Larantuka adalah sebuah kota pelabuhan kecil yang selalu sibuk dan dipenuhi oleh rumah-rumah beratap seng di ujung timur pulau Flores, Kebanyakan pendatang memilih untuk tidak tinggal lama di sini dan hanya persinggahan untuk berangkat ke pulau Adonara, Solor atau Kupang dengan perahu tradisional atau ferry.
Meskipun selalu terisolasi, Larantuka adalah salah satu kota pertama yang menarik minat Eropa, yaitu bangsa Portugis dalam jalur pelayaran dari Timor untuk mencari kayu cendana.Portugis mempertahankan keberadaannya di Larantuka sampai pertengahan abad ke-19, dan keturunan mereka, yang disebut 'Topass', masih merupakan komunitas yang signifikan di Larantuka saat ini.
Saat Hari Paskah adalah waktu yang sangat baik untuk berada di kota Larantuka, karena upacara keagamaan yang besar dan dihadiri oleh wakil dari Vatikan.
Dengan waktu day-off yang tersedia 4 hari dari kantor dan ditambah
Sabtu dan Minggu, saya mempersiapkan itenerari secara ketat dan
akurat.Tujuan utama adalah kota Larantuka dan obyek2 menarik yang
kebetulan terlewati.
Persiapan motor, tidak banyak,hanya mengganti oli serta busi dan
check air radiator .Adapun trip ini akan melewati 4 pulau yaitu : Bali,
Lombok, Sumbawa dan Flores, serta akan menjalani 3 kali penyeberangan
ferry, yaitu : Padang Bai-Lembar, Kayangan - Poto Tano serta Sape -
Labuan Bajo. Total jarak semua nya adalah 2.229 km. Sebagai informasi
tambahan,pada jam yang tertera pada setiap foto2 , adalah WIB,sehingga
untuk actualnya, WITA, harus ditambahkan 1 jam lagi.
The Journey :
Durasi trip ini saya set untuk 6 hari mulai dari Jum'at sore tanggal 5 October 2012 hingga Kamis malam,tanggal 11 October 2012.Tanpa membuang waktu, tepat pukul 16.30, hari Jum'at tanggal 5 October
2012,si Jupe,Yamaha Jupiter MX biru kesayangan saya start ke arah
pelabuhan Padang Bai,setelah memastikan box Givi menempel dengan
sempurna di motor.
GPS pun saya set dengan destinasi Padang Bai berjarak 45 km dari Denpasar dengan dominasi jalanan yang lurus dari Jln.By Pass Ida Bagus Mantra.
Posisi di Jln By Pass Ngurah Rai |
Setelah sekitar 40 menit perjalanan, saya memasuki wilayah Kabupaten
Karangasem, dan pada SPBU terakhir menjelang Pelabuhan Padang Bai saya
mengisi bensin hingga full, agar setiba di Lombok, tidak kerepotan untuk
mencari bensin lagi. Setelah membayar tiket ferry sebesar Rp.101.000,
si Jupe langsung diarahkan memasuki perut ferry yang sudah standby di
dermaga.
Tiba diatas ferry, saya langsung membeli nasi bungkus dari pedagang
asongan, karena waktu pelayaran yang akan memakan waktu 4 jam dan
melewati waktu makan malam.Nikmat juga nasi bungkus nya seharga Rp.8.000
sudah ada potongan ayam yang di-suwir2 tipis.Setelah menghabiskan nasi
bungkus dan sebotol aqua, saya memaksakan diri untuk tiduran guna
menyimpan tenaga yang akan riding sekitar 24 jam kedepan.
Sesaat sebelum ferry meninggalkan Padang Bai |
Malam itu suasana di ferry tidak begitu padat meskipun weekend
,sehingga saya dapat bebas memilih kursi guna sekedar untuk merebahkan
badan. Posisi saya duduk persis didepan TV,dengan maksud hendak nonton
TV dan kemudian mencoba untuk tidur, Hanya saja niatan saya kurang
berjalan mulus, karena sejak start dari Padang Bai hingga merapat di
pelabuhan Lembar, Lombok, TV hanya menyajikan film 2 horor lokal yang
tidak membuat situasi kondusif.
Sajian film2 horor sepanjang pelayaran |
Sekitar 5 jam perjalanan, akhirnya ferry merapat di pelabuhan Lembar.
Langsung saya gas motor kearah tujuan berikut, yaitu pelabuhan Kayangan
sejauh 93 km diujung timur pulau Lombok.
Setelah jalan 40 menit saya memasuki kota Mataram dan singgah sebentar di mini market yang masih buka malam itu.
Singgah untuk membeli bekal dijalan |
Di minimarket ini saya membeli roti dan minuman seperti aqua dan Pocari
untuk mencegah dehidrasi. Aqua sebanyak 2 liter langsung saya tuangkan
kedalam kantong plastik Camelbak yang tersimpan dipunggung jaket Respiro
ROF 1 Series saya.Fungsi air ini sangat vital dalam melintasi area yang
panas di Sumbawa dan Flores. Setelah minimarket ini tidak ada lagi
minimarket yang available sepanjang perjalanan ke ujung Sumbawa.
Hujan gerimis, menemani perjalanan saya saat meninggalkan kota Mataram
menuju pelabuhan Kayangan. Titik hujan yang semakin lama semakin deras,
memaksa saya untuk berhenti sejenak dan memakai jas hujan guna
melindungi dari hujan. Sepi sekali traffic di main road Lombok Tengah
malam itu. Satu persatu kota demi kota kecil saya lewati mulai dari
Narmada,Mantang,hingga tiba di desa Masbagik.Disini saya berhenti untuk
refueling ,karena ini satu2 nya SPBU yang buka 24 jam dikawasan Lombok
Timur.
Perjalanan saya lanjutkan dan sekitar 20 km kemudian saya sudah tiba di
pelabuhan Kayangan,Dengan membayar tiket ferry sebesar Rp,50.000, motor
langsung masuk kedalam ferry yang sudah standby. Motor saya parkir dan
saya langsung naik ke dek penumpang untuk mencoba beristirahat.
