitan utk lanjut.

Perjalanan saya lanjutkan dengan kondisi rasa kantuk yang hebat dan akhirnya pada pukul 02.30 saya tiba di SPBU dikota Sumbawa Besar.Tidak tahan ngantuk akhirnya saya merebahkan diri di emperan kantor SPBU.Cukup lega perasaan saya, karena sudah semakin dekat ke Denpasar.

Azan Subuh membangunkan saya dari tidur , Kamis tanggal 11 Oktober 2012 .dan lsg mengisi bensin di SPBU itu dan melanjutkan perjalanan. Tujuan berikut adalah  Poto Tano.
OTW to Poto Tano

Setelah berjalan 74 km , pada pukul 7.30 saya tiba di kota Alas yang mulai ramai pagi itu. Perut lapar memaksa saya untuk minggir untuk mengisi perut.
Soto lontong khas Sumbawa
Selesai sarapan, motor langsung saya pacu ke Poto Tano, yang hanya tinggal 23 km lagi. Tidak lama, saya sudah memasuki area pelabuhan Poto Tano untuk menyeberang ke Lombok.
Memasuki Poto Tano

Poto Tano
Tanpa melalui antrean, setelah membayar tiket ferry sebesar RP.50.000. motor langsung naik ke Ferry..
On board ferry Poto Tano-Kayangan
Dua jam diatas ferry, akhirnya ferry merapat di pelabuhan Kayangan, Lombok. Seaka tidak sabar ingin buru2 sampai dirumah, motor saya pacu langsung ke arah pelabuhan Lembar melalui Lombok Tengah dengan jarak 93 km. Tiba di daerah Kopang saya melihat ada tukang cuci motor.Kebetulan motor sudah 6 hari tidak dicuci dan supaya nanti tiba Denpasar tidak repot lagi mencucinya.
Cuci motor di Lombok

Setelah motor kinclong, langsung saya menuju pelabuhan Lembar.Kira2 5 km sebelum pelabuhan saya singgah makan siang dulu.Setelah membayar tiket  Rp.101.000, motor langsung naik ke ferry.

Tidak terasa sudah 4 jam ferry berlayar dan segera mamasuki pelabuhan Padang Bai pada hari Kamis tgl 11 Oktober pukul 18.00. Langsung motor saya gas ke Denpasar dengan jarak 45 km dan saya tempuh sangat cepat sekali, sekitar 40 menit.Sebelum sampai dirumah saya makan dulu ,dekat rumah.

Akhirnya pada Kamis malam,pukul 19.50 berakhir sudah perjalanan panjang saya sejauh 2.229 km dengan selamat. Genap sudah 6 hari saya diperjalanan yang penuh tantangan itu.Banyak suka duka perjalanan yang lebih menambah pengalaman saya, yang kelak dapat saya share bagi teman2 yang mebutuhkan nya.
Summary Data perjalanan di GPS
Tidak lupa saya mengucap syukur atas Lindungan Nya sepanjang perjalanan saya ini.Juga tentunya kepada semua teman2 yang telah memberikan support, baik itu di BBM Group-BMS, ataupun di wall FB BMS 2000 , wall FB IMI maupun yang hanya memberikan support dalam hati saja. I really love you all.

Sampai jumpa lagi dalam trip saya berikut yang pastinya lebih menantang.

1 comment:

  1. Luar biasa. Hahaha.. kepengen ngegas jdnya OT. Wah wah.. dlm 6 hari 2200an KM dg jalur demikian n bbrp x crossing. Stamina Super

    ReplyDelete