On board ferry Kayangan - Poto Tano |
Perjalanan ferry dari Kayangan menuju Poto Tano berlangsung sekitar 2
jam. Dengan kondisi laut yang tenang dan kondisi ferry yang cukup
nyaman, saya dapat beristirahat dengan baik. Sekitar pukul 03.45
dinihari,ferry merapat di Poto Tano dan tanpa membuang waktu motor saya
pacu ke arah kota Sumbawa Besar yang berjarak 93 km dari Poto Tano. Rasa
ngantuk mulai menggerogoti, sehingga tiba pada desa Buer saya berhenti
sejenak di Pos polisi Buer untuk refreshing.
Pesisir Sumbawa Barat |
Matahari pagi di Rhee - Sumbawa Barat |
Lepas menikmati sunrise yang indah itu perjalanan saya lanjutkan hingga
memasuki kota Sumbawa Besar tepat pukul 6.30 dan langsung menuju tempat
sarapan ,yaitu nasi kuning khas Sumbawa yang pada saat trip saya ke Bima
dulu juga saya sarapan disitu.
Nasi kuning khas Sumbawa |
Tidak lama, setelah sarapan saya berangkat dan menyempatkan untuk mengisi full bensin di SPBU ditambah dengan mengisi jerigen cadangan sebanyak 3,5 liter.
Perjalanan lanjut keluar kota Sumbawa Besar,dan jalan berkelok sudah
mulai menghiasi perjalanan.Setelah berjalan 29 km saya memasuki desa
Lape dan berhenti sejenak untuk menghubungi kantor ASDP Sape, guna
memastikan jadwal keberangkatan ferry ke Labuan Bajo.Alangkah senangnya
saya ketika ditelepon, pihak ASDP Sape mengatakan bahwa malam ini ada
ferry ke Labuan Bajo pada pukul 22.00.Karena jadwal rutin ferry
Sape-Lab.Bajo hanya sekali sehari yaitu tiap pukul 09.00 pagi.
Setelah minum dan nyemil roti sedikit, perjalanan lanjut dengan semangat
menuju Sape. Cuaca yang sangat cerah menambah asyiknya perjalanan
dipagi itu.
Pesisir setelah kota Empang |
Jalan aspal hotmix dan berliku sungguh memacu adrenalin.Dan dengan speed
80-90 menikmati jalan berliku didaerah ini sungguh sebuah sensasi yang
luar biasa.Total jalan berliku itu setelah saya hitung di GPS, ternyata
ada 46 km.Nikmat sekali. Ditengah jalan saya sempat bertemu dengan bro
Pulsarian Lombok sebanyak 4 motor dengan tujuan Sape.Setelah sempat
bertegur sapa sejenak, saya diberi kenang2an berupa stiker club Pulsar
Lombok.Berhubung mereka masih asyik mengabadikan pemandangan, saya buru2
pernisi dan melanjutkan perjalanan.
Sea-view yang indah |
Action dikit |
Winding road |
Tanpa terasa saya sudah tiba di pertigaan desa Banggo / Manggalewe,
kalau kekiri kearah Calabai dikaki gunung Tambora dan kekanan ke Dompu.
Pertigaan ini berjarak 21 km dari kota Dompu. Persis 200 meter dari
pertigaan ke arah Dompu ada RM Bundo Kanduang, tempat dulu pernah makan
saat trip ke Bima.
"Ayam gulai ciek da" saya langsung membuka pembicaraan di RM Bundo
Kanduang itu.Ternyata siang itu ayam gulai lagi habis.Akhirnya rendang +
sayur menjadi santapan yang sangat nikmat disiang itu.
Menjelang kota Dompu, saya disambut oleh hujan yang sangat lebat sektar pukul 15.00 siang itu.Ada 2 jembatan yang dalam perbaikan menjelang Dompu yang agak licin sehingga banyak motor yang selip dipermukaan tanah, ketika melewatinya.
Pukul 16.10 saya memasuki kota Bima ditengah teriknya matahari.
Masjid di alun2 kota Bima |
Di Bima saya mampir sebentar untuk membeli softdrinks dan roti2 sebelum
melanjutkan perjalanan ke Sape.Jarak 48 km ke Sape dengan jalan berliku
tajam membutuhkan waktu 1 jam untuk menempuhnya.Langkah saya percepat
menuju Sape dengan harapan tidak ketinggalan ferry.
Ditengah perjalanan sebelum Sape, saya kehabisan bensin karena di Bima
tidak sempat mengisi di SPBU ,karena antrean sangat panjang,Terpaksa
saya mengeluarkan jerigen bensin cadangan dan mengisi ke tangki motor.
Tepat pukul 17.30,Sabtu 6 October 2012 saya memasuki area pelabuhan
Sape dan langsung mencari tiket, Ternyata memang belum nasib baik saya.
Jadwal keberangkatan ferry malam itu ke Labuan Bajo dibatalkan,
dikarenakan ferry yang seharusnya masuk dari Waikelo (Sumba) tidak jadi
berangkat ke Sape dan jadwal balik lagi seperti jadwal semula yaitu
pukul 09.00 keesokan harinya.
Kesal bercampur kecewa saya,krn semua itenerary jadi berubah dan saya tidak yakin waktu nya cukup untuk mencapai Larantuka.
Berhubung badan juga sudah lelah, saya segera menuju losmen terdekat
dari pelabuhan yang hanya berjarak 50 meter dari loket karcis ASDP.
Setelah menanyakan kamar,ternyata semua nya Non-AC dengan tarif
Rp.70.000/malam dan hanya tersisa 1 kamar.Apa boleh buat, saya ambil
aja.
Sebelum memasukkan barang2 kekamar, saya kenalan dengan seorang yang
juga menginap disana.pak Yasin namanya usia 47 tahun ,orang Sumbawa asli
yang akan ke Labuan Bajo juga dgn mengendarai Kawasaki
KLX150..Pengalaman dia sebagai pengumpul hasil tangkapan ikan dari
nelayan sangat detail soal Flores. Setelah saya kemukakan rencaba awal
saya, dia berkesimpulan hal itu tidak mungkin dapat saya lakukan karena
keterbatasan waktu.Perkiraan dia,saya hanya maksimal akan mencapai kota
Maumere (140 km sebelum Larantuka) dengan limit waktu saya yang harus
tiba di Denpasar, paling lama Kamis tgl 11 October malam.
Losmen Mutiara - Sape |
Kalkulasi pak Yasin,saya tidak akan mampu menuntaskan rute balik dari
Larantuka ke Labuan Bajo dengan jarak 660 km dengan kendala kondisi
jalan yang sedang perbaikan dibanyak titik dalam waktu seharian pada
Selasa.Karena Rabu pagi harus sudah di ferry balik ke Sape untuk
mengejar tiba Denpasar Kamis sore,malam. Ditambah lagi dengan
berhembusnya kabar kerusuhan warga di Larantuka yang menguatkan alasan
pak Yasin.Dan dia juga menyarankan agar saya jangan memaksakan untuk
jalan sampai Larantuka.
Setelah meletakkan barang dikamar, saya langsung menuju SPBU terdekat
pelabuhan Sape untuk mengisi full tangki bensin motor dan mengisi full
jerigen bensin cadangan.Agar tiba di Labuan Bajo saya tidak membuang
waktu untuk mencari bensin. Selesai mengisi BBM saya langsung mengisi
perut disamping losmen, yaitu soto ayam. Malam itu terasa panjang sekali
bagi saya, karena memikirkan apa yang akan saya lakukan di Flores guna
mewujudkan tujuan awal saya : ke Larantuka. Ya betul, apapun alasan
nya,saya harus menginjakkan kaki di Larantuka.Sesuai judul nya
Destination Larantuka 2012.
Hanya sekejap rasanya saya terlelap, tiba2 azan subuh sudah
berkumandang,pada hari Minggu 7 October 2012.Buru2 setelah subuh saya
merapikan barang dan memuatnya ke motor.Pukul 6.30 MInggu pagi itu saya
sudah standby dihalaman losmen bersiap untuk antri tiket,Saya bertemu
dengan bro Anto beserta isterinya yang menginap di losmen itu
juga.Beliau baru pensiun setahun dari Petro Kimia Gresik dan hendak ke
Labuan Bajo.Bro Anto mengendarai Pulsar 220 dan sangat bersemangat untuk
menuju pulau Komodo,
Pulsar bro Anto |
Beliau membeli tiket melalu calo dengan harga sama dengan harga loket
.Tertarik kemudahan itu, sayapun langsung minta calo tersebut untuk
mencarikan tiket untuk saya.Dia sepakat dengan harga Rp,125.000, sesuai
harga resmi. Akhirnya, sayapun naik ferry lebih awal,walau tanpa karcis
dengan kawalan calo tersebut.Di ferry, bro Anto sudah dahulu tiba dan
saya pun menyewa kasur seharga Rp,20.000 persis disamping "lapak" bro
Anto. Ternyata, khusus utk jalur ferry Sape-Labuan Bajo, karcis
diperiksa saat menyeberang.Beruntung pak Yasin meminjamkan saya karcis
nya yang dia beli resmi diloket.Namun pada akhirnya saya pun tidak
sempat diperiksa karcis oleh petugas ABK.
Ferry milik ASDP ini jalan nya sangat pelan,sehingga terasa
membosankan.Makanan yang tersedia di kantin ferry hanya indomie dengan
harga yang cukup menawan yaitu Rp.12.000 semangkok. Jadi selama
perjalanan ke Labuan Bajo saya sarapan indomie dan makan siang juga menu
yang sama.
Suasana ferry Sape-Labuan Bajo yang padat |
Main course di ferry Sape =LBJ |
Tersedia "mini-market" di ferry |
Sempat saya tertidur sekitar 3 jam di ferry sebelum akhirnya saya
terbangun oleh suara bel kapal yang menandakan ferry sudah mendekati
Labuan Bajo.Saya bergegas menuju anjungan dan melihat kedepan, benar
saja, daratan Flores sudah jelas terlihat.
Labuan Bajo |
Sesaat turun dari ferry di Labuan Bajo |
Setelah merapikan barang, saya keluar dari pelabuhan dan tidak jauh dari
situ saya mampir sebentar kekantor agent travel kantor saya yang di
Labuan Bajo,yaitu Getrudis Tours and Travel.Setelah berbincang sejenak
dengan saudara Lexy,staff disana, motor saya gas menuju kota
Ruteng,dengan jarak 125 km dari Labuan Bajo, untuk melakukan nite stop
disitu.
Didepan kantor Getrudis Tours and Travel - Labuan Bajo |
Di Labuan Bajo,saya ketemu motor Honda Mega Pro plat D,setelah saya
tanya ternyata mereka dari Bandung dan juga kan menuju ke Larantuka dan
akan lanjut menyeberang ke P.Solor di timur Larantuka. Mereka
berboncengan dan style nya mengingatkan saya suasana mudik lebaran di
pulau Jawa.
Kami pun berjalan beriringan menuju arah Ruteng.Karena pace nya yang
cenderung pelan, saya ambil inisiatif untuk mendahului Mega Pro ini dan
berjalan sendiri didepan. Makin lama makin gelap sepanjang perjalanan
dan jalan mulai rusak yang tengah dalam tahap perbaikan.Pantesan waktu
saya tanya ama Lexy di Labuan Bajo, dia bilang makan waktu 4 jam ke
Ruteng.Awalnya saya tidak percaya, masak jarak cuman 125 km ditempuh
dalam waktu 4 jam ? Ternyata benar, jalan berliku, sempit dan banyak
tanah dan kerikil yang berserakan dijalan sangat menghambat laju
motor.Ditambah lagi dengan gelap pekat nya malam, memaksa saya untuk
sangat berhati2.
Sekitar 3 jam perjalanan, perut sudah tidak dapat diajak kompromi, dan
tiba di desa Rai, saya berhenti untuk membeli bensin eceran seharga
Rp.6.000/liter dan langsung parkir di RM Jawa Timur untuk menyantap soto
ayam.
Setelah menyantap soto ayam, perjalanan saya lanjutkan hingga kota
Ruteng.Sebelum masuk kota,saya sempatkan mengisi bensin ditukang bensin
eceran. Sesuai dengan rekomendasi pak Yasin, di Ruteng saya langsung
mencari Hotel Agung II yang terletak ditengah kota.Tidak sulit menemukan
lokasi hotel kecil ini, walaupun nyembil dalam diantara pertokoan.Udara
di Ruteng, sangat dingin sekali. Kamar yang tersedia tinggal yang kamar
mandi diluar.Apa boleh buat,saya butuh istirahat yang cukup malam ini.
Saya coba untuk mandi,tapi tidak mampu, karena dingin nya cuaca dan
tidak tersedia air panas, Tarif kamar Rp.75.000 dan langsung saya
merebahkan diri untuk tidur.
Depan Hotel Agung II - Ruteng |
Ini adalah hotel murah ternyaman sejak dari Denpasar,krn walau non-AC
namun sudah dingin sekali. Alarm HP saya set pukul 4.45 dan tidak lama
alarm bunyi,terdengar azan Subuh berkumandang dan diiringi oleh bunyi
lonceng gereja.Ya, lonceng gereja, mengiringi azan Subuh di
Ruteng,sungguh unik sekali.Setelah barang naik ke motor, saya sempat
minum teh hangat yang dihidangkan di hotel dan langsung Jupe saya gas
pada keremangan Senin pagi tanggal 8 October 2012 itu.
Jalan keluar kota Ruteng mulus dan lebar dan mulai berliku. Tikungan2 U
turn menghiasi sepanjang jalan hingga kota Borong.Sebelum mencapai
Borong saya sempat berhenti untuk mengabadikan sunrise yang indah
disitu. Setelah itu sarapan seadanya dengan makan roti yang saya bawa
dari Ruteng.
Sunrise dekat desa Borong |
Pagi di Borong |
very twisty - dekat desa Borong |
Dari Borong jalanan menurun terus sepanjang 60 km menuju kota Aimere yang terletak didaerah pesisir selatan Flores,Jalanan msih tetap berliku dan relatif mulus sehingga saya dapat mengembangkan kecepatan hingga 80 km/jam. Tidak terasa, kota Aimere sudah didepan mata.Dikota ini terdapat pelabuhan ferry menuju Waikelo di pulau Sumba.
Pelabuhan ferry di Aimere |
Dari Bajawa perjalanan saya lanjutkan menuju kota Ende dengan jarak 122
km. Jalanan dari Bajawa berliku pada dataran tinggi dengan melewati
Mataloko-Boawae yang berudara sangat sejuk. Dari Boawae jalanan mulai
menurun menuju Nangaroro dan Nangapanda.Setelah melewati Nangapanda mata
saya terpaku oleh pemandangan sebuah gunung api yang tidak terlalu
tinggi dan masih aktip di desa Ngada.Menurut penduduk setempat,gunung
itu bernama gunung Abulobo.
Waktu saat itu menunjukkan pukul 10.30 namun matahari sudah sangat terik
menyengat dan secara kontinyu saya menyedot air aqua dari camelbak
dipunggung jaket guna mencegah dehidrasi. Perjalanan saya lanjutkan
menuju Ende. Setelah melewati desa Nataute, hamparan laut mulai
terlihat nun jauh dibawah.Saya sempatkan berhenti sejenak, karena
jalanan mulai berdebu,karena proses perbaikan jalan.
Proses pelebaran jalan |
view dari desa Nataute |
Dari desa ini jalanan sangat berdebu terus sepanjang 5 km dan cuaca
sangat panas sekali.Makin lama makin dekat saya dengan bibir pantai,
hingga akhirnya tiba dibibir pantai di desa Nggorea yang hanya tinggal
14 km lagi dari kota Ende.
pantai di desa Nggorea |
Makin siang makin tering dan menyengat sinar matahari nya dan saya tidak
bisa berlama-lama menikmati pemandangan disini karena sudah jam 12,00
siang dan perut sudah minta diisi secepatnya.Jalan mulus berliku, memacu
adrenalin untuk secepatnya mencapai kota Ende. Sekitar 20 menit
kemudian saya sudah memasuki kota Ende dan langsung mencari rumah makan
untuk mengisi perut.Sebuah RM chinese food menarik perhatian saya untuk
segera menepi.
Chinese food resto di Ende |
Makan siang di Ende |
Selesai membayar makan, saya langsung mencari obyek sejarah dikota Ende,
yaitu rumah pengasingan almarhum Bung Karno.Tidak sulit menemukan obyek
tersebut karena sudah ada dalam GPS saya. Thanks to Navitel maps yang
sudah sangat lengkap content nya. Setiba di lokasi tersebut, ternyata
rumah tersebut masih dalam proses renovasi, karena merupakan situs
sejarah nasional.
Rumah pengasingan BK di Ende |
Papan keterangan,yang masih dicopot |
Pagar seng yang menutupi situs sejarah |
Dari sini,saya langsung mencari bengkel terdekat, untuk mengganti oli ,
guna memastikan pelumasan mesin tetap prima dengan oli yang segar. 1
liter oli Yamalube Sport pun sudah diisikan mekanik dan saya berbincang
sejenak dengan George, sang mekanik.Saya menanyakan perihal issue
konflik di Larantuka yang mengganggu pikiran saya.Dengan lancar dia
menjawab singkat : sudah aman pak. Oke deh kalo gitu hati saya agak
tenang melangkah ke Larantuka.
Depan kantor bupati Ende |
Sekejap, kota Ende lenyap dari pandangan mata dan berganti jalan berliku
dan menanjak ke kota Detusoko dengan jarak 33 km. Cukup singkat, namun
namanya perut kenyang kena angin sepoy2 sepanjang jalan berliku, musuh
utama saya yaitu rasa kantuk mulai unjuk gigi,Tidak mau mengambil resiko
yang buruk saya menepi dipinggir jalan dengan view yang sejuk.
Ngadem dipinggir sawah |
Dari sini, tidak jauh lagi sudah tiba di Detusoko. Dari sini saya
lanjutkan sampai pertigaan ke danau Kelimutu sejauh 18 km.Saya sengaja
tidak naik ke danau Kelimutu karena tujuan utama saya adalah kota
Larantuka dan saya masih belum 100 % yakin akan bisa mencapai Larantuka
oleh karena issue konflik Larantuka yang cukup besar berita nya,Dari
pertigaan ini saya lanjut ke desa Moni sekitar 3 km an.Di desa ini
banyak terdapat bungalow dan homestay bagi wisatawan yang hendak ke
danau Kelimutu.Sehingga, kalau menginap di Ende hendak melihat sunrise
di Kelimutu harus berangkat pukul 3.30, kalau dari Moni bisa berangkat
jam 4.45 dengan santai.Suasana di desa Moni cukup ramai oleh turis lokal
maupun asing pada siang itu.
Gerbang menuju danau Kelimutu |
Saya lanjutkan perjalanan menuju kota Maumere sejauh 91 km lagi.Jalan
rusak parah sepanjang 29 km di ruas dari desa Paga hingga desa Dobo
memaksa saya hanya dapat memacu motor dengan speed 30-40 km /jam.
Kerikil yang tajam2 pada ruas perbaikan itu sangat dapat membocorkan ban
motor saya kapan saja, bila tidak berhati2.
Sekitar jam 17.30 saya memasuki kota Maumere dan langsung mengisi bensin
di tukang bensin eceran. Sepanjang Flores timur ini pemandangan agak
"seram" melihat setiap orang dewasa baik pria maupun wanita selalu
menenteng parang yang panjang kemana pun,Tidak terkecuali ke
warung-warung makan sekalipun.
Tidak membuang waktu, saya harus mendapatkan data akurat mengenai
tingkat keamanan di Larantuka.Akhirnya saya bertemu dengan petugas
polisi yang tengah bertugas.Informasi akurat saya dapat kan : kerusuhan
terjadi di pulau Adonara, seberang Larantuka yang beasal dari konflik
kepemilikan tanah warga. Hati saya langsung tenang,Matahari mulai
tenggelam dan saat akan meninggalkan Maumere, saya berjumpa lagi dengan
Honda Mega Pro yang saya temui di Labuan Bajo. Saya kasi isyarat untuk
jalan bareng, namun rupanya mereka tidak mampu menyesuaikan dengan
kecepatan saya, sehingga saya melaju digelepan malam menuju Larantuka.
Jarak yang tertulis di GPS, dari Maumere ke Larantuka adalah 140 km.
Dalam kegelapan malam yang pekat ini,dengan kecepatan motor yang
terbatas, perkiraan saya akan tiba di Larantuka sekitar 4 jam lagi.
Lepas Maumere jalan mulai jelek, rusak berliku. Malam yang gelap pekat
walau ditembus dengan lampu HID saya. masih agak sulit mengukur tikungan
2 tajam yang dihiasi oleh kerikil berserakan, sehingga sangat
licin.Disini mulai lah suasana "magical mistery tour " itu.Beberapa kali
saya melihat warung dalam jarak tidak sampai 50 meter didepan,maksud
saya akan berhenti untuk ngopi sebentar tapi pas tiba di titik itu,
warung nya tidak ada m dan hanya alang2.rumput saja.Saya sudah biasa
melihat hal2 aneh begini, jadi tidak ada rasa takut sedikit pun.
Tidak lama kemudian, pada km 82 saya tiba di desa Boru, yang agak
lumayan rame dan saya langsung parkir di RM Minang Surya disitu.
Catatan jarak di GPS tinggal 67 km lagi ke Larantuka. Karena perut
sangat lapar, saya langsung makan.Selesai makan, saya ngobrol sama bapak
yg punya rumah makan itu dan menurut beliau, sisa jarak ke Larantuka
jalan sudah sangat mulus, karen beliau baru kembali dari Larantuka 2
hari yang lalu. Beberapa teman2 di grup BBM menanyakan posisi dan saya
jawab sudah 67 km lagi dari Larantuka.
Selesai makan, motor kembali saya gas ke Larantuka dengan perasaan lega,
karena tidak akan ketemu jalan jelek lagi. Namun rupanya ceritanya
tidak semudah itu,Baru jalan sekitar 1 km, saya sudah dihadang jalan
jelek berliku, penuh pasir kerikil berserakan dijalan yang memaksa saya
untuk berjalan super pelan sekali.Lebih aneh, tiba2 jarak di GPS saya
berubah
menjadi 125 km.Oooh, saya pikir ini ada yang salah,saya berhenti
ditengah kegelapan hutan,saya coba reset sampai 5x, tetap tidak
bergeming dari 125 km.Saya mulai merasakan aroma yang aneh dari kejadian
ini.Jalan tiba2 jelek dan jarak GPS tiba2 berubah ? Saya tetap tenang,
dan memang ini tantangan kalo solo adventure trip di kegelapan malam.Ada
hal2 yang diluar nalar bisa saja terjadi. Saya sudah siap menghadapi
semua perubahan kondisi yang tiba2 begini, sesuai dengan prinsip saya
"expect the unexpected". Siapa takut ??
Dengan sabar jalan jelek itu saya jalani, hingga akhirnya saya mulai
melihat cahaya lampu2 desa dari kejauhan. Singkat kata saya tiba di desa
itu dan menepi di warung Horas untuk membeli minuman.Bro Aloysius, yang
punya warung menyambut hangat kedatangan saya di warung nya.Sambil
minum kami bercerita panjang lebar.Dia kaget saya sebagai pendatang,
berani menempuh Maumere - Larantuka dimalam hari seorang diri. Gak takut
pak ? katanya..Saya katakan, saya hanya takut bila saya merasa
salah,bro. Sebab katanya, dia aja sebagai penduduk asli desa Bama ini
tidak berani jalan malam sendiri. Masih menurut dia, disini sering
banyak hal2 yang aneh2 bila kita jalan sendiri dimalam hari.Saya hanya
tertawa saja. Dia menawarkan untuk menginap dirumahnya malam itu, namun
saya tolak secara halus karena saya akan menikmati pemandangan kota
Larantuka dimalam hari.
Singkat kata, saya tiba di Larantuka pada pukul 22.30 malam itu dan
langsung check in di Hotel Lestari yang ber AC dan baru dibangun.Dengan
tarif Rp.200.000/malam,tempat ini sangat cocok untuk mengobat rasa penat
saya jalan seharian.Selesai mandi dan sholat Isya, sayapun tertidur
lelap.
Hotel Lestari - Larantuka |
Hotel Lestari - Larantuka |
Setelah memasang charger pada HP, BB dan MP3, sayapun merebahkan diri
dikamar yang sejuk ini dan dalam bilangan menit saya sudah tertidur
pulas. Alarm HP membangunkan saya pada pukul 4,30 pagi hari Selasa,
tanggal 9 October 2012.Segera saya bersiap mandi dan sholat Subuh
kemudian memuat box ke motor. Pukul 5.00 saya start motor untuk
berkeliling kota Larantuka guna mengabadikan pemandangan dan landmark
kota Larantuka.
Patung Bunda Maria - Larantuka |
Depan kapela - Larantuka |
Bangunan gereja bergaya Portugis |
Landmark kota Larantuka |
Selesai mengabadikan kota Larantuka, saya melanjutkan perjalanan pulang
ke arah Labuan Bajo lagi dengan menempuh jalan yang sama dengan pergi
nya.Saya sempatkan mengisi bensin eceran dulu, dan yang meladeni adalah
anak2 kecil,Saya sangat terkesan dengan keramah-tamah an mereka yang
notabene anak desa.Dimulai dengan tegor sapanya saat saya berhenti :
selamat pagi om,perlu bensin berapa liter ? om dari mana ? berapa hari
rencana om berkunjung di Larantuka ? Luar biasa hospitality anak2 desa
sekecil ini.Di kota2 besar saja, blm pernah saya mendapat sapaan seramah
mereka ini.
Bocah penjual bensin di Larantuka |
Sekitar desa Waileha |
Setelah mengisi bensin, saya melanjutkan perjalanan ke arah desa Boru
lagi, tempat saya makan tadi malam dan berencana akan sarapan disana.
Sebelum mencapai desa Boru, sungguh pemandangan indah sekitar Larantuka
yang telah meng-hipnotis saya untuk tinggal lebih lama.Namun tentu saja
hal tersebut tidak memungkinkan.
Sunrise di Larantuka |
Desa Waileha - Larantuka |
Perjalanan saya lanjutkan hingga tiba di RM Minang Suya di desa Boru
,tempat saya makan tadi malam. Ajaib, saya tidak menemukan jalan
berkelok dan jalan dalam perbaikan seperti yang saya lewati tadi malam
dan dipenuhi beberapa alat2 berat seperti excavator. Jalan yang saya
lewati pagi itu dari Larantuka ke desa Boru sangat mulus.Jarak tempuh
dari Larantuka hingga RM Minang Surya itu juga tepat 67 km, persis
seperti sebelum GPS saya "terganggu" tadi malam. Kemana perginya alat2
berat tadi malam ?
Apa mungkin dalam kurang dari 6 jam , jalanan yang tadinya masih berupa
tanah2 sudah berubah menjadi aspal mulus ?Saya check ke orang2 yang
ada di rumah makan itu, menurut mereka, hanya ada satu jalan yang
menghubungkan antara desa Boru kekota Larantuka. Pertanyaan nya, kemana
saya tadi malam dengan jarak (125 km-67 km) atau 58 km ? Pertanyaan
yang sangat sulit untuk dijawab. Dan saya tidak ingin tahu lebih
lanjut...
Selesai sarapan, perjalanan saya lanjutkan ke kota Maumere dengan jarak
82 km dari desa Boru.Belum lama jalan dari desa Boru, motor terasa aneh,
seperti tidak balance, jadi cenderung oleng2 saat menikung. Saya
berhenti, check tekanan angin dengan digital tyre pressure gauge,
hasilnya masih normal 26 depan dan 31 belakang. Saya check suspensi
depan belakang,komstir, posisi bagasi, semuanya normal. Ini gak salah
lagi, ada "invisible-boncenger".
Saya baca2 dalam hati dan minta untuk segera pergi dari motor saya,
tidak juga membuahkan hasil.Saya mulai kehabisan kesabaran dan mulai
memaki, tetap saja motor saya "digandulin" oleng kiri oleng kanan.
Akhirnya saya mengeluarkan jurus terakhir, yang saya dapat dari seorang
tua di perkebunan tebu Takalar/Makassr sewaktu mengikuti kejurnas rally
thn 2007.Beliau memberi tips, jika ada hal aneh dalam kita berkendara,
maka kencingin aja salah satu roda nya. Langsung saya minggir, dan siram
dikit roda belakang dengan kencing.
Kemudian saya lanjutkan perjalanan.Tidak lama kemudian, sekitar 20 menit
perjalanan, motor langsung normal kembali. Tidak ada gejala oleng sama
sekali,Ampuh juga ternyata jurus tersebut. Tiba di desa Moni, saya
berhenti untuk mengisi perut. Lagi2 nasi goreng yang menjadi pilihan,
karena paling cepat saji. Ibu yang punya rumah makan tetap menyarankan
saya untuk naik ke danau Kelimutu,mumpung cuaca cerah, Tapi setelah saya
hitung di GPS, kalau saya naik ke Kelimutu, arrival time saya di Labuan
Bajo akan sangat larut sekali, sedangkan saya harus mengejar ferry Rabu
pagi ke Sape.
Rumah makan di Moni |
Tidak jauh dari rumah makan ini sekitar 200 meter terdapat pertigaan
arah ke danau Kelimutu. Dari pertigaan itu, jarak ke parkiran kendaraan
di danau Kelimutu tinggal 12 km lagi, Dan dari parkiran kita harus
berjalan kaki sekitar 30 menit ke bibir danau Kelimutu, Namun, saya
tetap tidak berniat untuk naik ke danau Kelimutu, karena dari pertigaan
itu ke Labuan Bajo, masih berjarak 432 km dan saat itu sudah menunjukkan
pukul 14,00.
Motor saya gas langsung menuju Maumere.Cuaca cerah, setelah melewati
jalan dalam perbaikan yang berdebu, jalan menurun terus hingga masuk
kota Ende.Di Ende saya hanya passing by aja, karena sudah mulai khawatir
waktu yang semakin sempit. Dari Ende,saya melewati jalan berliku di
pesisir laut dan lagi2 langkah saya terhenti oleh adanya pekerjaan alat
berat yang tengah membersihkan longsoran tebing.Sekitar 30 menit
tertahan disitu.
Tertahan perbaikan tebing longsor dekat Ende, |
Lepas dari titik longsor ini perjalanan saya lanjutkan dan mulai
menanjak menuju desa Nanggaroro dan terus menanjak ke desa Boawae dan
Mataloko.Tiba didaerah sejuk ini, matahari sudah mulai turun dan udara
dingin mulai terasa. Disini ada tempat retret yang bernama Kemah Tabor
yang sangat indah.
Kemah Tabor - tempat retret di Mataloko |
Tiba disini, waktu sudah menunjukkan pukul 17.43 dan jarak ke Labuan
Bajo masih 263 km lagi. Saya harus berpacu dengan waktu, karena section
ini sangat krusial, menyangkut waktu keberangkatan ferry, Rabu tanggal
10 October pagi. Sedangkan perjalanan menjadi semakin berat karena hari
sudah mulai gelap. Memasuki kota Bajawa, matahari sudah tidak terlihat
lagi dan suasana jalan berganti gelap pekat dengan hanya terdengar suara
jangkrik bersahutan.
Motor saya pacu semakin kencang, karena perut semakin lapar dan tujuan
saya akan makan di kota Aimere, jarak 34 km dari Bajawa. Digelapan malam
itu jalan berliku menuju Aimere terasa dekat karena saya menempel motor
Shogun 125 milik penduduk Aimere yang hafal tikungan2 menuju Aimere.
Sekitar 45 menit kemudian saya memasuki Aimere dan langsung parkir di
sebuah RM Padang untuk mengisi perut dan teh hangat.
Tidak lama, motor saya gas lagi menuju Labuan Bajo yang berjarak 225 km
dari Aimere.Dengan kondisi malam yang gelap dan jalan berliku terus
sampai Labuan Bajo,ini bukan section yang mudah. Semakin malam jalan
semakin sepi dan kabut mulai turun didaerah Ruteng.Saya sempat membeli
bensin eceran di Ruteng di warung bro Stanley.Dia cerita pernah lama
tinggal di Jakarta dan baru saja selesai nonton acara Indonesia Lawyer
Club di TV One.
Setelah ngobrol hampir 30 menit, perjalanan saya lanjutkan.Berhubung
jarak antar kota berjauhan di Flores, sering sekali saya harus melakukan
self-refueling ditengah hutan dan tidak terkecuali malam itu.Gelap
pekat saat mengisi bensin.Namun semangat saya tidak pernah kendor.
Jalan yang sepi,dalam perbaikan menjelang Labuan Bajo. |
Jalan sempit dan dihiasi oleh tikungan2 U turn yang menurun ,akhirnya
pada sebuah tikungan kekanan yang menurun tajam, roda depan saya
menginjak ceceran oli yang tertutup daun2an dan seketika saya beserta
motor terhepas, gelap dunia terasa, oleh karena pekat nya malam
itu.Beruntung motor saya ketahan patok besi dibibir jurang yang menganga
dalam.Jadi tidak sampai kecebur kedalam jurang,
Kejadian tersebut kurang lebih 5 menit dari posisi foto diatas yang
saya ambil pukul 01.03 WIB atau pukul 02,03 WITA.Kebayang suasana
ditengah hutan pukul 2 pagi begitu.Untuk senter cree standby dikantong
jaket saya.Sehingga saya bisa mencoba berdiri mencari pijakan dengan
penerangan senter.Saya coba angkat motor dengan sekuat tenaga, tapi
tidak mampu. Karena beratnya motor yang ditambah dengan 3 pcs box.
Saya tetap tenang, perlahan saya copotin satu bersatu box E21 dan box
E33 dan mulai mencoba untuk mengangkat motor,Berhasil dan saya dirikan
motor di aspal,Stang bengkok parah.Kemudian saya pasang satu persatu
box.Setelah rapi, saya start, dan....karbu banjir krn motor terhempas
dalam posisi celentang tadi sehingga motor ngadat tidak mau hidup. Mau
bongkar karbu , sekedar buang bensin dari tabung nya, sangat impossible
ditengah hutan begitu. Reflex motor saya selonongin, karena jalan
turunan dan saya masukkan persnelling 2.Alhamdulillah, mesin hidup dan
langsung saya gas sekitar 20 km ke Labuan Bajo.
Tiba di Labuan Bajo saya langsung menuju Hotel Wisata, tempat saya
pernah menginap waktu ada tugas ke pilau Komodo thn 2010 yang lalu.Tiba
di Hotel Wisata, waktu sudah menunjukkan pukul 2.30 pagi.Langsung saya
merebahkan diri untuk beristirahat sampai Subuh tiba.
Didepan Hotel Wisata - Labuan Bajo |
Setelah selesai mandi dan subuh,Rabu pagi itu, tanggal 10 October,
bergegas saya menuju pelabuhan ferry Labuan Bajo guna memastikan agar
tidak terlambat untuk mengantri karcis ferry. Setelah sarapan di
pelabuhan, tak lama kemudian, sekitar pukul 07,00 , loket ferry dibuka
dan antrean masih sedikit. Setelah membayar tiket ferry sebesar
Rp.125.000 saya langsung menuju ferry yang sudah standby.
Antre ferry di Labuan Bajo |
Tak lama menunggu antrean, saya sudah diisyaratkan untuk masuk kedalam
ferry,bersama 1 unit Suzuki Skywave dengan no plat DR-Lombok yang
dikendarai oleh seorang turis asing. Ferry kali ini jauh lebih nyaman
ketimbang ferry sebelumnya dari Sape,
Didalam ferry Lab.Bajo - Sape |
on board ferry Dewana Dharma |
Perairan Labuan Bajo |
Tepat pukul 09.00 WITA, ferry berangkat meninggalkan pelabuhan Labuan
Bajo. Selamat tinggal Flores yang indah. Saya langsung merebahkan diri
di kursi ferry yng cukup nyaman itu, krn dalam 24 jam terakhir saya
hanya tidur 1 jam.
Labuan Bajo yang indah |
Selamat tinggal, Flores |
Ferry ini kecepatanya mencapai 19 km/jam saya check di GPS saya, dan
saya optimis waktu tempuhnya lebih cepat daripada ferry sebelum nya dari
Sape yang hanya 14 km/jam. Cukup lama saya tertidur di ferry saking
capeknya. Pukul 13.00 saya terbangun karena perut lapar dan langsung ke
kantin untuk santap siang berupa 1 porsi indomie , seharga Rp,10.000
atau lebih murah Rp,2.000 dari waktu di ferry dari Sape.Tidak lama
kemudian, tepat pukul 15.00, ferry sudah merapat di pelabuhan Sape, atu
1,5 jam lebih cepat dari ferry perginya.
Secepatnya saya keluar pelabuhan untuk mencari bengkel terdekat, guna
sekedar meluruskan stang motor yang bengkok.Dekat pasar Sape, saya
ketemu bengkel dan dengan dicongkel pipa besi, stang saya agak lumayan
"lurus". Setelah mengisi bensin eceran di pasar Sape, motor langsung
saya gas ke Bima.Cuaca cukup cerah sore itu. Target saya, harus sampai
di Denpasar keesokan sore/malam nya,yaitu hari Kamis. Karena hari Jum;at
sudah menghadang tumpukan pekerjaan, menjelang high-season mulai
October hingga Maret 2013.
Sekitar satu jam setengah kemudian saya sudah memasuki kota Bima dan
lasngsung mengisi bensin di SPBU yang kebetulan agak sepi.Setelah isi
bensin , laangsung gas lagi.Target saya mau makan malam di RM Bundo
Kanduang di desa Banggo/ Manggalewe langganan saya dengan jarak 79 km
dari Bima. Tak lama Dompu pun saya lewati dan kemudian akhirnya tiba di
RM Bundo Kanduang.
Setelah makan dan beristirahat sekitar 30 menit, sekitar pukul 20.15
perjalanan saya lanjutkan menuju kota Sumbawa Besar dengan jarak 170 km
dari RM Bundo Kanduang ini. Jalan hotmix yang super mulus, membuat
perjalanan menjadi nikmat menuju kota Sumbawa Besar.Di kota Empang saya
mengisi bensin lagi di SPBU karena lumayan sepi dan lanjut sampe kota
Plampang.
Di Plampang saya menepi di SPBU untuk beristirahat.Lumayan , sekitar 1
jam saya istirahat. Pas akan berangkat ada motor Vixion dengan plat DK
baru datang, Ternyata dia seorang petugas polisi yang malam itu bertugas
menjaga objek2 vital spt SPBU di Sumbawa.Namanya Wayan Yogi, asli
Gianyar. Akhirnya tidak jadi saya berangkat dan kamipun bicara ngalor
ngidul, mulai dari soal tingkat kerawanan di Sumbawa yang meningkatm
dengan seringnya ada perampokan SPBU dan perampok menggunakan senjata
api rakitan hingga hobi bli Wayan yang maen motor offroad-trabas
gitu.Tadinya dia pake YZF 125,krn parts susah da ganti pke KLX 150 dan
mengeluh tarikan loyo. Tidak terasa hampir sejam kami ngobrol hingga
akhirnya saya pamitan utk lanjut.
Perjalanan saya lanjutkan dengan kondisi rasa kantuk yang hebat dan
akhirnya pada pukul 02.30 saya tiba di SPBU dikota Sumbawa Besar.Tidak
tahan ngantuk akhirnya saya merebahkan diri di emperan kantor SPBU.Cukup
lega perasaan saya, karena sudah semakin dekat ke Denpasar.
Azan Subuh membangunkan saya dari tidur , Kamis tanggal 11 Oktober 2012
.dan lsg mengisi bensin di SPBU itu dan melanjutkan perjalanan. Tujuan
berikut adalah Poto Tano.
OTW to Poto Tano |
Setelah berjalan 74 km , pada pukul 7.30 saya tiba di kota Alas yang mulai ramai pagi itu. Perut lapar memaksa saya untuk minggir untuk mengisi perut.
Soto lontong khas Sumbawa |
Selesai sarapan, motor langsung saya pacu ke Poto Tano, yang hanya
tinggal 23 km lagi. Tidak lama, saya sudah memasuki area pelabuhan Poto
Tano untuk menyeberang ke Lombok.
Memasuki Poto Tano |
Poto Tano |
On board ferry Poto Tano-Kayangan |
Dua jam diatas ferry, akhirnya ferry merapat di pelabuhan Kayangan,
Lombok. Seaka tidak sabar ingin buru2 sampai dirumah, motor saya pacu
langsung ke arah pelabuhan Lembar melalui Lombok Tengah dengan jarak 93
km. Tiba di daerah Kopang saya melihat ada tukang cuci motor.Kebetulan
motor sudah 6 hari tidak dicuci dan supaya nanti tiba Denpasar tidak
repot lagi mencucinya.
Cuci motor di Lombok |
Setelah motor kinclong, langsung saya menuju pelabuhan Lembar.Kira2 5 km
sebelum pelabuhan saya singgah makan siang dulu.Setelah membayar tiket
Rp.101.000, motor langsung naik ke ferry.
Tidak terasa sudah 4 jam ferry berlayar dan segera mamasuki pelabuhan
Padang Bai pada hari Kamis tgl 11 Oktober pukul 18.00. Langsung motor
saya gas ke Denpasar dengan jarak 45 km dan saya tempuh sangat cepat
sekali, sekitar 40 menit.Sebelum sampai dirumah saya makan dulu ,dekat
rumah.
Akhirnya pada Kamis malam,pukul 19.50 berakhir sudah perjalanan panjang
saya sejauh 2.229 km dengan selamat. Genap sudah 6 hari saya
diperjalanan yang penuh tantangan itu.Banyak suka duka perjalanan yang
lebih menambah pengalaman saya, yang kelak dapat saya share bagi teman2
yang mebutuhkan nya.
Summary Data perjalanan di GPS |
Tidak lupa saya mengucap syukur atas Lindungan Nya sepanjang perjalanan
saya ini.Juga tentunya kepada semua teman2 yang telah memberikan
support, baik itu di BBM Group-BMS, ataupun di wall FB BMS 2000 , wall
FB IMI maupun yang hanya memberikan support dalam hati saja. I really
love you all.
Sampai jumpa lagi dalam trip saya berikut yang pastinya lebih menantang.
Luar biasa. Hahaha.. kepengen ngegas jdnya OT. Wah wah.. dlm 6 hari 2200an KM dg jalur demikian n bbrp x crossing. Stamina Super
ReplyDelete